"NANDA!!!!!"
Suaranya membuat aktivitas orang di sana terhenti sejenak karena terkejut sekaligus penasaran. Amara berlari kencang menerobos banyaknya orang berlalu lalang dan meninggalkan kopernya begitu saja saat melihat Pria yang sangat ia rindukan duduk di kursi tunggu memakai kacamata hitam kesayangannya. Kenapa Amara tau? Karena di matanya dia bercahaya.
Nanda yang sedang fokus bermain game pun terkejut ketika mendengar teriakan yang mengalahkan pengeras suara di Bandara itu. Ia menyimpan Ponselnya lalu merentangkan tangannya lebar-lebar. Wanitanya itu melompat dan memeluknya sangat erat. Ia menghirup bau Calogne itu dalam-dalam. Wanginya begitu menyejukkan hati.
Amara menginjakkan kakinya ke lantai. Matanya menatap lekat wajah Pria menyebalkan itu. Walau hanya berpisah 3 hari, hatinya terus mengemis rindu.
"Ngomong-ngomong, Koper kamu mana?"
Ko... per?
"Ta... tadi aku pegang terus--"
"Koper." Levy tersenyum.
"Koper!" Amara berlutut memeluknya. Tidak bisa di bayangkan betapa sedihnya ia jika koper biru mudanya itu hilang.
"My Brother." Nanda memberi pelukan kepada Levy. "Damn men, Damn. Thanks so much."
"Urwell." Jawabnya sambil tertawa. "Gue ada beliin lo kacamata. Ada di koper Amara."
"Shit.. Lo paling bisa buat gue mau nangis." Nanda memeluk Levy sekilas.
"Dih suka banget pake kacamata hitam. Gak jelas." Cibirannya mendapat tatapan tajam dari Nanda dan Levy.
"Jangan kaget lo ntar liat tagihan," Levy berbisik. "Sumpah, ini gak sedikit." Mengingat mereka pergi ke Paris dengan dua koper. Lalu kembali dengan empat koper.
Nanda tertawa mendengarnya. "Really?!" Levy mengangguk. "Really."
Kedua Pria itu asik dalam dunia mereka. Berbicara bisnis, fashion, hewan, game, bahkan mereka membahas merk kacamata hitam yang sedang trend akhir-akhir ini....
Astaga, apa bagusnya sih kacamata hitam? Amara mengela nafasnya kasar. Ia yang duduk di kursi tengah hanya meremas Squishy dengan gemas karena merasa tidak di perhatikan. Dirinya mencoba mengerti, tapi otaknya tak mampu mencerna. Obrolan mereka terlalu berat.
Levy turun di depan gedung apartemen mewah. Entah apa alasannya memilih tinggal di sana daripada di rumahnya sendiri. Kedua pria itu bersalaman lalu berpelukan singkat. Amara menempelkan wajahnya di kaca mobil sambil memperhatikan mereka. Ia menurunkan kaca karena mendapat perintah dari ketukan jari Levy.
"Dah gue pulang." Cubitan keras berhasil menutup rapat lobang hidungnya.
"Lo kira gue--!! Aw....." Rasa perih di hidungnya semakin menjadi. "Sayang banget gue gak bawa novel." Pria itu tersenyum manis.... ralat, tersenyum jahat.
Setelah Levy menghilang di balik pintu gedung, Nanda memasuki mobil lalu menyalakan mesin.
"Uuu.. kacian... cini peyuk dulu." Katanya saat melihat hidung Amara yang memerah.
"Alay overload," cibir Amara kesal. "Beliin eskrim ntar."
"Udah di bilang alay, minta eskrim lagi. Tidak adil!" Ucap Nanda dramatis.
"Lah terus?"
"Mintanya yang imut dong sayang."
Amara mengusap wajahnya kasar kemudian menghela nafas. Nanda menatapnya dengan mata berbinar.
"Cayang.. aku mau esklim. Beliin ya!" Kata Amara menirukan suara seperti anak kecil itu.
"Wuaa lucu banget!" Tangannya mencubit pipi Amara gemas. "Oke!"
KAMU SEDANG MEMBACA
After Wedding?
Teen Fiction[SELESAI] 💠Sequel dari "Move On, Atau?"💠 "Menyenangkan sih. Hidup berdua sama si Bego." -Amara. "Gue? Yang pasti seneng banget lah. Secara tiap hari gitu kan ngeliat muka unyu dia." -Nanda. Tak lupa dengan para sahabat Amara yang selalu hadir se...