Dramione-28

1.6K 143 58
                                    

"Tolong aku," lirihnya, dengan sisa tenaga yang ia punya.

Beberapa kali Hermione memastikan bahwa ini bukan jebakan. Pria yang tersungkur jatuh dari perapian itu benar-benar butuh bantuan.

Wajah bengkaknya sulit dikenali, sementara rambut masai platinanya penuh debu dan arang. Pada mulutnya penuh darah, sepertinya pria ini baru saja mengalami kejadian yang cukup mengerikan.

"Tolong aku, kumohon."

Hermione lekas menunduk, mencoba membantu pria itu bangun. Beratnya luar biasa, meski tidak gemuk. Mungkin disebabkan karena kondisinya yang lemah.

"Kau siapa? Kenapa bisa jatuh ke perapianku?"

"Aku bisa mencium baunya," ucap pria berambut cepak tak beraturan itu setelah duduk di sofa. Ia terbatuk, akibatnya bercak darah menghiasi kulit sofa Hermione.

"Bau siapa maksudmu?"

"Anakku."

Hermione makin tidak mengerti apa yang dibicarakan pria ini.

"Baiklah, siapa pun yang kau maksud yang jelas aku bukan anakmu, Tuan. Aku darah lumpur, orang tuaku muggle." Hermione menegaskan. Kemudian ia berangsur ke dapur dan beberapa menit kemudian kembali dengan membawa waslap dan air hangat.

"Aku akan mengompresmu, luka lebam pada wajahmu akan sedikit membaik."

Pria itu tidak menolak dan membiarkan Hermione mengusap pelan wajahnya.

"Maaf, telah merepotkan," ucapnya, saat Hermione selesai.

"Semua akan melakukannya jika ada di posisiku, Tuan." Senyum Hermione dengan tulus. Ia lalu mengoles salep pada bibir robek pria itu.

"Kau baik sekali, Hermione."

"Kau tahu namaku?"
Hermione tercekat. Terkejut saja saat ada yang mengenalinya, terlepas dia adalah pahlawan Hogwarts dulu.

"Kau tidak seharusnya menolongku."

"Tuan, jangan pernah ulangi kata-kata itu. Aku tidak suka. Bisa saja kau melakukan kejahatan yang hingga detik ini kau menyesalinya, tapi yang namanya bantuan kukira setiap orang pantas menerimanya."

Pria itu diam, memandang wajah Hermione yang tulus. Diam-diam justru ia takut.

"Kau sudah makan? Ingin kubuatkan sesuatu yang enak?" tawarnya, ketika melihat kondisi pria malang itu yang rupanya sudah terlalu banyak menanggung beban dan hilangnya kebahagiaan. Wajahnya sangat suram.

"Aku merindukannya!" seru pria itu pelan.

Hermione tersenyum, lalu dengan sabar ia menjawab, "Aku akan membantumu mencari siapa pun yang ingin kau temui."

"Aku ingin bertemu Draco Malfoy."

Kalimat itu sontak membuat Hermione tanpa sengaja menjatuhkan baskom berisi air hangat di depannya.
Matanya menelusup jauh menatap iris biru pria di depannya.

Kulit yang pucat, wajah yang muram dan sembab, kantong mata yang tebal, serta tubuh kurusnya... Hermione lantas menutup mulutnya.

Tawanan Azkaban.

"Mr. Malfoy? Anda ... Lucius Malfoy?"

Pria itu tersenyum tipis. "Aku, Hermione. Kau menyesal telah membantuku?"

Masih tidak berkurang keterkejutan Hermione dengan penampilan Licius Malfoy yang sangat berbeda dari biasanya.

"Tapi... bagaimana anda keluar dari sana?"

"Ceritanya panjang. Aku harus menggagalkan pernikahan putraku dengan si brengsek Greengrass. Mione, bantu aku. Sembunyikan aku, kumohon!"

"Ak... Aku...." Bimbang meracuni hati Hermione. "Baiklah." Akhirnya ia memutuskan setelah melewati pergolakan batin yang singkat.

"Anda bisa tinggal di rumahku yang kecil ini. Aku akan membelikan pakaian dan jubah untuk anda."

Hermione berdiri untuk segera bergegas keluar. Ia tak ingin gugup dan ketakutan berada di depan Lucius Malfoy.

Beberapa jam kemudian,Lucius mendengar suara mobil mendekat. Malam sudah pekat ketika Hermione datang.

"Maaf menunggu lama, Tuan. Aku harus antre untuk mendapatkan daging sapi."

"Oh, Hermione. Kau membuatku sngat menyesal karena telah memperlakukanmu dengan buruk beberapa tahun silam."

"Aku sedang mencoba melupakannya. Kumohon jangan mengulang-ulang semua kejadian itu."

"Maafkan aku," ucapnya menyesal.

Hermione tersenyum. Melihat Lucius berubah 1000 derajat seperti ini membuatnya makin prihatin. Mungkin di Azkaban, dementor telah beribu kali mengisap kebahagiaannya.

"Tuan, anda sudah lama di Azkaban, tak ingin mencoba berjalan-jalan?"

"Berjalan-jalan? Sepertinya seru, hanya saja dementor terus mencariku."

"Akan kubuat mereka pangling terhadapmu."

"Caranya?"

"Pertama, anda harus menaikkan bobot badan. Dalam artian, harus menghabiskan masakanku, tidur yang cukup, minum susu sapi lemak tinggi, dan tidak boleh keluar rumah."

"Aku memang tidak berniat keluar rumah."

"Kedua, jangan panjangkan rambut, tapi panjangkan kumis dan jenggotmu."

"Sebentar, bagaimana kalau teman-temanmu mampir ke sini?"

"Anda harus langsung berapparate ke ruang bawah tanah, tapi sebisa mungkin aku akan tetap menjaga anda di rumah."

"Bagaimana jika Draco datang?"

"Draco... dia takkan pernah datang ke rumahku lagi." Saat mengatakan hal itu, entah mengapa hati Hermione sakit.

"Di Azkaban, aku mendengar ceritamu dan Draco. Itu membuatku khawatir sebenarnya. Tapi sekarang tidak."

Hermione tersenyum pedih, lalu mengubah moodnya dengan membuka tas kotak berisi beberapa potong pakaian dan jubah untuk Lucius.

"Aku suka warna hijau zamrudnya."

"Aku juga membeli warna yang sama denganmu." Hermione menunjukkan jubahnya di kantong.

"Mulai sekarang, kita akan bersandiwara. Selayaknya ayah dan anak. Anda setuju?"

Lucius hanya mengangguk menyetujui. Gadis itu membuat sari kebahagiaan yang sempat hilang kini mulai menyeruak kembali. Dia Hermione Granger, penyihir darah lumpur yang kenyang dengan ludah pahitnya, gadis yang mati-matian ia benci. Kini Lucius memandang Hermione dengan mata yang benar-benar terbuka. Gadis itu memang tepat untuk anak semata wayangnya.

DRAMIONE-Hogwarts In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang