[ Bagian 17 ] Perpisahan pt.1

355 18 0
                                    

Aku cuma mau bilang terima kasih banyak atas semua reader yang udah setia nunggu Infinity. Masih setia untuk penasaran tentang kisah Atlas dan Hazel. Happy reading :) don't forget to vomment.

~♥~

Setelah aku ketahuan gak sekolah. Atlas belum menghubungiku lagi. Ya mungkin hal itu terjadi kurang lebih 5 jam yang lalu, karena sekarang aku sedang berada di rumah Jingga. Bersama dua makhluk bin ajaib yang tak lain adalah Dee dan Rachel.

Entah kenapa tiba-tiba sekolah memulangkan mereka tepat jam 1 siang. Tidak seperti biasanya sekolah full sampai jam 3 sore. Kalau kata Jingga, pulang cepet untuk dipake istirahat. Tapi apa yang terjadi adalah tidak ada kata istirahat untuk mereka setelah mengetahui bahwa aku akan kembali ke Amerika beberapa hari.

“Jadi lo belum bilang ke Atlas?” tanya Jingga.

Aku mengangguk. Mereka semua diam. Terlihat berpikir.

“Yakin lo gak mau ngasih tau?” lanjut pertanyaan dari Dee.

Bukan. Bukan itu maksud aku. Ya pasti aku akan memberitahu Atlas. Tapi masih terasa belum siap.

“Nanti pasti dia tau kok.”

Mereka semua menyimak sambil mengangguk. Besok, aku ingin 1 hari full dengan Atlas. Walapun kita cuma bisa jalan sepulang sekolah. Gak apa-apa, yang penting ketemu.

Kami semua kompak mengecek ponsel masing-masing karena terdapat notif yang datang dari grup kelas. Tak lain adalah soal tugas. Rachel beranjak duluan untuk mengambil minum di meja belajar.

“Tugas yang ini kan udah pernah dikasih,” gumam Jingga.

Kami semua mengangguk. “Ya udah, kalau udah dikerjain, gak usah ngerjain lagi,” respon Dee.

Uhuk!

Rachel tersedak kencang. Mampu mengalihkan perhatian kami.

“Batuk yang kenceng biar ilang!” kataku sambil seraya menepuk-nepuk pelan punggung Rachel.

“Pelan-pelan kali ah kalo minum tuh. Untung airnya kagak keluar semua.” komentar Jingga.

Sesaat setelah batuk Rachel berhenti. Gadis itu kini menatap Jingga lekat.

“Kok lo gak pernah bilang Brian tetanggaan sama lo?”

Spontan pertanyaan Rachel mampu membuatku dan Jingga saling tatap.
Jingga diam. Kaku.

“Oh gue ngerti sekarang,” tambah Rachel.
Dee yang penasaran kini telah beranjak dan menatap ke arah jendela. Ya. Tepat di depan rumah Jingga adalah rumah Brian.

Saat ini cowok itu baru saja membuka gerbang dengan motor juga seragam yang masih melekat di tubuhnya.
Kami diam. Tapi Dee relfeks berjingkrak-jingkrak.

“OMG! OH MY NO! OH GOD! Jingga, lo yang selama ini sebangku sama gue, tega banget gak cerita apa-apa?" Dee adalah sosok yang selalu menjadi yang paling lebay.

“Ya udah sih. Gak ada yang perlu diceritain,” jawab Jingga berlagak cuek.

“Ya jelas ada lah ! Waktu Brian nembak lo, pasti berawal dari sesuatu kan. Dan ini sesuatunya itu,” kata Dee mencoba memancing Jingga.

InfinityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang