34

2.3K 134 11
                                    

"Ya, kau dimana?" ucap Fareel yang emosinya sudah di ubun-ubun. Ia mengepalkan tangannya kuat dan memukul dinding yang ada di hadapannya.

"Aku di rumah, ada apa? Kau baik-baik saja kan Fareel?" tanya seseorang di sebrang sana.

"Ada yang ingin aku bicarakan, akan kujemput kau sekarang." Balas Fareel menutup telpon itu sepihak tanpa mendengar jawaban dari sang lawan bicara.

∽介∽介∽介

"Sebenarnya ada apa Fareel? Kenapa kau membawaku ke sini?" tanya Ulya tak mengerti karena Fareel membawanya ke sebuah restoran. Tadi, tiba-tiba saja Fareel menelponnya dan menjemputnya ke rumah. Untung saja Fareel teman dekat Ulya sewaktu masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Jadi, Bayu -Ayah Ulya- mengizinkan putrinya pergi bersama Fareel malam-malam begini. Tetapi tentu saja dengan catatan Fareel akan menjaganya dan mengantarnya pulang tidak larut malam.

"Edric tak henti-hentinya mencari masalah denganku. Dulu, Adikku yang menjadi korbannya. Sekarang Casey," Fareel memijat pelipisnya yang terasa pening.

Ulya menghela nafasnya. Sebenarnya ia juga tak tahu kenapa Edric bisa se-nekat itu hanya karena ia dendam pada Fareel. Bukannya jika ada masalah seharusnya mereka diskusikan bersama dengan kepala dingin? Edric malah mencari celah untuk membalaskan dendamnya.

"Kau belum menjelaskan semuanya pada Casey?" Fareel menggeleng.

"Aku tak tahu bagaimana cara untuk menjelaskannya pada Casey. Bukankah benar, aku memang seorang pembunuh?" Fareel menundukkan kepalanya.

Ulya memegang punggung tangan Fareel, memberikan kekuatan pada sahabatnya. "Clara pergi, karena sudah takdirnya. Tak ada yang perlu disalahkan, Fareel." Ulya memberikan jeda sebelum melanjutkan kalimatnya. "Dan Edric, kau tahu benar dia seperti apa. Sifatnya terlalu kekanak-kanakan karena dibutakan oleh perasaannya yang tak terbalas oleh Clara."

"Permisi, Nona dan Tuan. Ini pesanannya." seorang pelayan yang mengantar pesanan mereka dapat sedikit mencairkan suasana tegang.

"Lebih baik kau minum dan habiskan makananmu. Masalah Casey dan Edric kita bicarakan nanti ya. Kau pasti lapar, aku perhatikan kau semakin kurusan saja." Ulya menyengir, membuat Fareel tersenyum simpul.

Tiga puluh menit setelahnya mereka sibuk menghabiskan pesanan masing-masing. Lalu mereka mengobrol ringan.

"Sebaiknya masalah Casey, kau harus menjelaskan semuanya kepadanya. Dia harus tahu semuanya agar dia mengerti." saran Ulya.

"Iya aku akan menjelaskannya. Tapi aku harus membuatnya percaya dulu kepadaku." Fareel setuju dengan ucapan Ulya.

Ulya tersenyum dan mengangguk. "Kau pasti bisa melewati semuanya, Fareel. Aku yakin kejadian di masa lalu tidak akan terulang."

Fareel mengacak rambut Ulya gemas, ia baru menyadari sahabatnya itu bisa bersikap bijak juga. Sementara Ulya, ia sedikit mematung karena tindakan Fareel.

"Kurasa, sebaiknya kita pulang. Sebelum Ayahku mengamuk karena memulangkan anak gadisnya terlalu malam." Ulya tertawa dan memukul bahu Fareel pelan.

Saat mobil Fareel berhenti sempurna di depan halaman rumah Ulya, barulah Ulya turun. "Terima kasih traktirannya, bos!" ucap Ulya lengkap dengan cengirannya saat ia sudah turun.

Fareel mengacungkan jempolnya. "Dan terima kasih juga sudah memberiku saran, kau memang sahabat terbaikku." raut wajah Ulya berubah saat mendengar Fareel menyebutnya 'sahabat'. Iya, hanya sahabat. "Oh ya, titip salam ke Ayahmu, bilang terima kasih sudah mengizinkan aku membawa anak gadisnya." lamunan Ulya buyar dan dia tersenyum sambil mengangguk.

My Amazing Brother [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang