TL ~ 17 | Rapat Guru.

13 1 0
                                    

Sepuluh menit berlalu dan Ervan masih belum menampakkan batang hidungnya di depan wajah Alwan. Padahal tadi Alwan sudah mengatakan pada Ervan untuk menemuinya di lapangan basket indoor SGJIS pada saat istirahat pertama, Alwan juga mengatakan pada Ervan agar cowok itu tidak telat datang. Tapi cowok itu malah tidak datang-datang hingga dua puluh menit berikutnya.

Saat Alwan hendak bangkit dari duduknya, tiba-tiba ada sebuah suara yang memanggil namanya, membuat Alwan menoleh ke arah suara. Syukurlah Ervan datang di saat yang tepat.

"Gimana, bang?" tanya Ervan harap-harap cemas. Dia takut kalau ternyata Alwan lebih memilih mengikuti olimpiade alih-alih menemani anak-anak basket tournament.

Alwan menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Alwan berharap ini adalah keputusan yang terbaik. "Gue pilih tournament basket."

Senyuman lebar terbit di wajah Ervan. Dia sangat lega. "Thanks, bang," ucap Ervan seraya berpelukan ala cowok dengan Alwan.

"Lo mau langsung balik atau mau main dulu?" tanya Ervan setelah melepas pelukannya dengan Alwan.

"Langsung balik aja," balas Alwan. Ervan mengangguk dan mengatakan bahwa dia juga ingin langsung kembali ke kelas karena sehabis istirahat ini dia akan menghadapi ulangan Geografi.

Tidak ada percakapan yang mengalir di antara Alwan dan Ervan. Keduanya sama-sama diam dan sama-sama sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Alwan sibuk memikirkan pesan yang dia kirim pada Agatha semalam yang hanya dibaca oleh cewek itu. Alwan tahu betul kalau Agatha sangat kecewa padanya.

Jika Alwan berada di posisi Agatha, pasti Alwan juga akan merasa sangat kecewa. Alwan tahu betul apa yang sedang Agatha rasakan saat ini, walaupun lebih banyak sok tahu-nya. Alwan tidak tahu kenapa dirinya jadi sok tahu seperti ini, mungkin karena tertular oleh Abby. Atau karena Alwan begitu mengerti perasaan Agatha?

Alwan tidak tahu.

Alwan dan Ervan berpisah di pertigaan yang akan membawa mereka ke kantin kelas dua belas dan lantai dua. Ervan berjalan ke arah lantai dua sedangkan Alwan ke arah kantin kelas dua belas. Kantin kelas dua belas memang terletak di lantai satu, sesuai dengan letak kelas mereka. Sedangkan kelas sebelas terletak di lantai dua, dan kelas sepuluh terletak di lantai tiga.

Sesampainya di kantin Alwan langsung berjalan ke arah meja yang diduduki oleh Abby dan Raina. Siang ini Alwan masih belum lapar sehingga dia memilih untuk membeli jus melon kesukaannya saja. Alwan menyesap jus melonnya dalam diam, sama sekali tidak terganggu dengan percakapan yang mengalir di antara Abby dan Raina yang tidak ada ujungnya. Mereka terus mengoceh sepanjang sisa istirahat, hingga bel tanda masuk sudah berbunyi.

"Lo nggak mau masuk ke kelas?" tanya Alwan pada Abby dan Raina yang masih asyik menempelkan bokong masing-masing di atas kursi kantin.

Abby mengalihkan pandangannya dari Raina ke wajah Alwan dan menatap sahabatnya itu dengan aneh, seakan Alwan baru saja mengatakan bahwa Alwan habis mencukur bulu ketiaknya. "Ngapain bego? Orang guru-guru pada rapat sampe pulang."

Alwan terdiam sebentar. "Kalau gitu kenapa nggak dipulangin aja?"

"Kayak lo nggak tau Pak Kasim aja," Abby terkekeh dan kembali memfokuskan dirinya kepada Raina.

Alwan tahu apa yang dimaksud Abby. Semua siswa SGJIS sudah tahu betul bagaimana Pak Kasim, beliau tidak akan membiarkan siswa-siswi nya pulang jika belum waktunya, termasuk jika guru-guru sedang rapat. Semua siswa berdecak kesal ketika hari di mana Pak Kasim membacakan peraturan-peraturan baru yang berlaku di SGJIS dua tahun lalu, ketika pria itu baru menjadi kepala sekolah di sana.

Alwan sendiri tidak bisa melakukan apa-apa selain menaati peraturan yang Pak Kasim buat. Alwan tahu kalau Pak Kasim melakukan itu karena suatu alasan yang jelas. Mungkin beliau tidak ingin siswa-siwinya terlantar di saat seharusnya mereka belajar?

STS[1] - Too LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang