[ Bagian 30 ] Promise Me

11 0 0
                                    

Mobil Dee membelok ke arah kanan setelah mendaki tanjakan terakhir keluar dari area perbukitan. Mobil memasuki area villa tak jauh dari belokan terakhir, pohon-pohon cemara tua menjulang rapi di sisi kiri dan kanan jalan seakan menyambut kita datang. Tepat setelah gerbang villa dibuka, mobil terparkir rapi dan mesin dimatikan, aku selesai dengan salah satu lagu di playlist favoritku.

"Akhirnya nyampe guys!" seru Dee semangat dari kursi penumpang depan. "Makasih ya, Pak" ucapnya tak lupa berterima kasih pada Pak Rahmat—supir pribadi Dee—yang mengantar kami sampai di sini.

"Sejuk banget," sahut Jingga sambil membuka pintu mobil.

Beberapa jam setelah Dee mengirimkan pesan itu, pikiranku tak bisa teralih dari memikirkannya. Bersyukur otak aku masih menerima alunan musik yang sepanjang jalan aku dengarkan. Tapi aku jadi tidak enak karena tidak banyak mengobrol dengan yang lain.

"Are you ok?" tanya Rachel begitu melihatku keluar dari mobil. Aku tersenyum, "I'm ok."

Aku menatap punggung Dee yang selangkah demi selangkah semakin jauh, menaiki anak tangga yang membawa kami menuju bangunan putih bergaya colonial, namun masih terdapat unsur semi modern itu. Jingga yang tak kalah semangat dari Dee memantapkan langkah  kakinya mengambil ancang-ancang menyusul Dee jauh di depan sana. Ketika jarak mereka kian berdekatan, terdengar suara tawa jenaka dari keduanya.

Seketika muncul kecamuk dalam batin, logikaku mengingatkan agar tidak seharusnya merusak moment persahabatan seperti ini hanya demi ego yang tidak seharusnya tumbuh.

Aku tidak ingin merusak moment ini hanya karena keegoisanku semata. Batinku yakin

"Masuk yuk," ucapku semangat seraya merangkul Rachel. Rachel yang terkejut seketika membulatkan mata menatapku. "Eh?" tanyanya seakan tak percaya aku yang tadinya murung tiba-tiba menjadi ceria.

"Yang masuk terakhir harus traktir mak—"belum selesai aku bicara Rachel sudah ngibrit lari duluan.

Bersamaan matahari yang semakin meninggi, pertama-tama aku harus menyelamatkan egoku ini lebih dulu. Bagaimana jika sudut pandangku berubah ke arah sisi positif, yaitu dengan adanya Atlas di sini, mungkin bisa menjadi sebuah kesempatan untuk memperbaiki keadaan.

"Fix lo yang traktir yah Zel!" teriak Rachel yang entah sejak kapan sudah berada jauh di depan sana dan berhasil memecah lamunanku sesaat.

"Awas lo Chel!" tak butuh waktu lama untukku mengejar keberadaannya dan entah kenapa aku bersemangat untuk lari sekuat tenaga.

Begitu masuk ke dalam Vila, aku mencari keberadaan Dee dan Jingga, sedangkan Rachel yang memang orangnya jarang berolahraga memilih untuk segera rebahan di sofa ruang tengah yang memang terlihat begitu nyaman.

"Kita makan siang sama apa ya?" terdengar suara Jingga dari arah dapur.

Aku melihat Jingga yang sedang duduk pada kursi kayu di depan nakas berbahan keramik, pandangannya tertuju pada halaman belakang, antara halaman belakang dan dapur terhubung oleh jendela cukup lebar berbingkai kayu jati.

"Baru juga nyampe sih, Ga. Kenapa lo udah lapar lagi?" jawab Dee balik bertanya, sementara tangannya tengah sibuk memasukkan makanan dari kantong kresek belanjaan ke kulkas besar berwarna hitam dan perak di pojok ruangan.

"Waw, halaman belakangnya luas banget, ada taman bunga juga," ucapku semangat begitu melihat halaman belakang dari arah yang sama dengan Jingga, bak permadani hijau yang diisi oleh taman bunga warna-warni.

"Bagus ya Zel, tamannya. Emang spot favorit sih, instagramable juga," jawab Dee merespons dengan semangat ucapanku.

"Itu bunganya boleh dipetik ga? Gua liat ada vas bunga di ruang tengah tadi, tapi masih kosong." Kataku sekaligus bertanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 21, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

InfinityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang