TL ~ 20 | Secercah Harapan.

21 1 0
                                    

"Vano?"

Mendengar namanya dipanggil, Vano yang kini tengah duduk di salah satu kursi tunggu rumah sakit lantas menoleh ke arah Alwan. Kedua alisnya terangkat, seakan bertanya kenapa Alwan memanggil dirinya.

Alwan terdiam untuk beberapa saat. Melihat Vano keluar dari ruang inap Agatha membuat Alwan kembali teringat dengan kejadian beberapa bulan lalu saat dirinya mendapat surat kaleng dari Vano.

Tidak hanya itu, tapi Alwan juga kembali teringat ketika dirinya bertemu dengan Vano sepulang sekolah waktu itu, saat di mana dirinya tahu bahwa sebenarnya Andira memiliki hubungan dengan Agatha dan Vano.

"Al, bengong aja," ucapan yang keluar dari mulut Vano sukses membuat Alwan sedikit terperanjat. "Kenapa? Ketemu gue buat lo teringat sama beberapa surat kaleng yang gue kirimin dulu?

"Lo masih mikirin gimana bisa Andira sahabat lo itu punya hubungan sama gue dan Agatha?" tanya Vano tepat sasaran.

Alwan hanya diam sebagai respon.

Vano bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Alwan, "yaudah, mumpung kita sama-sama lagi di sini, gimana kalo gue ceritain semuanya ke lo?"

Haruskah Alwan menerima tawaran Vano?

Di satu sisi Alwan tidak terlalu ingin tahu tentang hubungan mereka bertiga, tapi di sisi lain, Alwan juga penasaran.

Di saat Alwan hendak menolak tawaran Vano, tiba-tiba dia teringat kalau Vano merupakan salah satu penyebab kecelakaan yang dialami Andira tiga tahun lalu hingga menyebabkan cewek itu koma sampai tiga minggu.

Dari situ muncul satu pertanyaan,

Apakah Agatha juga terlibat dalam masalah itu?

"Yee, malah bengong, gimana?"

Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya Alwan mengangguk, menerima tawaran Vano untuk mendengarkan cerita cowok itu tentang hubungannya dengan Andira dan Agatha.

Apapun yang berhubungan dengan Andira, Alwan harus tahu. Ditambah, ini juga ada hubungannya dengan Agatha.

"Yaudah, kalo gitu gue akan ceritain semuanya ke lo. Tapi, kalo gue ceritanya sambil makan siang, gimana? Laper, nih."

Alwan hanya mengangguk mengiyakan ajakan Vano.

Saat Alwan dan Vano hendak pergi menuju kantin rumah sakit, tiba-tiba ada seorang perempuan yang memanggil nama Alwan, membuat Alwan mau tidak mau menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah asal suara.

"Kak Alwan kok ada di sini?"

"Rana? Gue, gue mau jenguk Agatha. Lo sendiri?"

"Wah, kebetulan banget, gue juga mau jenguk Kak Agatha, nih. Bareng yuk!" ujar Rana dengan semangat, membuat Alwan tidak enak jika harus menolak ajakan cewek itu.

Suara dehaman terdengar dari arah Vano, membuat Alwan dan Rana lantas menoleh ke arah cowok itu. "Alwan lagi mau ke kantin sama gue, Ran."

Rana sedikit menyipitkan matanya saat melihat Vano, seperti sedang menerawang sesuatu, "eh, lo Kak Vano, ya? Eh, iya, bener!" ucapan Rana berhasil membuat Vano bingung, bingung karena tiba-tiba Rana bertingkah seperti tidak mengenali dirinya. "Kok lo ada di sini juga, kak? Mau jenguk Kak Agatha juga?"

Oh, Vano mengerti.

"Jadi, boleh, nih gue jenguk Agatha?"

"Ya, boleh lah, kenapa nggak?" tanya Rana dengan penuh penekanan, kedua matanya berkedip beberapa kali pada Vano, berharap agar cowok itu mengerti situasi.

"Lo aneh ya, Ran, tadi waktu gue di dalem lo ngusir-ngusir gue, sekarang—"

"—ekhem!" Rana sengaja berdeham dengan kencang dan pura-pura batuk untuk menghentikan ucapan Vano. Seharusnya Rana tahu dari awal kalau Vano pasti tidak akan bisa dia ajak kerjasama.

STS[1] - Too LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang