39. Hilangnya Sang Bidadari

1K 22 0
                                    

BULAN sepuluh tengah malam, malam itu gelap gulita tak bersinar.

Langit mendung, banyak awan, suasana gelap gulita.

Sebuah gedung besar yang terbengkalai konon dihuni oleh dewa rase, oleh karena itu oleh pemiliknya gedung mana dijual kepada sepasang suami istri tua dengan harga bantingan.

Mereka berdua tidak begitu takut dengan siluman rase, pada saat itu juga kedua orang tua ini sudah pindah ke sana dan menetap dalam gedung tersebut.

Kepada semua orang, mereka mengatakan kalau didalam kebun benar-benar ada rasenya, cuma dewa rase kasihan kepada mereka yang sudah tua, maka diijinkan tinggal di tempat itu.

Tentu saja ada pula orang-orang iseng yang ingin tahu secara diam-diam, mereka melakukan pengintaian di waktu malam, mereka menyaksikan dalam kebun terdapat perempuan cantik dan lelaki ganteng, tapi apa yang dilihat hanya sekejap mata, menyusul kemudian kesadaran mereka lenyap tak berbekas.

Keesokan harinya mereka akan temukan dirinya digantung di atas tiang bendera yang tinggi di atas loteng tembok kota, telinga mereka hilang sebelah.

Sejak peristiwa itu, tak ada orang yang berani mengintai gedung seram itu lagi.

Cing cing dengan membawa Siau Im, justru secara diam-diam memasuki gedung itu.

Sesosok bayangan manusia yang tinggi besar menghadang jalan perginya, orang itu berpakaian perang dari baja dengan wajah hijau membesi, ternyata orang itu adalah dewa bukit yang pernah dijumpainya dalam kuil tempo hari.

Sewaktu ia membungkukkan badan memberi hormat, pakaian perangnya berdentingan nyaring.

Nada suaranya pun seperti batu dan tembaga yang saling bergesekan, sangat menusuk pendengaran.

"Aku menjumpai tuan putri, mengapa tuan putri datang lagi kemari?"

"Aku ada urusan penting ingin berjumpa dengan yaya, sulit benar tempat yang kalian pergunakan sekarang, aku sudah mencarinya selama beberapa hari sebelum menemukannya."

Paras muka Dewa bukit itu dingin tanpa emosi, tapi nada suaranya membawa kehangatan, ia berkata, "Tuan putri, kau tidak seharusnya datang kemari, majikan tua telah berpesan, ia enggan mengadakan kontak lagi denganmu, sekarang kau sudah terlepas dari ikatan perguruan."

"Aku mengerti!" kata Cing cing, "Seandainya anggota perkumpulan tiada yang mencari gara-gara denganku, akupun tak akan datang kemari."

"Ada anggota perkumpulan yang mencari tuan putri? Aaah, hal ini mustahil bisa terjadi!"

"Pasti tak bakal salah lagi, bahkan diapun membawa lencana ular emas milik yaya, oleh sebab itu aku ingin menanyakan soal ini kepada yaya."

"Sudah pasti tak akan pernah terjadi peristiwa tersebut, malah berapa hari berselang majikan tua masih memperingatkan kepada kami, agar kami jangan melakukan hubungan kontak lagi dengan Tuan putri..."

"Tapi lencana ular emas milik yaya tak mungkin dipalsukan orang bukan? Apalagi kalau orang yang membawa perintah itu adalah Kim-ih si ci (utusan berbaju emas)."

Dewa bukit agak tertegun, kemudian serunya keheranan, "Aaaah, masa ada kejadian seperti ini? Sekarang semua lencana ular emas berada di bawah kekuasaanku, seandainya ada peristiwa semacam ini, sudah pasti akan kuketahui, sebenarnya apa yang terjadi? Perintah apakah yang diturunkan majikan tua lewat lencana ular emasnya....?"

"Yaya hendak membunuh suamiku!"

Dewa bukit nampak terperanjat sekali.

"Aaaah, tak mungkin terjadi peristiwa semacam ini, mana mungkin majikan tua menurunkan perintah seperti itu? Ia sangat kagum dan gembira atas sukses yang berhasil diraih Ting kongcu belakangan ini, dia merasa walaupun kemampuan perguruan kita kian hari kian bertambah lemah, namun ilmu golok perguruan kita justru berhasil memperoleh kemajuan yang luar biasa ditangan Ting kongcu, di kemudian hari nama perguruan kita mungkin akan bertambah cemerlang bersama dengan makin tenarnya nama Ting kongcu!"

Golok Bulan Sabit (Yuan Yue Wan Dao) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang