[ Bagian 19 ] Pertengkaran

343 11 0
                                    


"HAZEL WOYY!!! EH LO GUE KANGEN TAU GAAA!!!"

Aku terlonjak kaget dan mencopot sesaat earphone dari telinga karena mendengar teriakan Dee yang menggelengar itu. Mereka iseng menghubungiku lewat video call. Kalau di sini, jam 6 pagi. Kalau di tempat mereka mungkin jam 5 sore.

"Gila lo teriak kenceng banget! Telinga gue sakit tau!"

Omelku berlagak marah dengan memasang tampang yang menakutkan. Tapi Dee hanya cekikan di sana.

"Eh lo tau gak gue dimana?" tanya Dee. Dahiku mengkerut lalu menggeleng. Aku tidak tahu karena memang seluruh layar hampir terpenuhi oleh wajah Dee. Gak keliatan sama sekali dia lagi dimana.

"Mana bisa gue liat kali ah. Orang muka lo zoom banget. Layar gue penuh sama muka lo," cibirku masih berpura pura kesal.

"HALOOO HAZELLL... HALO HALO!"

Sekarang gantian aku mendengar suara berisik Jingga. Ada juga suara Rachel yang mencicit kecil bercampur tawa.

Lalu layar bergerak menampilkan interior ruangan yang aku mengenali nya. Eh, bentar, mereka lagi di mana?

"Hazell!!! Kita kita lagi di rumah Atlas. RUMAH ATLAS WOY!" teriak Jingga bersemangat. Lalu ponsel Dee ia rebut begitu saja dan menunjukkan padaku sekeliling kamar Atlas.

"Itu Atlas tuhh," tunjuk Jingga. Aku hanya dapat tertawa merasa geli sendiri. Gak tau kenapa tiba tiba seneng gini. Lihat mereka datang dengan sengaja jenguk Atlas. Mereka kan gak pernah ke rumah Atlas, apa Rafa yang nganterin?

Jingga menunjuk Atlas yang terduduk di ranjang. Atlas tersenyum dan terdengar mengatakan sesuatu, tapi karena berisik jadi gak kedengeran jelas.

"Hah, dia ngomong apa sih?" aku mencoba mendengarkan lebih seksama.

"Dia kangen lo. Cepet pulang katanya," sahut Jingga.

Aku hanya bisa tersenyum. Ah, padahal baru nyampe. Tapi rasanya pingin balik lagi ke sana gimanapun caranya. Kalau udah nyaman tuh gini. Susah lagi buat pisah walau sebentar.

"Bilangin cepet sembuh. Aku udah kangen lagi," kataku penuh penekanan. Jingga meneruskan perkataannku. Sembari berjalan mendekat dan sekarang layar ponsel sudah dipenuhi oleh wajah Atlas.

Aku memekik kecil dan menutup mulut, "Atlassss," panggil ku senang pake melambai lambaikan tangan.

"Kangen yahhh... Sama dong."

Aku hanya mengangguk ngangguk gemas, "Bangetttt!"

Selanjutnya ia hanya terkekeh. Woah. Aku terpana lagi dan lagi.

Lagi sakit aja ganteng, kataku memuji. Sambil terus menggigiti sweater abu yang ku pakai.

"Mau ngomong sama Hazel dong."

Suara Rachel akhirnya terdengar lebih jelas. Ponsel beralih dipegang Rachel, dan wajah sipit itu sudah mendominasi layar.

"Gak ada lo gue duduk sendiri," katanya sambil manyun.

Lagi lagi aku terkekeh sendiri. Lalu mengulum bibir menahan senyum, "Bilang aja lo seneng gak ada gue," kataku ketus.

Rachel cuma geleng geleng kecil,"Beneran nih. Eh mahal loh dikangenin gue," katanya percaya diri.

Aku mendelik dan menjulurkan lidah mengejek. Rachel hanya berdeham kecil sosoan cool. Wajah innocent nya masih terpampang di sana.

"Dasar tsundere," celetukku.

"Nenek lampir," balasnya gemas.

Dan aku akhirnya tertawa. Rachel juga akhirnya ikut ketawa dan sesekali mulutnya bergerak mencibirku. Rachel beralih duduk dan mengambil sesuatu semacam kue di bawah sana.

InfinityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang