Setelah pulang dari bukit. Aku dan Atlas tidak lagi menghabiskan waktu bersama karena aku yang berusaha keras untuk pulang, kembali ke Tenda, takut teman-temanku mencari.
Atlas juga sepertinya hendak melakukan sesuatu. Jadi, ya sudah, kami berpisah.
Tapi, sampai di Tenda, dugaanku melenceng. Aku tidak mendapatkan amukan mereka yang ku kira akan marah-marah karena aku menghilang. Tapi yang ada adalah Jingga yang sedang marah-marah di dalam Tenda, entah kenapa.
Ditemani Dee yang mengusap-usap lembut bahunya dan Rachel yang terlihat duduk dengan kaki diselonjorkan.
“Hallo Guys! I’m coming!”
Hanya itu yang bisa aku lakukan. Semata-mata untuk mencairkan suasana.
“Udah pacarannya?” tanya Rachel tanpa menoleh. Ia bertanya masih dengan menatap layar ponsel.
Kalau boleh jujur, aku rasa itu bukan sebuah pertanyaan. Tapi lebih ke sebuah sindiran. Dan faktanya aku tidak suka.
“Siapa yang pacaran?” tanyaku. Ingin kubuat pertanyaan itu dengan nada ketus. Tapi aku tidak bisa. Aku malah membuatnya seperti benar-benar pertanyaan dan bersikap bodoh pura-pura tidak tahu bahwa sebenarnya memang aku yang Rachel sindir.
Tapi Rachel tidak jawab. Jadi aku langsung bertanya pada Jingga yang entah kenapa seperti sedang marah.
“Kenapa Ga? Lo diapain?” tanyaku to the point.
“Jingga ditembak Brian,” jawab Dee.
HAH?!
GILA!
“Maksud lo?” tanya aku kaget dan melotot tak percaya.
“Brengsek! Sama aja tau gak, dia ngerendahin harga diri gue!”
Sekarang Jingga berteriak. Bisa aku lihat dari raut wajahnya, Jingga memang benar-benar sedang marah. Aku tidak menyangka bahwa Brian akan melakukan hal bodoh seperti ini. Memangnya apa sih yang dia pikirkan? Dia takut Jingga diambil orang?
“Gue masih gak ngerti deh Ga. Lo emang lagi pdkt yah sama Brian?” tanya Dee.
“Enggak! Gue gak pdkt sama dia!” sentak Jingga.
Dee terlonjak kaget karena Jingga teriak begitu kencang.
“Berisik tau gak! Mending lo ngomong sana sama Brian. Marahin dia. Daripada ngamuk gak jelas di sini,” ucap Rachel kesal.
Alisku bertaut. Ya ampun nih anak satu bukannya nenangin sahabatnya, malah ngomporin.
“Lo tuh emang gak ada empatinya banget yah Chel. Liat orang lagi marah kaya gue bukannya ditenangin. Malah dikomporin. Lo tuh emang gak punya perasaan. Gak pernah disaring kalo ngomong,” timbal Jingga yang kini sumbu amarahnya terbagi antara Brian dan Rachel.
“Iya! Gue kan emang gitu, lo tau mungkin,” jawab Rachel tanpa merasa bersalah.
“Aduh, ini kok malah kalian yang bertengkar,” sela ku segera menghentikan percekcokan ini.
“Gue aja yang ngomong sama Brian. Lo mau ikut Chel?” sambungku lagi dan diakhiri dengan mengajak Rachel. Biar apa? Biar tahu kalau ngomong ke orang tuh gak segampang yang dia suruh.
“Gak, ngapain. Gue gak punya masalah sama dia,” jawab Rachel enteng.
“Tapi sahabat lo yang lagi punya masalah sama dia. Sahabat lo yang harusnya lo belain,” jawab aku kesal dan tanpa menunggu tanggapan dari siapapun, aku langsung pergi meninggalkan Tenda dan menuju Brian.
Entah apa yang terjadi dengan gadis itu. Tapi Rachel sungguh menyebalkan hari ini.
~♥~
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity
Teen Fiction#1 INFINITY 25/06/18 #2 INFINITY 26/06/18 Gimana rasanya pacaran dengan cowok yang beda sekolah? Ditambah lagi dia seorang bad boy. Hal itu bagi gadis bernama Hazel bisa diterima. Tapi, latar belakang sekolahnya dengan cowok itu tidaklah baik, malah...