"Kau tak apa?" Tanya David khawatir.
"Kenapa? Apa ada yang salah denganku?" Nanda bertanya balik.
"Kau terlihat pucat. Istirahatlah sisanya biar aku--"
"Lisa. Dimana dia?" Nanda memotong ucapan David.
"Lisa? Dia izin tidak masuk hari ini. Sepertinya ia sakit karena terlalu banyak minum." David menatap Nanda. "Dia tak menghubungimu?"
"Di-dia menghubungiku." Jawabnya bohong.
"Kenapa? Kau bertengkar dengan Amara karena pulang begitu larut? Atau kau--"
"Tidak David. Tidak. Kami baik-baik saja." Nanda tersenyum tipis. "Ah, aku merindukannya."
Semalam ia mendapati Amara tidur di sofa ruang tamu. Nanda bertanya kepada Wily, Amara beberapa kali mengelilingi ruang tamu. Hingga akhirnya ia lelah dan terlelap di sofa. Nanda serasa ingin meleleh mendengarnya.
"David tanggal berapa sekarang?"
"19. Kenapa?"
"Apakah jadwalku padat?"
David mulai membuka buku berukuran kecil. "Em.. sangat padat untuk seminggu kedepan. Dan kau tak bisa membatalkannya. Rata-rata rapat dan pertemuan penting."
Nanda merasa ingin menangis. Apa yang harus ia katakan kepada Amara bahwa ia tak bisa menemaninya pergi ke Paris? Istrinya pasti akan sangat sedih.
*****
Amara bersenandung riang memilah-milah baju yang akan ia bawa ke Paris. Ia begitu bahagia sampai ingin mati rasanya. Walaupun jadwal penerbangan masih tiga hari lagi, semangatnya sudah berkobar-kobar.
Ia sudah membongkar setengah isi lemarinya. Tapi, ia merasa tidak menemukan satu baju pun yang cocok dengan penampilan orang Paris. Wajahnya tertekuk.
"Amara hey!!!"
"Lo! Ketuk dulu napa sih kalo masuk!" Amara melemparkan tatapan kematian ke arah Diana.
"Orang pintu lo gak di tutup kok." Matanya melirik ke arah pintu."Eh ini baju kenapa lo hamburin gini? Mau lo bakar?"
"Lo ngapain btw kesini?"
Diana merapikan poninya. "Bosen gue di rumah. Brian marahin gue mulu masa. Gue duduk, dia marah. Gue ke dapur, dia marah. Gue ke depan, dia marah. Semua yang gue lakuin salah di mata dia. Kesel ih." Wajahnya tampak sedih. "Padahal malem tadi udah gue kasih." Sambungnya dengan nada pelan.
Elah ni bocah malah curhat. Batin Amara. "Terus kenapa lo kerumah gue?"
"Secara rumah kita kan deket. Yakali lo nyuruh gue kerumah Levy atau gak Manda."
"Eh, ini kan baju lo zaman SMA. Emang masih muat?" Tanya Diana tak percaya.
"Dih, suka-suka gue. Ini baju kesayangan gue." Amara membela diri.
"Omg hellow.. Lo nikah paling cepet plus paling lama di antara kita, masa badan lo gak tambah besar sih?" Diana memelintir rambutnya. "Kalo di perhatiin, dada lo makin besar aja." Ia tersenyum genit.
"Dih, paan sih. Main liat punya orang aja. Porno ya lo dasar." Amara memutar bola matanya. "Mending lo pulang anjir. Gue telpon Brian oke biar jem--"
"Jangan! Rese lo ish.. Jangan ya Amara syantik quuuh.." Mohon Diana. "Eh kamar lo bagus juga kalo di perhatiin.
"Mending lo turun ke bawah aja deh." Amara tersenyum.
"Senyum lo seram banget. Iya deh gue ke bawah." Diana pun beranjak dan berlari keluar kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Wedding?
Teen Fiction[SELESAI] 💠Sequel dari "Move On, Atau?"💠 "Menyenangkan sih. Hidup berdua sama si Bego." -Amara. "Gue? Yang pasti seneng banget lah. Secara tiap hari gitu kan ngeliat muka unyu dia." -Nanda. Tak lupa dengan para sahabat Amara yang selalu hadir se...