[ Bagian 11 ] Rafa Rachel

398 18 0
                                    

~Jangan lupa voment,
Happy Reading ~

~♥~

Aku menatap Atlas. Luka di sudut bibirnya masih ada. Kenapa aku begitu egois hingga lupa untuk mengobati lukanya kemarin itu. Kenapa aku terlalu kalut dengan kesedihan?

“Kenapa kamu hilang? Gak balas telponku dan sms. Tidak menghubungiku sama sekali,” katanya kalem. Suaranya tak seramah yang pernah ada. Tidak ada ekspresi ceria lagi. Tapi aku menduga, ia sedang khawatir saat ini.

Aku menghela nafas berat. Apa yang akan terjadi di pembicaraan kita kali ini? Apa dia akan mempertanyakan alasan aku menghilang? Apa dia akan mendugaku menjauh darinya?

“Kenapa kamu ke sini? Di sini bahaya.”

Atlas tersenyum miring,”Bahaya? Apa yang harus ditakutkan?”

Aku tertegun. Lemah, dasar lemah kamu Hazel.

“Aku gak takut apapun Hazel. Jangan kamu berpikir kejadian kemarin itu karena kamu.”

Hatiku mencelos. Benar memang kalau aku terlalu menyalahkan diriku sendiri. Aku tidak bisa berpikir jernih saat ini. Aku hanya bisa mendengar apa yang ingin Atlas ungkapkan.

“Jangan menghilang lagi. Jangan jauhi aku,” Atlas mendekat dan tatapannya semakin meminta.

“Aku takut seperti kemarin lagi. Aku tidak ingin kamu datang ke sekolah lagi,” kataku tegas. Aku menunduk menahan tangis.

“Jadi aku gak boleh sesuka hati ketemu kamu?” tanyanya.

Atlas menggeleng,”Padahal hal itu malah akan membuatmu sedih.”

Aku menatapnya. Jarak kami cukup dekat, aku bisa mendengar sedikit deru nafasnya.

“Lebih baik seperti itu daripada kamu terluka lagi,” kataku berusaha meyakinkan.

Sulit rasanya jika harus bersikap tenang dan tak peduli. Karena apa? Aku sadar bahwa aku menyayanginya.

“Aku gak suka hidupku dikekang. Aku gak suka dibatasi, apalagi untuk mendekatimu. Aku tidak perlu dilindungi karena aku bisa menjaga diriku sendiri,” Atlas mengucapkan kalimat itu dengan penekanan. Bisa aku rasakan bahwa itu adalah apa yang ia rasakan dan inginkan.

“Bahkan, jika kamu terluka dan membuatku sedih, kamu bakal diem aja? Sama aja bohong.”
Aku harap ia mengerti dengan apa yang aku inginkan. Aku cuma ingin dia tidak terluka.

“Tapi aku yakin gak akan seperti itu. Aku gak akan lakuin hal bodoh yang bikin kamu sedih. Coba kamu pandang dari sudut yang berbeda. Maka kamu gak akan berpikiran seperti itu lagi.”

Aku terdiam cukup memikirkan perkatan Atlas. Prinsipnya sama kerasnya dengan prinsipku. Aku percaya Atlas bisa menjaga dirinya sendiri. Aku juga percaya bahwa ia takkan membuatku bersedih.

Sementara itu, perlahan aku sadar bahwa sikapku terlalu berlebihan. Bahkan terlihat kekanakan.

“Kamu mengerti sekarang?” tanyanya.

Aku mengangguk pelan.

“Iya, aku ngerti.”

Aku menatap matanya lagi. Atlas tersenyum.

“Tapi untuk malam ini dan besok. Jangan hubungi dan temui aku dulu.”

Senyumnya perlahan menghilang, tapi ia mengangguk kecil.

“Okey.”

Aku beralih melihat seseorang yang berdiri tak jauh dari belakang Atlas. Aku tahu Elza telah berdiri lama di sana. Mungkin ia telah mendengar percakapan ini sejak awal.

InfinityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang