TL ~ 18 | Kemenangan dan Kejutan.

15 1 0
                                    

Sorak sorai penonton mengisi stadion yang saat ini tengah digunakan untuk menyelenggarakan tournament basket babak final antara SGJIS dan SMA Putra Angkasa. Waktu yang tersisa hanya lima belas menit lagi dan para pemain masih sibuk memperebutkan bola berwarna oranye itu dan secara bergantian memasukkannya ke dalam ring.

Suasana itu semakin diramaikan dengan anggota cheers masing-masing sekolah yang menyanyikan yel-yel yang mereka buat. Bersorak-sorai menyemangati para pemain.

Dengan posisi berada di pinggir lapangan Alwan tengah meneriakkan semangat kepada para pemain yang kini sudah dibanjiri keringat.

"Ayo, Van, waktunya tinggal lima detik lagi! Tambah kecepatan lari lo!"

Mendengar itu lantas Ervan menambah kecepatan larinya. Dan tepat pada detik ke nol Ervan memasukkan bola ke dalam ring. Suara teriakan yang berasal dari supporter SGJIS semakin kencang seirama dengan bunyi bel tanda pertandingan berakhir. SGJIS memenangkan pertandingan dengan skor akhir 58-55.

Beberapa pemain basket SGJIS melakukan sujud syukur atas kemenangan yang mereka raih. Karena mereka tahu kemenangan ini tidak akan bisa mereka dapatkan jika bukan karena kehendak Yang Maha Kuasa.

Para supporter yang didominasi oleh siswa dan siswi SGJIS dengan kompak menyanyikan Mars SGJIS dengan sangat lantang, menyuarakan bahwa merekalah juaranya.

"Alhamdulillah!" seru Alwan sambil berlari ke arah lapangan dan mengajak para pemain basket untuk melakukan group hug.

"Thanks to our Coach, Alwan Andino Pradipto!" seru Ervan ketika sudah selesai melakukan group hug bersama pemain yang lainnya. "Kalau bukan karena dia, kita nggak mungkin menang kayak gini!"

Alwan tertawa. "Ini semua bukan murni karena gue, tapi karena kalian yang udah berusaha semaksimal mungkin. Dan tentu aja karena kehendak Tuhan Yang Maha Esa."

Para anggota tim basket SGJIS mengangguk menyetujui ucapan Alwan. Mereka sangat bangga telah memiliki pelatih seperti Alwan. Walaupun Alwan baru berusia tujuh belas, tetapi dia sudah bisa memberikan arahan yang baik kepada mereka.

Setelah melakukan selebrasi kecil-kecilan, anak-anak basket SGJIS secara satu persatu berpamitan untuk menghampiri keluarga masing-masing dengan janji akan berkumpul satu jam lagi saat pemberian piala.

"Sekali lagi Thanks, Bang," Ervan menepuk-nepuk bahu Alwan. "Kalau bukan karena lo—"

"—udahlah, Van, seperti yang gue bilang tadi, semua ini bukan murni karena gue, tapi karena lo dan anak-anak yang udah berusaha semaksimal mungkin. Dan karena lo kaptennya."

Ervan tertawa renyah. "Bisa aja lo."

Ponsel Alwan berdering dengan nyaring di tengah-tengah obrolannya dengan Ervan. Dengan cepat dia meraih ponselnya yang terdapat di saku celana jeans yang dia kenakan.

Agatha?

Kedua alis Alwan tertaut begitu mendengar suara orang di seberang sana. Dia merasa asing dengan suara itu. Dengan ragu dia menjauhkan ponselnya dari telinga dan melihat nama si penelepon. Tidak salah, ini benar Agatha.

"Ini siapa?"

"Oh iya, sori. Gue Afifah, temennya Agatha," ujar orang itu. Walaupun Alwan tidak mengenal siapa itu Afifah, tapi dapat Alwan rasakan jantungnya berhenti berdetak begitu mendengar penjalasan yang disampaikan oleh lawan bicaranya.

–––•••–––

Di waktu yang bersamaan, babak final olimpiade Matematika tengah berlangsung. Dalam babak final ini terdapat tiga kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok A yang berasal dari SGJIS, kelompok kedua adalah kelompok B yang berasal dari SMA Tanu Aksara, dan kelompok ketiga adalah kelompok C yang berasal dari SMA Putra Angkasa.

STS[1] - Too LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang