[Bagian 3] Klise

767 23 2
                                    


Hari ini, sejak pagi hujan turun begitu derasnya.Aku tak kuasa menahan dingin dan beberapa kali menggigil.Jam pertama sampai keempat, seharunya diisi dengan mapel olahraga.Tapi karena keadaan cuaca yang tidak memungkinkan membuat kami mengurung diri di dalam kelas dengan dibebani mengerjakan tugas Penjas sebagai ganti nilai.

Kami (aku dan ketiga temanku) sudah terlanjur berganti pakaian OR dari jam ke-1 dan saat ini kami malas menggantinya.Pak Hadi guru OR membebaskan aktivitas kami begitu jam ke-4 berbunyi, ahh senang sekali ...

“Gak mau ganti Ga?”tanya Dee yang sudah siap-siap membawa seragam putih abu.

“Gak ah males gue, kantin dulu aja yu,”Jingga menjawab sekaligus mengajak kami untuk pergi menuju kantin.

Jingga memang sepertinya sudah lapar, mungkin dia belum sarapan atau bagaimana, yang pasti sekarang ia sedang lahap memakan Nasi Goreng.Dee asik mengutak-atik ponselnya karena banjir tawaran endorse, Rachel?Dia sedang gabut dan mengalihkan seluruh perhatiannya dengan mendengarkan lagu melalui earphone sambil membaca cerita dari wattpad.

Lalu aku sendiri sedang membolak-balik menu minuman karena merasa ingin membeli meski tidak terlalu haus.

Kantin yang semula sepi mendadak buyar kesepiannya dengan suara gelak tawa beberapa orang, tawa yang muncul dari cowok juga cewek.Aku menoleh ke arah datangnya mereka.Pertama aku melihat squad Angel yang beranggotakan 3 orang, selanjutnya 2 orang laki-laki di belakang nya yang menurutku tidak asing, dan dua orang terakhir yang mampu membuatku sesak nafas mendadak.Maksudnya aliran darahku seakan tercekat dan mulutku terbungkam rapat.Jantungku berdebar namun bukan karena senang, melainkan sakit.

Aku hanya diam dengan lirikan matakku yang diperkecil karena tidak ingin kepergok sedang memperhatikan mereka, khususnya dua orang itu.Atlas dan seorang cewek yang aku tak tahu siapa dia.

Sekarang aku hanya bisa diam dan mengalihkan pandangan.

“Hazel?”tiba-tiba Jingga bertanya padaku.

“Hm?”aku mengangkat lagi kepalaku yang semula menunduk dan sekarang saling beradu tatap dengan kedua mata Jingga.

“Omg...”ucap Dee tiba-tiba.

“Gue gak percaya Atlas deket lagi sama Ritma,”Dee geleng-geleng dan tatapannya lurus ke arah meja yang diduduki Atlas dan yang lainnya tadi.

Aku hanya diam meski tak kuat ingin segera bertanya, kenapa?siapa?ada apa?

Jingga habis dengan sesendok nasi terakhirnya dan meletakkan garpu juga sendok di atas piring yang telah bersih.

“Gue kok gak aneh yah.Mungkin udah keseringan liat mereka jauhan terus deket lagi, ya persis kaya SMP,”jawab Jingga.Jawabannya berhasil membuatku melongo, jadi Jingga ini sudah satu sekolah dengan Atlas sejak SMP, lalu Ritma yang Dee sebut itu siapa?

“Kalian lagi ngomongin apaan sih?”akhirnya pertanyaan itu yang keluar dari mulutku.Ada makna ingin mencari tahu di balik itu semua.

“Enggak.Itu si Atlas,”jawab Jingga singkat.

Aku menghembuskan nafas perlahan-lahan, aku bingung karena Jingga hanya menjawab singkat dan tidak memberi celah untuk menceritakan sosok yang membuatku ingin dekat dengannya.

“Bentar deh.Bukannya Atlas bukan siswa sini yah?Kok rasanya sering banget ke sini,”

“Kalian, mending kita ke kelas deh, masa mau ngomongin orang, orangnya ada deket kita sih, gak logis tau gak,”ujar Rachel yang ternyata sedari tadi telah melepaskan earphone  nya.

“Ya udah yu!”

Aku mengikuti langkah mereka, untungnya ada Rachel yang mengsejajarkan posisi denganku dan Rachel cukup mampu menutupi sebagian tubuhku.Aku menghindar, aku tidak ingin bertemu pandang dengan Atlas.Rasa sakit semakin menjadi saat Ritma mengelus pelan rambut hitam Atlas yang basah itu.Ya, Atlas tidak melihatku sama sekali.Mungkin aku yang teralu berharap.

InfinityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang