Bukan bermaksud menjadi suami nakal, tetapi baru pulang kerja, aku malah mampir di sebuah kafe, alih-alih langsung pulang ke rumah. Bahkan, sekarang belum jam pulang kantor—jam pulang kantor masih setengah jam lagi, tetapi Taehyung Hyung yang meneror ponselku dengan telepon dan chat. Dia juga kakak-kakak Bangtan-ku yang lain menyuruhku ke kafe ini.
Ingin berkumpul, katanya.
Masih mengenakan kemeja biru kusut yang lengannya kugulung hingga siku, aku berjalan memasuki kafe yang dimaksud Taehyung Hyung. Tidak begitu sulit mencari mereka di antara pengunjung yang memadati kafe. Hanya ada satu meja yang dikerumuni pria-pria tiga puluh-empat puluh tahunan yang berisik.
"Hei, semua!" Aku menyapa seraya menarik sebuah kursi kosong di antara Seokjin Hyung dan Namjoon Hyung. Semua yang ada di meja itu seketika meredakan keributan mereka.
"Ah, Manajer-nim, kupikir kau tidak datang." Seokjin Hyung menepuk-nepuk pundakku.
"Bagaimana bisa aku tidak datang? Taehyung Hyung terus menghubungi ponselku. Bahkan saat aku menyetir ke sini, dia masih meneleponku. Dia pasti baru akan berhenti menghubungiku kalau aku ke sini."
Taehyung Hyung yang duduk tepat berhadapan denganku malah tertawa terbahak-bahak. Empat orang remaja yang mungkin seumuran Taya di meja sebelah, menengok ke arah kami. Menatap kami dengan pandangan "apa yang terjadi pada paman di meja sebelah?".
"Ya! Kalau kau tidak kuperlakukan seperti itu, kau pasti akan datang terlambat atau tidak datang sama sekali." Taehyung Hyung membela diri. Apa-apaan?
"Tapi, pertemuan ini tidak begitu mengganggu pekerjaanmu, kan?" sela Namjoon Hyung.
"Tidak kok, Hyung. Tadi hanya tinggal mengawasi staf-staf sambil menunggu jam pulang," jawabku.
Tidak lama, mereka kembali melanjutkan obrolan yang tertunda karena kedatanganku sambil menunggu makanan pesanan datang. Rupanya, tadi mereka membicarakan Jimin Hyung yang baru saja menyandang status ayah. Beberapa waktu lalu, istrinya telah melahirkan seorang putri yang diberi nama Park Jiyoon.
Aku belum sempat melihat putri Jimin Hyung secara langsung, sih. Aku hanya melihatnya melalui foto yang kamu perlihatkan di ponselmu saat mengunjungi istri Jimin Hyung waktu itu. Bayi perempuan yang lucu. Bulu matanya panjang. Dan, dia mirip sekali dengan Jimin Hyung.
"Ya! Kim Namjoon!" sela Yoongi Hyung saat Jimin Hyung dengan bahagianya bercerita perihal putri pertamanya. Berkat seruan Yoongi Hyung, kami semua memandang ke arah Namjoon Hyung.
"Apa? Ada apa?" Yang dipandang tampak kaget karena menjadi pusat perhatian dalam sekejap. Well, aku juga, sih.
"Ponselmu," kata Yoongi Hyung. "Dari tadi aku perhatikan, kamu asik sendiri dengan ponselmu. Ada apa?"
"Oh, itu," tutur Namjoon Hyung seraya memasukkan ponselnya ke dalam saku jasnya, "pacarku di LA mengirim pesan. Dia sendirian di rumahnya."
"Uuuh, pasti mengajak yang tidak-tidak, iya, kan?" goda Jimin Hyung. Sementara yang digoda, cuma menggeleng sok jaim.
"Jangan bohong, Hyung!" celetuk Taehyung Hyung.
"Makanya," kataku, "cepat menikah!"
"Menikah itu enak!" timpal Hoseok Hyung.
"Ya! Ya! Kalian ini, mentang-mentang hanya aku yang belum menikah, kemudian kalian menyuruhku untuk segera menikah. Astaga! Sudah kubilang, aku belum mau menikah!"
"Kim Namjoon," Seokjin Hyung bersuara, "kau sudah berusia 39 tahun. Memangnya kau tidak malu disebut perjaka tua, hah? Kau mengejar karir komposermu sampai setinggi apa, hm? Kau sudah menembus pasar Amerika. Apa lagi? Yoongi yang di Korea saja menikah, kok."
Tak ingin disudutkan, Namjoon Hyung berkata, "Ya! Hyung! Yoongi Hyung menikah karena Hana Nuna sudah—"
"Ya! Ya! Ya!" Yoongi Hyung bergegas memotong ucapan Namjoon. "Mari kita tidak membahas masa lalu, oke?" katanya. Bertepatan dengan itu, pelayan menghampiri meja dan menghidangkan makanan yang dipesan sebelum aku datang. "Nah, akhirnya bisa makan."
Saat para hyung sibuk memberikan pesanan pada pemesan masing-masing, perhatianku tertuju pada pesan obrolan yang kamu kirim. Kamu bilang, rumah kita sedang kedatangan tamu. Aku baru saja ingin bertanya, siapa yang datang, tahu-tahu seseorang merampas ponselku.
"Ya!"
Seokjin Hyung.
"Bapak-bapak sekalian," katanya, "selama makan hingga kita bubar, semua ponsel harus dikumpul. Ingat, ya, kita berkumpul di sini untuk temu kangen, bukan untuk saling sibuk dengan ponsel masing-masing. Kumpulkan semua ponsel kalian padaku."
Meskipun ada protes, tapi para hyung dan aku memberikan ponsel kami pada Seokjin Hyung. Dan, tahu apa? Dia menyusun berjejer ponsel-ponsel kami—termasuk ponselnya—di tepi meja. "Biar seru," tambahnya, "yang ponselnya berdering duluan, dia yang akan membayar semua makanan-makanan ini."
"YA! HYUNG!" Jimin Hyung protes pertama kali. Dia lantas menentang habis-habisan ide Seokjin Hyung. Lantaran istrinya baru melahirkan, jadi dia banyak pengeluaran untuk membeli berbagai peralatan bayi.
"Tenang saja," Yoongi Hyung menepuk pundaknya, "ponselmu kan jarang sekali berdering. Apalagi istrimu sudah punya anak. Percayalah, kau akan diabaikan karena istrimu sudah punya mainan baru."
Aku, Seokjin Hyung, dan Taehyung Hyung tertawa. Oh, ya, kami sudah melewati masa-masa "terabaikan" itu. Sungguh menyedihkan jika diingat-ingat. Dalam sekejap, perhatian istri tertuju pada sang buah hati yang baru hadir di dunia. Hiks.
Tidak ada lagi protes yang terdengar. Semuanya sudah tenggelam dalam pesanan masing-masing, sejenak melupakan berapa uang yang harus keluar begitu salah satu salah satu ponsel di sana berdering. Semoga bukan ponselku.
"Ha! Jungkook! Ponselmu!" seru Hoseok Hyung.
Belum lima kali mengunyah, ponselku malah berdering. Dan, itu kamu yang menelepon. Aish!
Sementara para hyung terlihat bahagia karena sudah terbebas dari jeratan tagihan yang mungkin akan menghabiskan 500-600 ribu won ini, aku beranjak meninggalkan meja seraya membawa ponselku. Aish! Kenapa kamu malah menelepon di saat-saat seperti ini? Sebelumnya, kan, aku sudah bilang kalau aku akan pulang terlambat.
"Ya, ada apa?" sapaku begitu kujawab panggilanmu.
"Apa kau bisa pulang sekarang?" Suaramu terdengar bergetar. Entahlah. Kau sedang agak panik, sepertinya.
"Ada apa?"
"Pulanglah sekarang. Please. Penting. Ada seseorang yang datang dan dia sangat ingin bertemu denganmu."
Keningku mengernyit. "Siapa?"
"Pulanglah. Nanti kau juga akan tahu. Please."
Aku menghela napas pasrah. "Baiklah kalau begitu."
Tepat di saat aku hendak menutup panggilan, aku mendengar suara seseorang di seberang. Seseorang yang berada di rumah. Dia berkata padamu, "Apa kau sudah menelepon Jungkook?"
Aku kenal suara itu.
Astaga.
Kenapa dia datang tiba-tiba ke rumah?
=to be continue
Dari hari ini sampai tanggal 3 September 2017, jan sampe jauh2 dari akun wattpad ini yaah. JFS akan terus update setiap hari sampai tanggal 3, spesial ultah JK. 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
JEON FAMILY STORIES SEASON 3 [SUDAH TERBIT]
Fanfiction#75 dalam FANFICTION - 20170930 Season ketiga dari kumpulan cerita yang ringan dan manis tentang keluarga kecil kamu dengan Jeon Jungkook dan anak-anak kalian--Jeon Taya, Jeon Jeongsan, dan Jeon Jungwoo