[ Bagian 12 ] Kesempatan Emas

422 22 0
                                    

Pukul 7 pagi. Seluruh siswa kelas 10 dan 11, sudah diperkenankan hadir di sekolah. Demi menghindari keterlambatan jalannya acara.

Aku yang untungnya berpapasan dengan Jingga, memilih pergi ke kantin terlebih dahulu. Sekedar membeli jajanan ringan untuk mengisi perut kami.

“Lo udah punya daftar acara nya, Ga?” tanyaku cepat. Melihat Jingga meraih sesuatu dari saku depan tasnya.

Jingga mengangguk,”Yash betul.”

Aku tidak bisa menahan diri untuk kepo. Aku penasaran, akan seperti apa kegiatan hari ini dan esok. Lalu, yang membuat aku lebih penasaran lagi, bagaimana panitia bisa menyatukan GIS dengan GN yang notaben nya udah was-was banget takut terjadi keributan.

“Jadi nanti grup putri GIS bakal digabung sama grup putra GN?” tanyaku cepat begitu sesaat membaca sekilas susunan acaranya.

Jingga mengangguk pelan, sebelum ia menjawabku, ia sempatkan untuk meminum terlebih dahulu teh hangatnya.

“Gue juga gak tau ikut bareng kalian atau jadi panitia.”

Aku menghela nafas berat. Kecewa. Kenapa Jingga enggak ikut aja? Dia kan sama-sama siswi. Lagian, bukankah yang menjadi panitia adalah sebagian guru-guru dan alumni dari tiap ekskul.

Tapi lagi-lagi aku memikirkan posisi Jingga yang tak kalah penting. Apalagi dengan kegiatan outdoor seperti ini.

“Kaliannn! Kalian-kalian...” Dee berjalan setengah berlari ke arah kami. Ada Rachel juga di belakang dengan jalan yang lebih santai.

“Kita se bis sama IPA 1,” katanya tiba-tiba.
Aku yang baru saja ingin mengatakan apa, malah sudah terlonjak kaget.

“Uhuk!” Disusul Jingga yang tersedak minumannya.

“Serius lo?” tanyaku memastikan.

Dee membuka ponselnya. Lalu memperlihatkan foto kepada kami. Itu foto daftar kelas dan bis mana yang akan ditempati.

“Tadi gue sama Rachel baru aja lihat di mading. Baru banget ditempel soalnya,” kata Dee menjelaskan.

Rachel baru sampai dan duduk di depanku. Ia tidak berkata apa-apa seolah tidak ada sesuatu yang heboh. Berbanding terbalik dengan Dee yang hebohnya bukan main.

Kalau gitu. Berarti kemungkinan ada Brian, Elza dan temen-temen yang lain di bis kami. Ini mungkin bisa jadi kesempatan Brian untuk mendekati Jingga. Tapi, aku tidak bisa membantunya. Dia sama sekali belum meminta maaf padaku, atau, berbicara sepatah dua kata pun tidak. Dan aku bukan tipe orang yang bisa memulai duluan.

“Oh, pantesan,” ucap Jingga tiba-tiba seraya menepuk meja pelan.

“Apa?” tanya Dee cepat.

“IPA 2 dikitan yang ikut. Kemungkinan mereka dicampur sama kelas yang sedikit juga yang ikut. Jadi, kita bisa bareng sama IPA 1.”

Aku dan Dee mengangguk pelan. Paham akan apa yang terjadi. Padahal kami kira akan satu bis dengan kelas IPS 1.

~♥~

“Zel, tunggu.”

Seseorang memanggilku begitu aku keluar dari kamar mandi. Aku mengenali suara itu, membuatku enggan menoleh.

“Maafin gue,” cegah Brian memegang pergelangan tanganku.

Ku tepis pelan, “Gak usah pegang-pegang.”

Brian bergeming, diam sejenak.

“Gue gak tau lo deket sama Atlas.”

Aku menangkap ekspresi tulus dari dirinya. Lalu, jika dia tahu sedari awal bahwa aku dekat dengan Atlas. Apakah dia akan mengurungkan niatnya untuk memukul Atlas. Tapi aku sudah tidak ingin membahas hal itu. Aku menghindari segala hal yang bisa merusak kesenanganku hari ini.

InfinityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang