"Sayang?"
"Sayang, bangulah. Kau harus sarapan."
"Sayang?"
Kelopak mataku bergerak terbuka ketika indra pendengaranku sayup-sayup mendengar suara. Detik berikutnya kurasakan sentuhan pada lengan kananku. Secara otomatis membuatku mengarahkan pandangan ke arah datangnya sentuhan. Priaku yang tampan dengan seyumnya yang menawan mengisi pandanganku. Tampaknya dia sudah mandi. Celana kain hitam kini sudah menutupi kedua kaki jenjangnya.
"Aku sudah membuatkan bubur. Kau harus makan," ujarnya.Aku terbatuk. Suaranya seperti guntur yang menggelegar. Rasanya perih sekali di bagian tengah leherku. Dadaku pun terasa seperti akan meledak. Yang lebih buruk lagi saat aku hendak mengambil posisi duduk. Kepalaku terasa berat, terutama di bagian hidung.
Sejak kemarin, aku terserang batuk dan flu. Malah, suhu tubuhku sempat naik. Aku bersyukur hari ini panasku sudah mulai turun. Tapi, batuk dan flu masih sangat membatasi pergerakanku. Aku tidak bisa menjalankan tugasku sebagai ibu rumah tangga dengan baik. Sebagai gantinya, Tuan Jeon yang saat ini memperbaiki letak selimut yang menutupi pahaku harus menjalani rangkap jabatan menjadi ayah sekaligus menjadi seorang ibu.
"Makanlah." Dia mengatur posisi meja berkaki pendek dengan semangkuk kecil bubur, segelas air, dan sendok di atasnya agar tepat berada di pangkuanku . "Rasanya mungkin tidak seenak bubur buatan Seokjin Hyung, tapi aku berani jamin buburku tidak seburuk bubur buatan Taehyung Hyung."
Aku tertawa kecil, lalu terbatuk. Buburnya masih sedikit beruap. Mungkin dia membuatnya sekitar setengah jam yang lalu.
"Taya dan Jeongsan sudah sarapan?" tanyaku, lalu menyuapkan sesendok bubur ke dalam mulutku."Mereka sedang sarapan," jawabnya. "Bagaimana? Ada yang kurang?"
Sejujurnya, indra pengecapku belum bisa berfungsi dengan baik. Makanan atau minuman yang masuk ke mulutku selalu saja terasa sedikit pahit. Namun, bubur buatan suamiku ini tidak begitu buruk. Aku masih bisa merasakan ada yang asin.
"Tidak. Ini enak, jawabku akhirnya. Kau sendiri? Apa sudah sarapan?""Nanti saja."
Aku menengok jam digital di atas nakas sejenak. "Ya! Ini sudah pukul tujuh lewat. Kau harus segera sarapan agar tidak terlambat."
"Ta--"
"Sarapan sekarang, Jeon-a. Aku tidak mau kau terlambat atau sakit maag karena tidak sarapan."
Dia menghela napas. "Baiklah."
Suamiku baru saja hendak beranjak, tapi aku langsung memanggil namanya. Dia menatapku seolah bertanya, "Ada apa?"
"Jangan lupa pakai dalaman sebelum memakai kemeja."
Dia memandangi tubuh bagian atasnya yang tidak tertutupi apa pun, lalu tersenyum saat memandangku. "Okay, Mom."
Salah satu kebiasaannya yang tidak kusuka adalah memakai kemeja tanpa memakai dalaman. Aku harus selalu mengingatkannya hal itu hampir setiap pagi selama tiga belas tahun pernikahan kami.
***
Melalui ventilasi jendela, aku melihat langit di luar sudah mulai gelap. Beberapa saat lalu, Jungkook baru pulang bekerja dan mengecek keadaanku. Aku sudah cukup merasa baikan setelah dua harian ini meminum obat dan banyak beristirahat. Saking banyaknya, aku mulai merasa bosan hanya berbaring saja di tempat tidur.
Dengan inisiatif sendiri, aku bergerak meninggalkan kasur dan keluar dari kamar. Kutemukan dua putraku sedang menonton kartun dengan serius. Keduanya tidak menyadari aku berada di sekitar mereka, bahkan melintas di dekat mereka ketika aku melangkah menuju dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEON FAMILY STORIES SEASON 3 [SUDAH TERBIT]
Fanfiction#75 dalam FANFICTION - 20170930 Season ketiga dari kumpulan cerita yang ringan dan manis tentang keluarga kecil kamu dengan Jeon Jungkook dan anak-anak kalian--Jeon Taya, Jeon Jeongsan, dan Jeon Jungwoo