12

1K 53 0
                                    

Ya allah moga aja hari ini gak ketemu sama tu cowok belagu, kalo sampe hari ini gak ketemu dia, lita janji deh ya allah bakal puasa satu hari besok.

Lita berjalan dengan mengendap ngendap dikoridor kelas sepuluh, ia hampir bertepuk tangan riya karna tidak melihat batang hidung Arka sedikit pun.
Selamat deh hari ini gak ketemu tu bocak songong.

"DORRRR....." Arka mengejutkan Lita dari balik tiang besar.

"Eh mati.. mati.. mati" Lita terlonjak, ia sudah melengos dibuatnya.

"Ya allah, heh kaka belagu ini jantung untung buatan tuhan ya, coba kalo buatan jepang udah copot nih jantung"

Arka terkekeh geli, entah kenapa dia sangat menyukai ekspresi cewek didepannya ini kalau sedang marah.
Menurutnya itu sangat sangat lucu.
Dan perlu di catat ini menjadi hobby new nya.

"Dasar orang gila, ini kalo gue tiba tiba gak punya jantung lagi gimana? " Lita masih berkacak pinggang dengan kesalnya didepan Arka.
Enak aja, udah ngagetin senyum senyum sendiri lagi.

"Ya pake jantung gue, biar detak jantung kita jadi satu"

"Iiih bener bener sinting nih cowok"

"Dan yang buat sinting gue adalah elo"
Arka kembali tergelak tawa.

"Lha!? kok bawa bawa gue sih?" ia kembali berjalan melalui Arka sebelum sebuah tangan menariknya.
Lita yang mendapat tarikan secara mendadak tidak bisa mengimbangi tubuhnya yang terhuyung kesamping.
Untungnya sebuah tangan menangkap tubuhnya dengan sigap sebelum mendarat di pelukan Arka.

"Eh, mau kemana sih, bel masuk belom bunyi juga ngebet banget pengen kekelas"

"Iiihhh apaan sih tarik tarik, nyebelin tau gak, ini kalo jatoh sakit tau"

Detik selanjutnya Lita sudah menginjak kaki Arka dengan keras dan berlari meninggalkan Arka yang meringis.
Yang namanya di injak kaki ya memang tidak ada yang tidak sakit.
Nyeri juga pikir Arka sambil tersenyum.

"Ceilleeeh yang baru di injek kakinya, senyum senyum sendiri" suara Aji sudah berada disamping Arka.

Ketiga sahabatnya terkekeh pelan.
Mengingat seorang Arka tidak pernah mendapat penolakan ini sangat menarik untuk mereka.

"Dav adik lo tu ya minta gilas tu bocah, masa kaki gue di injek kek gini"

Mereka kembali tertawa, jangan diragukan lagi injakan kaki lita itu nyerinya tingkat badai kuadrat percaya deh.

"Ya habisnya lo juga sih, napa jadi narik narik lita?" Sahut Dava enteng sambil mengulun senyum.

"Moga lita besok nginjek kaki lo lagi deh, kepengen gue liat lo jalan pincang "

Arka mendengus kesal ke arah Aji.

"Udah ah yuk masuk kelas" ucap Reza.

Mereka menyusuri lantai atas koridor dengan semua pandangan kagum dan terpana dari para cewek.
Bahkan tidak tanggung tanggung biasanya mereka langsung di peluk oleh beberapa cewek agresif.
Mengerikan bukan? Lebih tepatnya membosankan, karna mereka memang bosan dengan ini semua.

Aji Dava dan Reza sudah digandeng mesra oleh cewek berambut pirang dan satunya lagi berambut hitam legam.
Hanya Arka yang tidak digelut manja oleh cewek karna semua cewek memang tahu bagaimana dingin dan mengerikannya tatapan seorang Arka.
Tapi itu semua tidak mempengaruhi apapun mereka tetap mengagumi Arka dari kejauhan.
Dan faktanya adalah mereka tidak pernah peduli dengan semua gelar atau julukan atau pun pujian yang mereka dapatkan.
Lain dengan Arka yang dingin dan cuek, tiga sahabatnya ini memilih tidak menggubris cewek cewek yang berusaha mendekati mereka, toh itu hak mereka.
Dan tentu ada sebuah syarat.
Hanya sekedar merangkul tangan dan stop sampai situ titik.

"Dav" panggil Arka.

"Ya?"

"Gue boleh bikin adik lo kesel gak?"

Dava melihat Arka untuk beberapa saat, kemudian tersenyum penuh arti.

"Ck stop dulu ya pikiran lo barusan, gue cuman mau liat dia kesel aja"

"Terserah lo aja, asal jangan di apa apain aja adik gue"

"Oke"

Sejenak Arka berhenti berjalan lalu menekan nekan tombol di layar hpnya, dan tak perlu waktu lama ia sudah berbicara pada sang penelpon di ujung sana.

"Eh Dav Arka mana?"

"Tuh di belakang, lagi nelpon orang dia"

Reza berbalik ke arah Dava dengan wajah yang serius, cewek yang sedari tadi menggelenjut manja ditangan mereka bertiga sudah tidak merangkul mereka lagi.
Aji dan Dava mengerutkan kening bingung
Jika sudah wajah Reza berubah seserius ini, itu berarti ada sesuatu.

"Ada apa za?" Oji mendekat kearah Reza dan memberi isyarat pada cewek cewek untuk segera pergi.

"Lo liat tuh di seberang sana ada siapa"

Aji dan Dava segera memandang kearah dinding kaca tembus pandang di depan mereka.
Sekolah mereka memang elite seluruh dinding sekolah dilapisi kaca hingga bisa melihat seperti apa keadaan diluar sana.

Dava mengernyit, kemudian menerima sebuah telpon.
"Why?"

"Gak perlu basa basi, mau apa lo nginjakin kaki di wilayah kekuasaan gue?
....

"Gue tunggu lo sama semua tikus curut lo"
......

Telpon berakhir, Arka yang baru menyusul mereka pun sudah bisa menebak apa yang terjadi.
"Siapa Dav?"

"Rajada"

"Ngajakin ribut lagi tu banci?" Tanya Arka

"Yap"

"Wah minta di beri tu bocah ya, entar lo dapet gue, gue gilas tu muka" dengan mengepalkan tinju kosongnya ke sembarang arah Aji menatap teman temannya.

"Well kita harus hadapin mereka, za lo beritahu anak anak buat siap siap, ji lo harus cari cara supaya guru guru gak tau tentang ini, Arka lo cari info tentang maksud ajakan mereka, gue bakal nyiapin strategi, dan seperti biasa sehabis pulang sekolah"

Bagaikan sebuah titah sang raja mereka mengangguk patuh pada Dava sang pemimpin.
Ini menyangkut harga diri masing masing kalau sudah begini.
Jika lawan sudah menampakkan wajahnya didepan mata itu berati sebuah ancaman.
Dan Dava tidak suka diancam.
Baginya ancaman itu hanya untuk orang lemah dan dia tidak lemah.
Dia akan sebisa mungkin mengkoordinir teman temannya untuk memenangkan perang hari ini.
Dan memang harus menang, lagi pula para sohibnya ini juga tidak akan mungkin mau menerima kekalahan.

Mereka berpencar tapi sebelum itu ada sesuatu yang harus di kerjakan Arka.

Pesanannya sudah sampai di depan sekolah
"Inget kan?, Lita anak kelas X-6 kalo dia nanya jawab aja dari gue, ngerti?!"

Semua mengangguk patuh, sesaat ia membayangkan wajah kesal gadis yang akhir akhir ini membuatnya tertarik.
Tertarik? Benarkah tertarik?
Ahh sudahlah biarkan waktu yang menentukan.

Dan terakhir. Arka meletakkan satu buket didalam loker Lita. Ia terkikik sendiri mengingat betapa banyak buket yang diberikannya pada Lita.
Urusan Arka sudah selesai. Ia kembali melakukan tugas yang diberikan Dava.

Biarlah hari ini menjadi hari penuh bunga untuk cewek yang sedang dikejarnya itu









------------------------------------------------Akan ada beberapa bab yang bakal diperbarui nih guys..😊

Jangan bosan baca si Lita dan Arka ya..

Pelangi Untuk LitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang