25. Sumpah Keji

709 23 0
                                    

Di atas golok lengkung milik Cing-cing memang terdapat ke tujuh huruf itu.

Sesungguhnya, ke tujuh huruf itu merupakan sebaris syair, sebaris syair yang sangat indah artinya, membawa suatu kelembutan, hati yang tak terlukiskan dengan kata-kata.

Namun, ketika Thi-yan tianglo mengucapkan ke tujuh patah kata itu, suaranya diliputi oleh perasaan ngeri, seram dan takut, semacam rasa takut yang disertai dengan perasaan hormat.

Semacam rasa hormat yang timbul dihati manusia hanya khusus terhadap malaikat atau dewa.

Padahal makna dari bait syair itu tiada yang mengandung sesuatu keseraman.

Tanpa terasa Ting Peng teringat kembali kejadian sewaktu pertama kali bertemu dengan Cing-cing ketika berjumpa dengan kakek berjubah emas yang berjenggot panjang.

Sewaktu dia mengucapkan bait syair tersebut, wajahnyapun seakan-akan memperlihatkan mimik wajahnya seperti apa yang diperlihatkan Thi-yan tianglo sekarang.

Mengapa mereka memperlihatkan reaksi yang begitu istimewa terhadap sebait syair yang amat sederhana itu!

Mungkinkah diantara kedua orang itu mempunyai suatu rangkaian hubungan yang amat misterius!

Darimana mereka bisa tahu kalau di atas golok lengkung Cing-cing terdapat sebait syair seperti ini!

Kembali Thi-yan tianglo bertanya, "Dulu, pernah kau mendengar tentang ke tujuh patah kata tersebut.... ?"

"Yaa, aku pernah mendengar, itulah sebait syair yang sudah kuno sekali."

"Tahukah kau makna yang sebenarnya dari ke tujuh patah kata tersebut?"

"Aku tahu."

Mencorong sinar tajam dari balik mata Thi yan tianglo, serunya tanpa terasa.

"Kau benar-benar tahu?"

"Yaa, arti dari bait syair itu adalah pada suatu malam musim semi ada seorang yang sedang kesepian duduk seorang diri di atas loteng sambil mendengarkan suara rintikan hujan semalam suntuk."

Thi yan tianglo segera menggelengkan kepalanya berulang kali, gumamnya kemudian, "Tidak benar, tidak benar, sama sekali tidak benar."

"Apakah dibalik syair tersebut masih mengandung arti lain?"

"Ke tujuh patah itu membicarakan tentang seseorang."

"Siapa?"

"Seorang malaikat yang tiada tandingannya dikolong langit, sebilah golok sakti yang tiada keduanya di dunia ini."

Kembali dia menggelengkan kepalanya berulang kali serunya lebih lanjut, "Tidak benar, tidak benar kau pasti tak akan kenal dengan orang ini."

"Dari mana kau bisa tahu kalau aku tidak kenal dengan dirinya?"

"Sebab dia sudah lama tak ada di dunia ini lagi, waktu kau belum dilahirkan, dia sudah tidak berada lagi di dunia ini."

Setelah berhenti sejenak, mendadak bentaknya lagi keras-keras, "Tapi ilmu golok yang kau pergunakan barusan sudah pasti ilmu goloknya!!"

"Ooooh..."

"Di atas langit, didalam bumi, dari dulu sampai sekarang hanya dia seorang yang dapat mempergunakan ilmu golok tersebut."

"Kecuali dia seorang agaknya masih ada satu orang lagi."

"Siapa?"

"Aku..."

Thi yan tianglo segera menghela napas panjang sahutnya, "Yaa, benar, kecuali dia masih ada kau, sebenarnya siapa dirinya? Mengapa kau bisa mempergunakan ilmu goloknya!?"

Golok Bulan Sabit (Yuan Yue Wan Dao) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang