15

4.3K 155 7
                                    

Seminggu setelah mereka bertengar, Nanda jadi jarang pulang kerumah. 24 jam waktunya ia habiskan di kantor. Pria itu pulang hanya untuk mengambil beberapa berkas yang di perlukan. Amara tau dari Wily. Suaminya itu selalu pulang di pagi buta. Jelas Amara masih terlelap.

Duduk di ruang tengah dengan televisi menyala. Tangannya bergerak perlahan memasukkan cemilan ke dalam mulutnya. Ia melamun. Ntah sudah berapa lama ia duduk. Cemilannya pun tak kunjung habis.

Sampai ponselnya berbunyi, lamunannya buyar seketika.

"Sayang?!"

"Dih. Najis."

Hatinya yang semula berbunga-bunga, berubah kembali menjadi tandus. Di lihatnya nama seseorang yang menelpon,

Levy.

"Sebegitu galaunya ya lo?"

Amara menghela nafas.

"Sampai lo gak di bolehin ke kantor"

Ia menghela nafas lagi.

"Yuk jalan."

Lagi... ia menghela nafas... lagi.

Terdengar suara Levy meringis. "Buru siap-siap. Gue otw."

Telpon terputus.

"Lo harus hutang budi nih sama gue, Nan." Gumam Levy seraya memakai kacamata hitamnya. "Gue ganti kerjaan aja kali ya?"

"Buka jasa penitipan istri."

Ujung bibirnya tertarik sedikit. "Konyol."

*****

"Apa lagi?"

"Itu satu lagi dong yang di pojok sana!"

Levy menuruti perintah Amara tanpa berkomentar. Ia memasukkan koin dan mulai menggerakkan mesin ke boneka tujuan. Tanpa harus mengulang beratus kali, Pria itu mendapatkannya dengan sangat mudah.

"Apa lagi?" Ucapnya setelah memberikan boneka berbentuk gajah itu. Boneka ke-30 yang ia dapat hari ini. Boneka yang lain? Amara dengan senang hati memberikannya secara cuma-cuma kepada anak-anak yang memperhatikan mereka sadari tadi. Alasannya klasik, Ia tak menyukai bentuknya. Jelas-jelas ia merengek keras memerintah untuk mengambilnya.

Levy menghela nafas.

Wanita memang sulit mengerti.

"Yey!" Sorak Amara senang. "Oke gajah, nama kamu sekarang adalah Lema!"

Sebelah alis Levy terangkat. "Lema? Jelek banget."

Amara menoleh sambil melotot. "Serah gue lah! Boneka gue kok."

"Yang ngambilin siapa coba, hm?"

"Y-ya... Lo lah! Karena gue gak bisa main makanya nyuruh lo." Gumam Amara.

Levy berdehem anggun. Sebenarnya ia ingin tertawa sekencang-kencangnya. Tapi demi citra dan pesona, ia tahan.

"Lema.. Levy Amara. Gitu maksud lo?"

Ya elah.. ni orang kenapa pinter banget sih. Apa gue yang bego ya? Amara menatap Levy ragu-ragu. "I-iya! Puas kan lo! Tuh liat betapa mulianya hati gue ngasih nama--"

"Terserah. Intinya tetap jelek bagi gue." Levy menyibakkan rambutnya.

Bagi para wanita yang ada di sana, dunia serasa berhenti. Mungkin mereka melihat banyak kilauan di belakang Levy saat ini.

Kecuali...

"Ewwhh..." cibir Amara sambil memasukkan Lema ke dalam tasnya. "Sok ganteng."

"Gue boleh nanya gak?" Levy melirik di balik kacamata hitamnya.

After Wedding?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang