JARANG sekali ada perempuan yang tidak menjadi gugup dan gelagapan lantaran kaget menginjak seekor ular berbisa, tapi keadaannya sewaktu berjumpa Liu Yok siong sekarang jauh lebih mengenaskan daripada ia menginjak seekor ular besar.
Namun dengan cepat dia dapat menguasai perasaannya, dengan sikap yang lebih tenang ia berkata hambar, "Mengapa kau kemari?"
Liu Yok siong tertawa amat gembira, seakan-akan pengemis yang menemukan uang emas saja, tertawa hingga setiap kerutan wajahnya nampak amat jelas.
"Kau menginginkan batok kepalaku, mengapa aku tak boleh datang kemari. . . . ?"
Dengan amat tenang perempuan itu tertawa.
"Aaah, itu mah Cuma suatu gurauan yang tidak merugikan siapapun, kau sendiri toh mengerti, Ting Peng tak bakal membunuhmu."
Kembali Liu Yok siong tertawa.
"Kedudukanku di dalam hatinya masih belum sepenting apa yang kau bayangkan selama ini."
"Liu Yok siong, kau terlalu memandang rendah dirimu sendiri", kata perempuan itu sambil menggeleng, "Bukan dikarenakan kau amat penting baginya maka ia tidak membunuhmu, melainkan karena kau masih tak berkemampuan apa-apa sehingga dia tak sudi membunuhmu, seperti ibaratnya sesosok bangkai anjing di tepi jalan, setiap orang yang lewat di sana boleh saja menendangnya, tapi jarang sekali ada orang yang bersedia untuk melakukan hal itu, karena orang takut mengotori kaki sendiri."
Liu Yok siong segera menarik kembali senyumannya, walaupun dia tahu kalau kejadian tersebut merupakan kenyataan, namun kenyataan mana merupakan suatu pukulan batin yang sangat berat baginya.
"Kau berani mengucapkan perkataan semacam itu kepadaku?!" Akhirnya dia menegur dengan marah.
Perempuan itu segera tertawa.
"Mengapa tidak berani? Toh hal tersebut merupakan suatu kenyataan? Dalam pandanganku atau pandangan siapa saja, kau adalah manusia semacam itu. . . .?"
Liu Yok siong dibikin naik darah oleh perkataan itu, sambil menarik muka serunya, "Sungguh tidak beruntung, aku justru kena digigit oleh bangkai anjing yang menggeletak di tepi jalan itu!"
Si perempuan itu segera tertawa terbahak-bahak, suara tertawanya lantang dan leluasa, seakan-akan sama sekali tidak ambil perduli terhadap ancaman Liu Yok siong.
"Kau mengira kau telah berhasil menangkap titik kelemahanku. . . . ?"
Liu Yok siong tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh. . . haaahhh. . . haaahhh. . . apakah masih belum mau mengaku?"
Perempuan itu tersenyum.
"Tentu saja aku bisa jadi tidak mengaku, karena bobotmu dalam pandangan sementara orang sekarang sudah begitu rendahnya, aku yakin kau tentu mengerti, kentut orang lainpun masih lebih harum daripada ucapanmu, apakah masih ada orang yang mau percaya kepadamu?"
Kembali Liu Yok siong tertawa terbahak-bahak.
"Haaaahhh. . . haaahhh. . . haaahhh. . . kalau begitu tak ada salahnya bagimu untuk mencoba, mungkin saja perkataan aku orang she Liu jauh lebih busuk daripada kentut, tapi asal aku orang sne Liu menyiarkan berita ini keluar, sudah pasti ada orang yang akan mendengarkan, sekalipun mungkin akan mereka terima sebagai gurauan saja, tapi sedikit banyak toh pasti akan berpengaruh juga bagimu."
Mendadak perempuan itu menggerakan tangannya, setitik cahaya tajam berkelebat lewat dan menusuk ke tenggorokan Liu Yok siong, pedang tersebut tersembunyi dibalik ujung bajunya, sebilah pedang lemas.
Serangan itu benar-benar merupakan suatu serangan yang cepat dan ganas, sebelum penyerangan, tidak nampak gejala apa-apa ditambah pula dilancarkan selagi orang lain berbicara, semestinya ancaman semacam ini tak bakal meleset.
KAMU SEDANG MEMBACA
Golok Bulan Sabit (Yuan Yue Wan Dao) - Gu Long
PertualanganGolok ada yang lurus ada pula yang melengkung, yang kita ceritakan sekarang adalah sebilah golok yang melengkung, melengkung bagaikan alis mata Cing Cing. Golok lengkung itu memang milik Cing Cing. Cing Cing adalah seorang gadis cantik tapi misteriu...