"Setelah ini kita mau kemana?"
"Pulang."
Seketika raut wajah Vania berubah menjadi cemberut. "Cepet banget, kita nggak jalan-jalan lagi gitu?"
"Ini sudah malam."
Vania mendesah kecewa saat Delvin benar-benar membelokan setir mobilnya dan lewat di jalur yang biasanya akan ke rumah Vania. "Kamu serius? Kita beneran pulang?"
"Menurutmu?"
"Delvin!"
"Besok sekolah pagi, ada baiknya kalau kamu nggak tidur larut malam kali ini."
Vania memutar matanya malas dan menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi dengan lesuh, pelan dia berdecak kemudian meraih sebelah tangan Delvin, memainkan jari-jari cowok itu hingga beberapa kali membunyikannya.
"Ayo kita taruhan lagi." tawar Vania, yang membuat Delvin sempat melirik dengan ekor mata sejenak.
"Taruhan?"
Vania mengangguk. "Iya. Peraturannya sama kayak yang pertama, siapa yang datang paling awal bebas suruh yang kalah lakuin apa aja."
"Nggak mau."
"Delvin, please."
"Nggak."
"Kali ini aja, please. Mau ya? Hm?"
Delvin menghentikan deruh mesin mobilnya, ketika mereka telah sampai di depan rumah Vania. "Turun sana."
Vania bersedekap, tidak bergerak sama sekali. "Nggak mau turun."
"Nggak mau turun?" Delvin mengangguk samar sekali, dia menatap Vania datar lalu berkata lagi "di lempar mau?"
Vania berdesis, kakinya di bawah bergerak kacau seperti memencak kesal. "Aku bakal turun asalkan kamu setuju dulu sama taruhan besok."
"Yaudah kalau gitu kamu aku lempar ke luar."
Vania langsung memeluk sandaran kursi mobil, seolah mengantisipasi kalau saja Delvin benar-benar mengangkat dan melemparnya ke luar secara paksa dari dalam mobil.
Delvin mendesah pongah, dia melepaskan sealbetnya lalu memposisikan cara duduknya untuk menatap Vania yang kini sedang duduk konyol memeluk jok kursi. "Apa taruhannya?"
Seketika Vania langsung tersenyum lebar, dia melepaskan pelukan dari jok kursi. "Gampang aja sih, permintaan aku sama kok kayak permintaan awal."
Delvin mendengus. "Ciuman?"
"Ih itu kamu pinter, tau aja aku maunya apa." Vania tertawa kecil. "cium di depan orang banyak, kalau perlu teriak pakai toa bilangin Vania Zerlinda adalah pacar tersayangnya Delvin Arsen Aldarich."
Dan untuk yang satu ini Delvin harus mengakui kalau Vania benar-benar. "Gila."
"Ih kok gila sih?!"
"Udah sana turun cepetan."
"Kamu ngusir aku?"
Dengan pelototan Delvin menjawab. "Iya!"
"Kejamnya." Vania bergumam, dia meraih tas selempangnya lantas membuka pintu mobil tapi sebelum dia benar-benar akan turun, dia bertanya lagi. "Taruhannya jadi kan?"
"Kamu benar-benar minta dilempar."
"Jadikan? Jawab dulu."
Delvin mengusap seluruh wajahnya pasrah, kenapa selama dia bersama Vania tingkat kesabarannya harus selalu di uji sampai ke batas maksimal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinque
Teen FictionVania Zerlinda pernah berkata. "Gue nggak akan, ninggalin sahabat gue demi cowok." Tiba-tiba, Delvin Arsen Aldarich selaku ketua OSIS paling tampan satu sekolahan lewat. "Minggir dulu lo sono, buset ganteng banget tuh cowok." "Bangsat, Vania." "Maa...