Segala pekerjaan rumah telah selesai. Aku sedang berbaring di depan televisi bersama Jungwoo ketika kudengar ponselku berdering. Aku bergerak meraih ponsel yang berada di atas meja, sejenak menjauh dari Jungwoo-ku yang tengah terlelap. Tertera ID "Jeon <3" di layar ponselku.
Hah, paling dia sedang tidak ada kerjaan di kantor, makanya dia menelepon.
"Kenapa? Rindu, hm?" Aku menjawab panggilannya.
"Junmi, kita harus ke Gwangju sekarang," tutur priaku dengan nada terburu-buru.
Uh?
"Tapi--"
"Aku akan menjemput Taya dan Jeongsan. Kamu segera siapkan pakaian untuk satu minggu."
"Tapi, kenapa?"
"Jeon Imo masuk rumah sakit. Dan, Eomma bilang keadaannya sangat menurun."
Aku tidak berbicara apa-apa sampai suamiku berkata, "Sekitar setengah jam lagi aku tiba di rumah. Aku sedang bersiap-siap pulang sekarang."
"Ba-baiklah."
***
Setibanya di rumah, Jungkook bergegas membantuku menyelesaikan persiapan untuk menginap di Gwangju. Sekitar satu jam setelahnya, barulah kami sekeluarga berangkat ke stasiun. Sebelumnya, Jungkook telah membeli tiket kereta untuk lima orang. Sekitar lima belas menit di stasiun, kami pun berangkat ke Gwangju.
Sepanjang perjalanan, suamiku lebih banyak diam sembari menatap keluar jendela. Dia bilang, Jeon Imo mengalami semacam serangan jantung dan sekarang kondisinya kritis. Ibu dan ayah mertuaku sudah berada di sana menemani Jeon Imo.
Aku hanya bisa mampu menebak bahwa suamiku sedang mencemaskan keadaan Jeon Imo. Bagaimanapun, Jeon Imo sudah seperti ibu kedua baginya. Mendengar ibu keduanya sakit sudah pasti membuat pikirannya tidak tenang.
"Kau mau makan? Kamu bisa makan bekal punya Jeongsan kalau mau. Jeongsan bisa makan punya Jungwoo," tawarku. Sekarang sudah jam makan siang. Anak-anak sebelumnya sudah makan lantaran harus meminum obat anti mabuk perjalanan—dan sekarang mereka bertiga sudah terlelap. Jungwoo tertidur di pangkuanku, Jeongsan di dekatnya, sedangkan Taya tidur di sebelah ayahnya.
Jungkook melirikku, menggeleng pelan.
"Kau tidak lapar?"
"Nanti saja," sahut suamiku sekenanya.
"Atau, kau mau makan biskuit? Nanti kau—"
"Nanti saja, Junmi," potongnya dengan nada sedikit ketus.
Priaku kembali memandang ke luar jendela. Kesenduan jelas terukir di wajahnya. Sesekali ia menghela napas berat. Entah apa yang dipikirkannya perihal Jeon Imo. Sungguh, Jungkook terlihat sangat tidak tenang.
Tangan kananku bergerak membungkus punggung tangan kanannya yang tergeletak di atas meja yang memisahkan kami. Jungkook sekali lagi mengalihkan atensinya padaku.
"Semua akan baik-baik saja. Jeon Imo akan sembuh," lirihku, berharap dia bisa sedikit lebih tenang.
"Kuharap begitu," sahutnya, menggerakkan tangan kanannya untuk menggenggam tanganku. Seakan ingin membagi kegundahan yang menyelimuti benaknya. Aku bisa merasakan itu dari genggamannya yang erat dan bergetar. Tidak hanya kegundahan yang dirasakan oleh. Tapi, tampaknya dia mulai merasa ketakutan. Takut akan skenario-skenario buruk yang mungkin tengah ia bayangkan.
***
Ayah mertua menjemput kami setibanya kami di stasiun. Ayah mertua terlebih dulu mengantar Jungkook ke rumah sakit sekaligus menjemput ibu mertua, kemudian membawaku dan anak-anak ke rumah Jeon Imo. Kami akan menginap di sana hingga Jungkook memutuskan untuk kembali ke Seoul.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEON FAMILY STORIES SEASON 3 [SUDAH TERBIT]
Fanfiction#75 dalam FANFICTION - 20170930 Season ketiga dari kumpulan cerita yang ringan dan manis tentang keluarga kecil kamu dengan Jeon Jungkook dan anak-anak kalian--Jeon Taya, Jeon Jeongsan, dan Jeon Jungwoo