Pukul 00.05
Entah sudah berapa kali Alwan mengubah posisi tidurnya di atas kasur. Dari menghadap ke kanan, menghadap ke kiri, tengkurap, telentang, bahkan sampai nungging pun sudah Alwan lakukan. Dan hasilnya dia masih saja belum bisa tidur.
Kalau boleh jujur, mata Alwan rasanya sudah sangat berat. Sebenarnya bisa saja Alwan menutup matanya dan langsung terlelap, tapi, perasaan di hatinya terus saja mengganggunya dan sejak tadi tidak membiarkan Alwan untuk tidur dengan tenang.
Apa ini semua karena ucapan Vano tadi sore?
"Argh!"
Kali ini Alwan tidur telentang di atas kasurnya seraya menatap langit kamarnya yang berwarna putih cerah. Walaupun lampu kamar Alwan sudah dimatikan sejak tadi, tapi masih dapat Alwan lihat langit kamarnya itu walaupun tidak terlalu jelas.
"Sebenarnya ada apa antara Agatha, Vano, dan ...," Alwan terdiam sejenak, "... Andira?"
Dengan cepat Alwan menutup wajahnya menggunakan bantalnya. Alwan menutup matanya rapat-rapat, berharap dengan begitu dia dapat tidur beberapa saat kemudian. Namun sayangnya, lagi-lagi perasaan gelisah yang sejak tadi mengganggu Alwan masih belum membiarkan Alwan untuk tidur.
Seketika Alwan menarik bantalnya dari wajahnya dan matanya membulat lebar, bahkan dia sampai terduduk dari posisi tidurnya. Alwan menyerukan kata "Astaghfirullah!" seraya menepuk dahinya.
"Gimana bisa gue lupa untuk belajar sama Agatha?"
Dengan cepat Alwan meraih ponselnya yang terletak di atas nakas yang berada di sebelah kasurnya. Alwan men-unlock ponselnya dan mencari nama Agatha di contact list miliknya, ketika baru saja Alwan ingin menekan tombol hijau yang tertera di layar ponselnya, seketika dia menghentikan pergerakannya itu. Dia berpikir sesaat, apakah Agatha masih bangun? Tanyanya pada dirinya sendiri, mengingat waktu sudah menunjukkan pukul duabelas malam.
---
Kedua mata Agatha terbuka secara perlahan ketika ponselnya berdering dengan nyaring. Agatha menggerutu pelan. Orang kurang kerjaan mana lagi yang menelepon di tengah-tengah malam seperti ini? Mengganggu tidur Agatha saja.
Dengan malas Agatha meraih ponselnya dan langsung menerima panggilan tersebut tanpa melihat nama si penelepon.
"Siapa, sih? Ganggu ti—"
"Halo?"
"—dur gue aja," volume suara Agatha mengecil secara berangsur-angsur begitu mendengar suara si penelepon. Dengan cepat dia melihat caller ID yang tertera di layar ponselnya dan seketika itu juga dia langsung duduk dengan tegak. "Alwan," Agatha bergumam pelan, sangat pelan, nyaris seperti bisikan.
"Hm," Alwan berdehem pelan, "gue ganggu, ya?"
Agatha jadi kelabakan sendiri mendengar suara Alwan yang terdengar seperti merasa... Bersalah?
"Eh, ng–nggak, kok," ucap Agatha salah tingkah.
"Sori, Tha, gue udah ganggu tidur lo," ucap Alwan di seberang sana. "Gue matiin, ya?"
"Eh, jangan!" ucap Agatha cepat, bahkan terlalu cepat, membuat Agatha memukul-mukul mulutnya beberapa kali. "Ma-maksud gue, jangan, mungkin ada yang pengen lo sampein?" tanya Agatha dengan suara serak khas baru bangun tidur.
"Bener?"
Agatha mengangguk pelan, selanjutnya dia merutuki atas kebodohannya. Karena mana mungkin Alwan bisa melihatnya sekarang ini? Dasar Agatha bodoh.
"Tha? Lo masih disana?"
"I-iya, gue masih disini." Duh! Kenapa Agatha jadi gelagapan gini, sih? Seharusnya, kan, dia bete sama Alwan karena cowok itu sudah menginggalkannya tadi sore.
"Tha," Alwan memanggil lagi, Agatha berdehem pelan demi menjawab panggilan Alwan tersebut. "Gue mau minta maaf, tadi gue benar-benar lupa kalau mau belajar bareng lo."
Tanpa disadari, senyuman Agatha mengembang. Sebenarnya Agatha ingin ngambek saja pada Alwan, tapi, setelah mendengar suara Alwan yang sangat meluluhkan hati membuat Agatha gagal, dan diakhiri dengan dirinya yang memaafkan cowok itu.
"Iya, nggak apa-apa," begitu kata Agatha. Seakan teringat sesuatu, "oh iya, Al."
"Kenapa, Tha?"
"Tadi Bu Hera bilang, olimpiade yang bakal kita ikutin dimajuin jadi awal bulan depan."
Alwan tidak menjawab, membuat Agatha menggigit bibirnya karena gugup dan sedikit merasa takut. Entah Agatha menakuti apa, hanya saja, feeling Agatha mengatakan ada sesuatu yang akan terjadi nanti.
"Al?"
"Eh, sori, Tha," Alwan terdengar sedikit gelagapan, sama seperti Agatha tadi. "InsyaAllah gue bisa."
Setelah itu terjadi obrolan ringan antara Agatha dan Alwan, membuat Agatha jadi senyum-senyum sendiri. Agatha bersyukur karena sekarang Alwan sudah mulai melunak padanya, tidak seperti saat pertama kali mereka bertemu. Obrolan mereka terputus ketika Alwan meminta Agatha untuk memutuskan sambungan telepon dan meminta maaf karena telah mengganggu Agatha di saat malam-malam seperti ini.
"Dah," dengan itu Agatha memutuskan sambungan telepon.
———Too Late———
[A/N]
Part ini sangat pendek karena mau disesuaiin sama judulnya hehe.Kamis, 13 Juli 2017
09.16 WIB
KAMU SEDANG MEMBACA
STS[1] - Too Late
Ficção AdolescenteSeperti pelajar pada umumnya, hari-hari gue diisi dengan belajar, belajar, dan belajar. Bukannya apa-apa, saat ini gue sudah kelas duabelas yang artinya tinggal menghitung bulan hingga akhirnya gue akan menghadapi Ujian Nasional. Mungkin karena terl...