A/n: Pas Jumat kemarin aku ga ngepost karena draft dari FF ini malah enggak ada saat aku buka wattpad dari hape. Padahal, waktu di kantor, aku udah bikin draft FF ini sampai dua kali. Draft ini baru muncul tengah malam. Makanya, aku publish sekarang supaya kalian ga perlu nunggu hari Senin. Tadinya, mau kupublish hari Senin karena file FF ini ada di komputer kantor. Maaf ya telat.
.
.
.Gelak yang terdengar cukup keras dari luar kamar agak menginterupsi kegiatanku menghitung pendapatan bulan ini dari online shop-ku. Aku tidak tahu apa yang tengah suamiku lakukan bersama anak-anak di luar. Suara tawa mereka sungguh membahana. Tetangga mungkin bisa mendengar tawa mereka.
Aku kembali melanjutkan aktivitasku begitu suara tawa mereda. Bulan ini, aku berhasil mendapatkan laba sebesar 200.000 won. Tambahan uang jajan yang lumayan hoho—
"BHUAHAHAHAHAHA."
Benakku tergelitik oleh suara tawa yang lebih keras dari sebelumnya. Apa sih yang ditertawakan Jungkook dan Jeongsan? Rasa penasaran itu mendorongku bergerak menuju kamar. Samar-samar gelak masih tertangkap oleh indraku manakala aku telah berdiri di hadapan sebidang kayu berbentuk persegi panjang dengan potongan-potongan gabus yang membentuk tulisan "Jeongsan's Room" di permukaannya.
"Appa? Jeongsan? Kalian menertawakan apa?" Kusuarakan rasa penasaran itu. Akan tetapi, seketika suara tawa yang barusan terdengar langsung menguap. Aku hanya mendengar Jungwoo yang berkata, "Ada Eomma, Appa."
"Jungwoo? Jungwoo, Appa, dan Hyung sedang melakukan apa di dalam?"
Aku tidak mendengar apa pun lagi. Bahkan suara Jungwoo.
Mereka bertiga sedang melakukan apa, sih?
"Ya! Appa, Jeongsan, dan Jungwoo, awas ya kalau melakukan hal yang tidak-tidak."
"Kami tidak melakukan apa-apa kok, Eomma!" Itu suara Jeongsan.
"Benar, ya?"
"Iya, Eomma."
Aku mencoba percaya saja dengan apa yang dikatakan putraku. Namun, baru beberapa langkah aku meninggalkan pintu kamarnya, suara tawa itu terdengar lagi. Serius! Apa sih yang mereka tertawakan?
***
Percuma saja mencari tahu apa yang para laki-laki di rumah ini tertawakan di dalam kamar Jeongsan. Mereka tidak mau membuka pintu ataupun menjawab pertanyaanku kendati aku mendesak. Jadi, kuputuskan untuk berbaring di kamar, menunggu Jungkook dan Jungwoo datang.
"Eomma?"
Sentuhan tangan mungil terasa di pahaku disusul sosok kecil yang merayap di atas tubuhku yang berbaring menyamping, mencari perhatian sehingga membuatku tidak sengaja menjatuhkan ponselku di atas kasur.
"Eomma?"
"Jungwoo, kau—"
Tunggu dulu!
"—wajahmu kenapa?"
Aku melihat coretan hitam menyerupai kumis dan jenggot yang menghiasi wajah Jungwoo. Ah, bahkan alis bungsuku juga terlihat tebal seperti alis Shinchan. Astaga!
"Siapa yang melakukan ini padamu?"
"Appa," sahut Jungwoo dengan santainya. "Appa sama Jeongchan Hyung colet-colet muta (muka) Jungwoo." Jungwoo tertawa seakan dia menghampiriku bukan untuk mengadukan perbuatan ayah dan kakaknya, tetapi memamerkan hasil "karya" ayah dan kakaknya.
Dua orang itu.
Apa ini yang mereka tertawakan di kamar?
"Muta lucu, Eomma. Muta lucu." Jungwoo tertawa lagi.
Aku memegang tubuh Jungwoo agar tidak terjatuh saat aku mengambil posisi duduk. "Ini bukan muka lucu, Jeon Jungwoo. Ini muka kotor, paham? Cha! Ikut Eomma ke kamar mandi. Kamu harus cuci muka."
"Tata (kata) Appa ini muta lucu. Jeongchan Hyung bilang ini muta lucu, Eomma," timpal Jungwoo dalam gendonganku saat kami berjalan menuju kamar mandi.
Aku mendengus pelan. Jadi, benar wajah Jungwoo yang Jungkook dan Jeongsan tertawakan tadi. Pakai bilang ini muka lucu segala. Dasar!
"Ini bukan muka lucu, Jungwoo. Ini muka kotor."
Kubersihkan wajah Jungwoo dari coretan spidol hitam yang mengotori wajahnya. Untungnya, coretan spidol itu mudah tersingkirkan hanya dengan satu-dua kali usapan kain waslap. "Nah, muka Jungwoo sudah bersih sekarang. Sudah jadi anak tampannya Eomma lagi."
Kekeh tersipu ditunjukkan Jungwoo. Aku mengajaknya keluar dari kamar mandi, menyuruhnya naik ke tempat tidur. Sementara itu, aku keluar untuk membuatkannya susu. Aku masih mendengar Jungkook dan Jeongsan mengobrol di dalam kamar di ujung sana. Entah apa yang dua orang itu bicarakan kali ini. Kuharap Jungkook tidak mengajarkan sesuatu yang salah pada putranya.
***
Jam digital di atas nakas menunjukkan pukul sepuluh lewat seperempat. Jungwoo telah terlelap. Namun, Jungkook belum masuk ke kamar. Perlahan, aku bergerak turun dari tempat tidur, hendak memastikan bahwa Jungkook tidak mengajak Jeongsan mengobrol hingga larut malam begini.
Suara aktor Johnny Deep televisi langsung menyambut begitu aku keluar dari kamar. Jungkook dalam balutan kaus abu-abu polosnya duduk bersandar di sofa, memirsa salah satu seri Pirates Of The Caribbean. Sebungkus kacang yang kubeli tiga hari lalu sudah terbuka dan berada di atas meja bersama kulit-kulit kacang yang berserakan di sekitarnya.
"Sudah kubilang, kalau makan kacang, kulitnya taruh di asbak saja," omelku, lantas duduk di sebelah suamiku.
"Nanti aku bersihkan mejanya," responsnya sambil lalu.
Sejenak turut kupirsa tontonan malamnya. Menyaksikan bajak laut berkepala gurita—aku lupa siapa namanya, tengah bermain piano dengan janggut yang berupa tentakel. Aku bergidik. Menggelikan.
"Ya! Kenapa kau mencoret-coret wajah Jungwoo tadi?" tanyaku sembari mengalihkan perhatian dari televisi. "Dia bilang itu wajah lucu karena kamu bilang begitu."
Jungkook melihat sekilas ke arahku sambil berkata, "Memang lucu, kan?"
"Lucu apanya? Jungwoo jadi kelihatan tua dengan jenggot dan kumis seperti itu."
"Kau tidak suka?" Kali ini Jungkook benar-benar memperhatikanku. "Padahal aku berencana untuk berjenggot lho. Kelihatan macho."
"Jangan!" Aku langsung menentang. "Aku tidak mau kamu berjenggot, berkumis, atau apapun. Aku tidak suka. Aku lebih suka kamu cukuran setiap hari. Bersih."
"Ayolah. Biarkan aku menumbuhkan jenggotku barang satu dua-bulan." Jungkook menaik-turunkan alisnya. "Lagi pula, kau tidak mau mencoba sensasi berciuman dengan pria berjenggot, hm? Kasar-kasar bikin nagih." Dia tertawa.
Apa-apaan?
"Aku lebih suka berciuman dengan kulit mulus seperti pantat Jungwoo."
"Ey, apa tidak ada perbandingan lain? Kenapa harus pantat Jungwoo?"
"Memang pantat Jungwoo mulus, kok," balasku. "Pokoknya aku tidak mau kalau kau—mmh." Sepasang bibir milik Jungkook yang bersentuhan dengan bibirku, sukses menghadang kata-kata yang ingin kuucapkan.
"Kamu berisik," tuturnya, sepersekian detik setelah ia mengakhiri ciuman tiba-tiba itu. "Pokoknya, aku mau menumbuhkan kumis dan jenggotku barang satu-dua bulan."
Aku mendengus sembari mengelap saliva yang mengotori sebagian kecil kulit pipi yang berada di sekitar bibirku. "Terserah. Kalau kamu sudah punya kumis atau jenggot, jangan pernah menciumku!"
"Apa? Ya! Kenap—mmh." Gantian aku yang menahan pekikannya. Berisik sekali. Apa dia lupa kalau anak-anak sudah tidur?
=THE END
A/n lagi/?: sampai wattpad kembali normal, mungkin FF ini update tidak sesuai jadwal biasanya. Untung-untungan aja dari bagus-enggaknya kondisi wattpad. Harap maklum. Makasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEON FAMILY STORIES SEASON 3 [SUDAH TERBIT]
Fanfiction#75 dalam FANFICTION - 20170930 Season ketiga dari kumpulan cerita yang ringan dan manis tentang keluarga kecil kamu dengan Jeon Jungkook dan anak-anak kalian--Jeon Taya, Jeon Jeongsan, dan Jeon Jungwoo