Seperti saat pertama kali Alwan menemukan surat kaleng di lokernya, kali ini Alwan juga tidak langsung memberitahu Abby mengenai dirinya yang melihat Agatha bersama Vano di dekat lapangan indoor dua hari lalu.
Ya, Agatha bersama Vano.
Tidak ada yang salah dengan itu, tapi, yang mengganjal pikiran Alwan adalah mengenai pengirim surat kaleng yang kini entah bagaimana kabarnya. Di satu sisi Alwan berpikir bahwa pengirim surat itu adalah Vano, dan di sisi lain Alwan tidak yakin bahwa yang mengirim surat itu adalah cowok itu.
Alwan tidak ingin berburuk sangka pada orang lain, apalagi kalau belum ada buktinya. Alwan menginginkan sesuatu yang dapat membuktikan bahwa si penulis surat itu adalah Vano.
Soal dirinya yang belum memberitahu masalah ini kepada Abby, alasan utama Alwan hanyalah satu, yaitu; dia tidak ingin membuat Abby menjadi berpikir yang tidak-tidak mengenai Vano, dan pada akhirnya sahabatnya itu akan memprovokasi Alwan untuk percaya bahwa yang mengiriminya surat kaleng itu adalah Vano.
Alwan pusing, dia butuh udara segar.
Berhubung bel pelajaran pertama baru akan dimulai duapuluh menit lagi, Alwan memutuskan untuk mencari udara segar di luar kelas.
"Wew," suara seseorang berhasil menghentikan langkah kaki Alwan, dan berhasil mencuri perhatian Alwan sehingga cowok itu menoleh ke asal suara. "Mau kemana, Pak?"
"Gue bosen di kelas, Ab, mau cari udara segar," balas Alwan dengan alasan yang tidak dibuat-buat, karena dirinya memang sedang ingin mencari udara segar.
Orang itu—Abby, menoyor kepala Alwan dengan enteng diselingi dengan tawanya yang menggelegar. "Gayaan lo cari udara segar. Nih, cium ketek gue, seger bener baru kena deodorant," Abby mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan menarik kepala Alwan ke ketiaknya, membuat Alwan menarik kepalanya dengan cepat.
"Lo tega-teganya pengin membunuh sahabat lo ini, Ab," ucap Alwan dengan nada memelas, seakan dia baru saja mengalami KDRT.
"Wah, gue tersinggung loh, Al," Abby ikut-ikutan berbicara dengan nada memelas, lalu setelah itu dia tertawa bersama Alwan. Menertawakan diri masing-masing karena telah bertingkah bodoh.
Seperti tersadar akan sesuatu, "lo lagi ada masalah, Al? Nggak biasanya lo cari udara segar begini. Biasanya bau telur busuk juga lo demen."
Alwan mendengus. "Nggak, gue baik-baik aja. Udah ah, gue mau jalan-jalan dulu."
"Eh, gue ikut!"
"Serius mau ikut?" tanya Alwan dengan satu alis terangkat, sedangkan Abby tengah mengangguk dengan semangat, layaknya anak kecil yang ditawarkan permen lolipop. "Nggak lebih milih PR Kimia yang empatpuluh soal itu?"
Kontan kedua mata Abby membulat. "Demi apa ada PR Kimia?" Alwan mengangguk. "Lo udah kerjain?" Lagi, Alwan mengangguk. "Bodo amat gue harus lihat punya lo!" dengan itu Abby lari terbirit-birit menuju kelasnya tanpa mau tahu dimana sebenarnya letak buku latihan Kimia milik Alwan.
Dengan sisa tawanya Alwan kembali melangkahkan kakinya. Dan entah mendapat panggilan darimana, Alwan berjalan menuju lorong penyimpanan loker, dan tentu saja dia menghampiri loker miliknya.
Sebagian diri dari Alwan mengatakan bahwa ada sesuatu di lokernya.
Dan, benar saja, ada satu amplop berwarna putih yang sudah bertengger di dalam loker Alwan.
Gue rasa ini adalah waktu yang tepat bagi gue untuk membuka identitas gue ke lo dan mengenai orang yang gue maksud selama ini.
Kalau lo tertarik untuk tahu lebih lanjut, lo bisa samperin gue di parkiran sepulang sekolah nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
STS[1] - Too Late
Teen FictionSeperti pelajar pada umumnya, hari-hari gue diisi dengan belajar, belajar, dan belajar. Bukannya apa-apa, saat ini gue sudah kelas duabelas yang artinya tinggal menghitung bulan hingga akhirnya gue akan menghadapi Ujian Nasional. Mungkin karena terl...