WATCHING TAYA (JK'S POV)

13.6K 1.2K 153
                                    

Mobilku menepi di depan gerbang salah satu SMP di Seoul. Usai berpamitan, gadis di sebelahku keluar dari mobil. "Taya, nanti Appa jemput, ya."

Berdiri di luar dengan satu tangan yang memegang daun pintu mobil—bersiap menutupnya, kulihat Taya mengerutkan keningnya. "Tapi, Taya pulangnya siang, Appa. Kok tumben mau jemput?"

"Tidak apa-apa. Mau menjemput Taya saja."

Dia diam sebentar, lalu mengangguk. "Ya, sudah. Terserah Appa saja."

"Oke. Kalau kau sudah pulang, telepon Appa."

"Oke."

Gadis yang pagi ini membiarkan rambut panjangnya digerai lantas beranjak, bergabung dengan murid-murid lain yang baru saja datang. Aku sengaja belum melajukan mobilku, menunggu hingga Taya melewati gerbang. Dan, tahu apa yang aku lihat? Seorang murid laki-laki, entah siapa, menyapa Taya, lalu mereka berjalan bersamaan menuju gerbang. Kulihat gadisku tertawa-tawa seiring mereka berjalan menuju koridor utama sekolah.

Siapa dia?

Teman?

Kakak kelas?

Atau ...

Pacar?

Kepanikan mulai menyelimuti benakku. Apa yang kubicarakan dengan staf-stafku saat makan siang di kantin kemarin terputar di ingatanku.

Tidak!

Ini tidak boleh terjadi.

Sebagai ayah yang baik, aku benar-benar harus lebih mengawasinya.

***

"Appa, Taya sudah pulang."

"Oke. Appa akan ke sana."

Aku segera melajukan mobilku menuju sekolah Taya. Beruntung, siang ini tidak ada pertemuan dengan Presdir ataupun kolega-kolega lainnya. Setelah beberapa menit, mobilku sudah melaju di dekat sekolahnya. Aku menepi perlahan. Dan, dari kejauhan aku melihatku putriku berdiri di dekat pohon di depan sekolahnya bersama—tunggu! Bukankah itu murid laki-laki yang tadi pagi?

Aku berhenti di seberang jalan. Melihat mobilku, Taya berpamitan pada temannya itu, kemudian menyebrang jalan. Dia masuk ke mobil, duduk dengan senyum semringah di wajahnya. Aku melajukan mobil.

"Yang tadi sama Taya siapa?"

"Oh, kakak kelas."

Kakak kelas?

"Namanya siapa?"

"Lee Mino Sunbae."

"Taya dekat sama dia?"

"Lumayan."

Lumayan?

"Sedekat apa?" Aku menengok sekilas.

"Maksud Appa bertanya seperti itu apa?"

"Appa tidak ada maksud apa-apa. Appa cuma mau tahu teman-teman Taya."

"Terus, kenapa bertanya 'sedekat apa'?" Nada suaranya meninggi. "Apa pertanyaan itu tidak berlebihan?"

"Ya, kan, dia teman laki-lakimu, Taya. Appa cuma—"

"Pasti Appa berpikir yang tidak-tidak!"

"Tapi, Appa—"

"Taya tidak mau bicara lagi!"

Sekali lagi aku melirik sekilas padanya. Bibirnya terkatup rapat, sorot matanya tajam, rahangnya tegang. Kalau aku mengajaknya bicara, itu sama saja cari mati.

***

"Kamu melakukan apa lagi pada Taya?" Pertanyaan itu keluar dari mulutmu saat aku sedang memberdayakan Jungwoo dan Jeongsan untuk memijat punggungku—tepatnya Jungwoo yang menginjak punggungku, sedangkan Jeongsan memegang kedua tangan Jungwoo agar tidak jatuh.

Kamu baru turun dari kamar Taya, mencari tahu apa yang menyebabkannya memasang wajah cemberut sejak pulang sekolah.

"Aku cuma bertanya padanya tentang teman laki-lakinya. Kakak kelasnya. Itu saja. Apa itu salah?" jawabku. "Jungwoo, injak yang lebih keras. Ah, telapak kaki kecilmu sama sekali tidak berasa di punggung Appa."

"Lompat, Jungwoo!" teriak Jeongsan.

Sambil merasakan lompatan-lompatan kecil Jungwoo, aku mendengarmu menyahut, "Kamu tahu kan Taya tidak suka kalau kau bersikap seperti itu."

"Aku tahu, tapi—ah, Jungwoo, pelan-pelan sedikit. Maksudku, sebagai ayahnya, aku hanya ingin mengawasinya dengan baik. Apalagi dia anak perempuanku satu-satunya. Apa kau tidak tahu bagaimana pergaulan anak sekarang hah? Yang seumur Taya itu sudah main pacar-pacaran."

"Main pacar-pacaran itu apa, Appa? Apa lebih seru dari main robot-robotan?" celetuk Jeongsan.

"Nanti kau akan tahu kalau kau sudah sebesar Taya Nuna," sahutku.

"Aku tahu. Tapi, kau jangan terlihat seperti strict daddy. Kau tahu kan Taya itu keras."

"Lalu, bagaimana? Aku hanya tidak mau dia terjebak dengan pergaulan aneh zaman sekarang."

"Ya, bicarakan baik-baik." Nadamu meninggi. Hah! Bicarakan baik-baik apanya? Kalau aku bicara, nada suaramu dan Taya sudah naik satu oktaf. "Taya itu cuma butuh kepercayaan, kau tahu? Dia tidak suka dicurigai."

"Iya. Aku tahu."

"Besok jangan bertanya lagi tentang temannya."

"Oke."

"Awas!"

"Iya."

Hah~ kalau berkaitan dengan Taya, kenapa semuanya jadi serba salah?

-the end

Btw, mau promote deh wkwk

Buat yang suka baca fiksi non-FF, tengok-tengok dong works-ku yang memiliki latar dan tokoh non-FF. Ada Juki dan Juni--versi Indonesia dan versi belum pacarannya Eomma Junmi dan Appa Juki :v

Terus, ada The Bae Series [1]: The Internship. Ini cerita berseri pertamaku (semacam tetralogi empat musimnya Ilana Tan, Trilogi Jingga-Senja-nya Esti Kinasih, dll), jadi mohon dukungan/?-nya :)

JEON FAMILY STORIES SEASON 3 [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang