Sinar matahari menerobos celah jendela kamar Casey tanpa permisi. Lalu terdengar suara ketukan pintu.
“Hey putri tidur, bangunlah!” teriak seseorang di balik pintu kamar Casey yang tertutup rapat.
Casey membuka kelopak matanya malas. Kembali terdengar suara ketukan pintu, “Casey bangunlah cepat! Aku di sini bukan untuk menjadi tukang yang membangunimu!” teriak Carey rusuh.
“Aku sudah bangun, pergilah kau!” sahut Casey malas.
“Lima belas menit lagi jika kau belum turun aku akan kupaksa buka pintu kamarmu!” ancam Carey sebelum ia benar-benar pergi dari balik pintu kamar Casey.
Casey bangkit dengan malas, ia menuju kamar mandi.
Selesai urusannya di kamar mandi, Casey turun ke bawah. Di sana mereka semua sudah duduk di meja makan, hanya Casey saja yang belum bergabung.
“Pagi Casey,” sapa Diana mengecup ringan dahi Casey saat Casey sudah duduk. “Pagi, Bunda.” Jawab Casey singkat.
“Kenapa kelopak matamu menghitam?” pertanyaan itu meluncur begitu saja di bibir Fareel yang sedari tadi memperhatikannya.
“Iya, kenapa kelopak matamu menghitam Casey?” Eric ikut-ikutan. “Bukan apa-apa, aku hanya begadang mengerjakan pr tadi malam.” Ucap Casey beralasan.
Pasalnya, kelopak matanya menghitam bukan karena itu. Tetapi, Casey dan Edric berbicara di telpon hingga tak sadar sudah begitu larut malam. Otomatis kelopak mata Casey menghitam karena kurang tidur. Tapi sangat tidak mungkin kalau Casey bilang seperti itu. Fareel akan marah jika tahu itu.
Fareel tetap saja memperhatikan Casey, ia tak percaya dengan ucapannya barusan. Ia sangat mengetahui Casey, pr nya selalu dikerjakan langsung sepulang sekolah. “Jangan menatapku seperti itu Fareel!” ujar Casey risih diperhatikan sedari tadi.
Fareel mengalihkan pandangannya pada roti bakar, menu makan paginya. Casey pun seperti itu, ia hanya menatap menu makan paginya ketimbang melihat Fareel yang seperti menatap curiga ke arah nya.
“Kalian cepat habiskan sarapannya, nanti telat.” Perintah Diana memecah rasa canggung yang tercipta. Carey dan Fareel cepat-cepat menghabiskan sarapan, sebelum akhirnya berpamitan dan berangkat ke sekolah.
∽介∽介∽介
Seperti biasa Casey selalu berangkat sekolah bersama Fareel menggunakan mobil. 15 menit perjalanan menuju sekolah yang ada hanya keheningan tercipta. Baik Casey yang sibuk dengan pikirannya sendiri atau Fareel yang sibuk konsentrasi menyetir.
Saat mobil terparkir sempurna di parkiran sekolah, barulah Casey melenggang keluar duluan sebelum Fareel keluar.
Gavin melambaikan tangan ke arah Casey, Casey ikut melambaikan tangan. Namun ternyata lambaian tangan itu bukan untuknya, melainkan untuk Edric yang kebetulan ada di belakang Gavin. Gavin hanya menghela nafas ketika Casey cuek melewatinya tanpa mantapnya sedikitpun.
“Hey,” sapa Edric.
“Hey,” balas Casey seraya tersenyum.
“Oh ya, aku lupa bertanya, kelasku dimana?” tanya Edric.
“X MIPA 5, di lantai dua. Kau sendiri?” tanya balik Casey.
“Yang benar saja, berarti kita sekelas!” ucap Edric antusias.
“Hah? Kau sekelas denganku?” tanya Casey seraya menunjuk dirinya sendiri.
“Iya.” ucap Edric gemas mengacak rambut Casey.
“Kau ini, sering sekali mengacak rambutku. Aku lelah merapikannya tahu!” desah Casey menyisir rambutnya dengan tangan, untung saja ia tak memiliki jenis rambut yang sudah di atur. Kalau iya, bisa susah dirinya menjaga tatanan rambutnya agar tak berantakan karena diacak oleh Edric.
“Kau serius sekelas denganku?” tanya Casey kembali. Edric membalasnya dengan anggukan kepala.
“Ikut aku kalau begitu,” ujar Casey kepada Edric. Edric hanya mengikutinya dari belakang tanpa membuka suara. Casey rupanya menuju kelasnya. Di kelas suasananya sangat gaduh, maklum saja beli masuk belum berbunyi.
“Guys..!!” sapa Casey sedikit berteriak di depan kelas. Seketika keadaan kelas menjadi hening. Semua pasang mata tertuju pada Casey juga Edric yang berada di sampingnya.
“Dia murid baru,” Casey menunjuk Edric. Casey memberi tanda untuk Edric agar memperkenalkan dirinya di depan kelas.
“Hai...” Edric membuka suaranya, suasana masih hening dan semua mata yang awalnya tertuju pada Casey berpindah padanya sekarang. “Namaku Edric Alfred Johnson. Kalian bisa panggil dengan sebutan Edric, salam kenal,” siswi perempuan kebanyakan berbisik pada teman sebangkunya, ada juga yang begitu antusias, hingga memberi tatapan berbinar pada Edric.
“Kau sudah punya pacar belum?”
“Nomor telepon mu berapa?”
“Rumahmu dimana?”
Masih banyak lagi sahut-sahutan tak karuan yang kebanyakan dilontarkan siswi-siswi. Casey hanya menggeleng melihat kelakuan teman-teman sekelasnya. Sementara Edric hanya tersenyum simpul. “Sudah jangan hiraukan mereka.”
∽介∽介∽介
Bel berbunyi, tandanya jam istirahat. Kebanyakan siswa dan siswi berhamburan menuju kantin.
“Ed, kau ikut ke kantin?” tawar Casey. Edric menggeleng. “Aku di kelas saja.” Casey lalu mengangguk-angguk sekilas sebelum ia berlalu bersama Stella.
Seorang laki-laki berdiri di ambang pintu, sorot matanya menatap tajam Edric. Ketika Edric mengalihkan pandangannya, kedua matanya bertemu dengan sorot mata itu. Edric menghampirinya di ambang pintu.
“Tak kusangka, aku bertemu lagi denganmu.” Edric menepuk pelan bahu lelaki itu. Namun, lelaki itu menepis tangan Edric kasar. “Berani sekali kau menampakkan wajahmu di depanku!” ucap lelaki itu tajam seraya menunjuk wajah Edric.
“Jika sekali lagi kau mengambil sesuatu yang berharga dariku, kupastikan kau tak bisa bernafas lega.” Ancam lelaki itu kemudian berlalu.
Edric hanya menatap punggung lelaki itu seraya tersenyum miring.
∽介∽介∽介

KAMU SEDANG MEMBACA
My Amazing Brother [Completed]
Novela JuvenilHidup Casey benar benar berantakkan saat kedua orang tuanya memilih bercerai dan menikah kembali. Ia menjadi gadis yang pemurung, suka mengunci dirinya di kamar, dan bahkan ia sering melakukan percobaan bunuh diri. Tapi hingga akhirnya ada seseorang...