JUNGKOOK IN AMERICA (1-WHAT'S WRONG?)

10.4K 1.2K 220
                                    

Sementara anak-anak sedang bermain di ruang keluarga, aku berada di dalam kamar, menyiapkan pakaian-pakaian untuk dibawa Jungkook ke luar negeri. Lagi-lagi, dia mendapat tugas untuk bertemu investor asing. Dan, dia baru memberitahukan hal itu saat dia selesai makan malam. Bikin kaget saja.

"Besok berangkat dengan siapa?" Aku bertanya pada priaku yang tengah duduk di tepi tempat tidur.

"Direktur Bang, Mingyu, dan dua orang staf."

"Banyak juga, ya? Biasanya cuma kamu dengan Direktur Bang atau dengan Mingyu." Aku mulai menyusun pakaian-pakaian yang sudah kuambil dari lemari ke dalam koper yang ada di sebelah kirinya.

"Investor besar, sih. Jadi butuh banyak persiapan. Staf yang diikutkan juga staf-staf yang sudah senior."

Aku mengangguk. "Memangnya ada berapa investor? Kok ... sampai sepuluh hari di Amerika?"

"Ada tiga orang. Aturan jadwalnya yang mungkin agak berjauhan."

Aku berhenti bertanya dan fokus pada kegiatanku. Kumasukkan beberapa lembar kemeja, kaus, celana bahan, celana pendek, dua setel jas, dan yang paling penting, pakaian dalam. "Nanti di sana, jangan lupa kaus dalamnya dipakai.

"Panas, Junmi."

"Kamu agak gendutan sekarang. Kemejanya mungkin sudah ngepas semua di badan. Nipple-mu itu bisa tercetak, tahu! Kamu, sih, telat bilangnya. Coba kalau tadi siang langsung telepon, aku bisa pergi membelikanmu kemeja yang agak besar."

"Cerewet!"

Meskipun dia mengucapkan satu kata itu samar-samar, aku masih bisa mendengarnya. "Kalau aku tidak cerewet, nanti kamu—YA!"

Tahu-tahu, dia menarikku hingga terduduk di pangkuannya. Satu tangannya langsung menarik ragaku merapat dengan raganya. "Kalau kamu cerewet lagi, nanti kamu aku cium."

Aku tidak bisa menyembunyikan semburat kemerahan di wajahku. Ah, dia pasti melihatnya. Apalagi jarak wajah kami begitu dekat.

"Coba saja kalau berani." Aku sengaja menantang.

Dia terkekeh. "Sepuluh hari tanpamu dan anak-anak, apa jadinya, ya?"

"Kamu akan merindukan kami, tentu saja."

"Aku akan lebih merindukan bibirmu, sepertinya."

Orang ini. Bagaimana bisa dia masih mampu membuat jantungku berdegup kencang setelah hampir tiga belas tahun usia pernikahan kami? Apa ini yang orang-orang katakan sebagai cinta sejati? Jatuh cinta berkali-kali pada orang yang sama.

Mungkin, iya.

Kuharap begitu.

Bibirku sedikit lagi tersentuh oleh bibirnya, tetapi teriakan bernada kesal terdengar dari belakang. "EOMMA JUNGWOO!!!"

Lekas saja aku berdiri dari pangkuan suamiku. Duh! Jungwoo melihat yang tadi, tidak, ya?

Tepat di saat aku berdiri, Jungwoo meraih tanganku dan menarikku menjauh seraya berkata, "Eomma Jungwoo. Eomma Jungwoo."

"Ya!" pekik Jungkook. Kadang, dia tidak bisa menahan kekesalannya. Bahkan terhadap bocah tiga tahun. "Dia istri Appa."

"Eomma Jungwoo." Jungwoo masih menarikku menjauh.

"Jungwoo, biarkan Appa berdua bersama Eomma malam ini. Besok kau boleh bebas memiliki Eomma sampai sepuluh hari ke depan."

Apaan, sih?

"Eomma Jungwoo, Appa."

Kulihat Jungkook menggulirkan kedua bola matanya, kesal. Dia lantas beranjak keluar dari kamar. Namun, sebelumnya, dia sempat mendekatiku, mencium pipiku. Dan, hal itu berhasil membuat Jungwoo berteriak, "EOMMA JUNGWOO!!!"

Hah.

***

"Jangan nakal, oke? Belajar yang benar di sekolah. Harus rajin mengerjakan PR selama Appa tidak ada di rumah." Jungkook mengacak lembut rambut Jeongsan.

Lantaran hari ini adalah hari Minggu, aku dan anak-anak mengantar Jungkook hingga ke bandara. Kubiarkan anak-anak menikmati waktu-waktu bersama ayah mereka sebab Jungkook akan cukup lama di Amerika.

"Oke, Appa," balas Jeongsan.

"Taya, bel—"

"Belajar yang baik. Bantu Eomma menjaga adik-adik. Jangan dekat-dekat dengan anak laki-laki di sekolah. Dari sekolah langsung pulang ke rumah, jangan mampir di rumah teman. Kalau terpaksa harus mampir, tidak boleh lama. Aku sudah tahu apa yang akan Appa katakan."

Aku menahan tawa mendengar ucapan Taya yang panjang lebar. Berkali-kali ditinggal oleh ayahnya, berkali-kali pula ia mendengar pesan yang serupa. Taya ini.

"Masih ada yang kurang."

"Apa?"

Jungkook mencondongkan wajahnya ke arah Taya, lantas jari telunjuknya mengetuk-ngetuk pipi kirinya. Ah! Jika bukan putri kami, mungkin aku akan sedikit cemburu pada Taya. Jungkook benar-benar sangat menyayangi putri semata wayangnya itu.

"Chup~"

"Sudah."

Jungkook lantas bergerak menghampiriku yang sedari tadi duduk seraya menggendong Jungwoo. Sejak semalam, Jungwoo jadi tidak mau jauh-jauh dariku. Dalam perjalanan menuju ke bandara pun, dia lebih memilih duduk di pangkuanku, alih-alih duduk bersama kakak-kakaknya di jok belakang. Padahal, biasanya dia senang duduk bersama Taya dan Jeongsan.

"Jungwoo, Appa mau pergi. Kau tidak mau melihat Appa?" Jungkook berjongkok di depanku, menyentuh tangan Jungwoo.

Jungwoo memang memilih menenggelamkan wajahnya pada lengkung leherku. Hari ini dia terlihat tidak begitu bersemangat, bahkan cenderung sensitif. Lihat saja. Ayahnya sendiri barusan menyentuh tangan mungilnya, dia langsung mengerang tidak suka.

Aku tahu Jungwoo kadang tidak menyukai ayahnya sendiri, tapi tumben dia seperti ini.

"Jungwoo, Appa mau pergi. Jungwoo tidak mau digendong sama Appa dulu?" bujukku. Jungwoo menolehkan wajahnya ke arah lain kendati kepalanya masih bersandar pada bahuku. Duh, dia kenapa, sih?

"Ya! Appa lama lho di Amerika. Nanti Jungwoo rindu pada Appa." Sekali lagi Jungkook menyentuh tangan anak bungsunya dan sekali lagi Jungwoo mengerang.

Jungkook mendengus. "Jungwoo kenapa?" tanyanya seraya berdiri.

"Aku juga tidak tahu."

Priaku mendengus sekali lagi. Tidak lama, Mingyu, juga anak dan istrinya datang. Jungkook sempat mengobrol dengan Mingyu, sementara istri Mingyu—Tzuyu—mengobrol bersamaku. Taya dan Jeongsan bermain dengan Minju dan Jumin di sekitar kami.

Sekitar lima belas menit membicarakan hal-hal acak, Jungkook dan Mingyu berpamitan. Sebentar lagi mereka akan berangkat. Jungkook masih sempat membujuk Jungwoo untuk melihatnya. Sayang, Jungwoo tetap kukuh pada pendiriannya. Tidak ada kegiatan "melihat Appa" dalam jadwalnya hari ini.

"Aku berangkat dulu, ya. Hati-hati di rumah."

Jungkook mengecup keningku, kemudian berlari pelan menyusul Mingyu yang lebih dulu berjalan ke dalam bangunan bandara. Aku masih mengisi pandanganku dengan punggung suamiku sebelum dia benar-benar menghilang. Dan, entah kenapa, begitu dia tidak ada di dalam jangkauan pandanganku ..., tiba-tiba aku merasa tidak nyaman.

Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa selama di perjalanan, di Amerika, hingga Jungkook kembali.

-to be continue

Yuhuuuuu wkwkwk. Sengaja dibikin bersambung biar kalian penasaran :p

Kan enggak pernah bikin kalian penasaran karena ujungnya JFS selalu "the end", kan? Wkwkwk. Author lagi test reaction/?. Belakangan sepi ah. Hahahahaha. *ketawa jahat :v

JEON FAMILY STORIES SEASON 3 [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang