13

4.1K 157 0
                                    

"Mama kok gak nelpon kalo mau kesini? Kan Nanda bisa jemput." Nanda mencium sekaligus memeluk mertuanya itu.

Wanita paruh baya itu tersenyum. "Sekali-kali Mama kasih suprise," Tangannya mencubit gemas pipi Nanda. "Amara mana sayang?"

Raut wajahnya berubah menjadi pucat. "Ama... ra?" Terlihat Mamanya itu mengangguk. "Di kamar Ma... ti...dur... mungkin..." Nanda melemahkan suaranya.

"Ya Ampun Nanda! Kenapa kamu gak marahin dia! Bisa-bisanya dia belum bangun jam segini!" Nanda hanya bisa pasrah karena ia tau hal ini pasti terjadi ketika Mama mengunjungi rumah mereka. Nanda menghela nafas saat melihat punggung wanita itu perlahan hilang menaiki anak tangga.

"Amara! Ya ampun! Bangun! Ini udah siang! Gak ada ceritanya suami bangun duluan! Amara! Bangun!"

Amara mulai menggeliat di balik selimut tebalnya. Hatinya merasa rindu dengan omelan khas dari Mamanya itu. Tapi, di sisi lain ia merasa kesal karena teriakan Mama selalu menjadi monster di mimpinya lalu menghancurkan semuanya.

"Isshh Mama... bentar lagi napa.."

"Amara bangun nak cepat!"

"Ara capek Ma..."

"Capek ngapain kamu?!"

"Capek main turnamen..."

Mama mengerutkan keningnya. "Turnamen? Kamu masih main PS? Iya?!"

"Ishh Mama rese deh! Ara pemenang... ronde.... dapat hadiah... tidur..." Amara kembali terlelap.

"Bangun Amara!!"

*****

"Mama kalo mau kesini bilang dulu kek dari jauh-jauh hari." Gerutu Amara sambil menyuap sarapannya. 

"Kenapa? Supaya kamu gak kepergok bangun siang lagi sama Mama? Iya?" Amara memutar bola mata mendengar ucapan pedas Mamanya itu.

"Nanda, Marahin Amara tiap hari kalo dia masih kaya gitu. Telpon Mama kalo perlu.. Gak ada istri pemilik perusahaan kaya kamu Amara. Gak ada." Ucap Mama penuh penekanan.

"Kita masih muda juga.. issh" gerutu Amara seraya menusuk-nusuk nugget lalu memasukkannya ke dalam mulut.

"Muda?!" Mama melotot. "23 tahun itu bukan muda Amara! Seharusnya sekarang Mama sudah punya 5 cucu!"

Amara yang mendengarnya tiba-tiba tersedak begitu juga dengan Nanda yang sedang meneguk teh hangatnya.

"Li-lima?" Gagap Amara.

"Cu... cu?" Sambung Nanda tak kalah gagapnya. Kemudian mereka saling pandang.

"Kalian ngapain? Telepati?" Mama menyudahi acara bertatapan mereka. "Kamu tu ya. Gak becus jadi Istri, Amara! Bangun siang, gak bisa masak! Suami gak di urusin! Mama kan udah beliin kamu buku panduan! Di baca sayang! Ini malah baca komik gak karuan."

"Mama mau ke Rumah Sakit kan? Ya udah barengan sama Nanda aja." Nanda berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

"Iya Ma ntar macet lagi!" Sambung Amara.

"Awas kamu ya kalo gak berubah!" Mama berdiri dan mulai mengemasi barangnya.

"Yang, aku pergi ya" Nanda mengecup kening Amara.

"Hati-hati." Amara tersenyum. Lalu ia memeluk dan mencium punggung tangan Mama yang mulai keriput itu.

Setelah mobil Suaminya hilang dari pekarangan rumah, Amara masuk dan menutup pintu.

"Tidur lagi enak kayanya."

*****

Nanda keluar dari mobil dan mulai berjalan memasuki gedung perusahaan miliknya itu. Ia sedikit menahan tawa ketika ingat banyak pesan yang Mama berikan padanya di sepanjang jalan menuju Rumah Sakit. Dasar Mama. Lucu banget. Gumamnya.

After Wedding?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang