Dramione- 10

3.2K 326 32
                                    

Pintu rumah kayu ek itu mengayun tanpa ada seorang yang menyentuhnya. Tentu saja sihir menjadi sesuatu yang ajaib bagi sebagian muggle. Jika saja rumah tua kosong itu berada di titik kota, kejadian ganjil seperti pintu rumah menutup atau membuka tanpa ada orang yang menggerakkannya pasti memgundang persepsi berlebihan. Tapi wanita dengan bibir tipis dan berambut coklat ikal itu begitu rapi menyembunyikan segala sesuatu demi kepentingannya.

"Kau buru-buru, Miss?" Peri rumah setianya, Hayder dengan penampilan lusuh dan kantong robek bagian dadanya menyambut wanita dingin itu.

"Jangan tanya apapun, Hayder." Mata lebar Hayder mengerjap, lalu berjalan mundur meninggalkan majikannya yang tampak berang malam ini.

***

"Kau yakin Hermione mau menemuimu di Hogsmeade?"
Harry mengangguk sebagai jawaban untuk Ginny.

"Apa tidak apa-apa? Maksudku, dia baru mengalami kejadian yang buruk."

"Kita sudah lama mengenal Hermione, dan aku tidak berpikiran bahwa dia akan paranoid atau trauma dengan itu." Harry menangguhkan. Tapi rupanya istrinya tidak juga bisa tenang seperti biasa.

"Aku tidak tahu, atau mungkin hanya perasaanku saja. Entah kenapa aku merasa bahwa Hermione sedang dalam bahaya."
Harry menatap istrinya dengan bibir terkatup. Beberapa hari ini dia ingin menyangkal bahwa hatinya juga merasakan hal yang sama seperti Ginny.

Malfoy! Satu nama yang membuat Harry tidak tenang. Dan kini mereka sedang bersama. Mungkin telah jatuh cinta. Harry tak ingin menebaknya.

"Hermione orang baik. Aku tak yakin dia punya musuh selain Draco Malfoy." Harry tertawa pelan.

"Sepertinya mereka saling menyukai. Hapus Draco dari salah satu tersangkanya."

"Tidak. Bagiku seorang Malfoy tetap ancaman. Baiklah aku harus pergi dulu. Jaga dirimu, sayang." Ginny menunduk memberi akses Harry mendaratkan kecupan di keningnya.

"Hogsmeade!" Pekik Harry lantang. Api hijau yang dingin perapian bergemuruh menelan Harry.

Beberapa menit kemudian Harry terperosok di salah satu perapian penyihir yang dikenalnya dengan baik.
Mrs. Hoanne, wanita tua yang ramah, yang akan selalu mengizinkan keluarga Potter dan Weasley menggunakan perapiannya saat mengunjungi Hogsmeade.

"Selamat pagi, Mr. Potter." Mrs. Hoanne tersenyum memandangi Harry yang masih pening setelah mendarat di perapiannya.

"Sedang bersantai di musim gugur, Mrs. Hoanne?" sapa Harry ramah sambil membersihkan debu pada jubahnya

"Ya, dengan secangkir teh dan bunga mawar hangat tentunya. Kau ingin?"

"Mungkin lain waktu. Hermione menungguku di Stoilen's."

"Tempat minum baru itu? Aku sudah mengunjunginya dengan cucuku kemarin. Tempatnya nyaman sekali." Wanita tua itu terkekeh saat bercerita.

"Anda memiliki cucu?" Setahun berkenalan dengan Mrs. Hoanne, Harry belum pernah melihat wanita itu dikunjungi. Wajar saja jika Harry bertanya demikian.

Namun rupanya raut wajah Mrs. Hoanne berubah. Air mukanya tampak bersedih sekaligus bahagia.

"Dia seorang wanita yang cantik, baik hati dan selalu mengunjungiku. Aku menganggapnya cucu ketika ia memanggilku nenek."
Harry menelan ludahnya jelas. Jelas wanita itu memperhatikan Mrs. Hoanne dengan mengunjunginya setiap waktu.

"Aku ingin mendengar kelanjutan ceritamu. Tapi Hermione sudah menunggu. Aku permisi dulu, Mrs. Hoanne."

"Baiklah. Sampaikan salamku pada Hermione. Maaf aku tidak bisa menjenguk saat tragedi itu."

DRAMIONE-Hogwarts In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang