Hermione berdiri di depan para murid tingkat dua. Raut wajahnya pucat, sedikit sendu dengan mata sembab akibat menangis semalaman. Ia berusaha menghapus jejak-jejak bibir Malfoy di sekujur tubuhnya, namun tak bisa. Kecupan-kecupan hangat dan basah dari pria itu masih terasa nyata meski ia berusaha menggosok seluruh tubuhnya dengan berendam semalaman.
Ia merasa bodoh. Bodoh sekali menganggap Malfoy telah berubah. Harusnya ia percaya pada Ron, bahwa seekor ular, selamanya tidak bisa menjadi merpati. Pun Hermione juga harus sadar, bahwa ular dan singa tidak akan pernah bisa menjadi karib, apa lagi meyambung cinta.
"Profesor, anda baik-baik saja?"
Hermione terhenyak ketika Albus berdiri di sebelahnya. Ia menyerahkan perkamen tugasnya sembari berbisik pelan."Taruh sini, dan kembalilah ke tempat dudukmu," kata Hermione tanpa melihat mata hijau itu.
"Anda terlihat kacau," sambungnya.
"Kembali ke tempatmu, Potter." Hermione mengulang. Albus mengalah, lalu beringsut mundur dan kembali ke tempatnya.Setelah Albus, murid yang lain melakukan hal serupa. Mereka menumpuk perkamen tugasnya dan berjalan dalam diam ke tempat masing-masing.
Hermione bisa mendengar gumaman mereka tentangnya. Hermione memang tak lebih banyak ceria di kelas ramuan saat ini. Tak ada yang tahu apa yang membuat profesor mereka jadi seperti ini kecuali Albus.
"Baiklah, karena pelajaran telah berakhir, aku ingin bicara satu hal dengan kalian," ucap Hermione seraya memandang wajah imut para muridnya. "Aku minta maaf, jika hari ini ... atau mungkin esok, moodku tidak berubah. Sungguh, jangan menggerutu. Aku hanya punya kalian sebagai penyemangatku."
Di antara mereka hanya beberapa yang menundukkan kepala, sementara yang lain berusaha tersenyum untuk memberinya kekuatan."Tersenyumlah, Profesor, atau jika tidak, aura cantikmu akan hilang," celetuk Williard Wildblood, murid yatim piatu yang menjadi andalannya di pelajaran ramuan.
Hermione tersenyum mengangguk lalu mempersilahkan mereka keluar kelas. Hari ini, tingkat dua menjadi jam terakhirnya mengajar. Hermione memutuskan untuk pergi ke Hogsmeade setelah ini, mengingat ia butuh sesuatu untuk menyegarkan otaknya.
***
Sebelum Hermione benar-benar pergi ke Hogsmeade, ia melihat Oliver Wood tengah berada di lapangan Quidditch sedang berusaha memasukkan bludger tua dengan susah payah. Hermione mendekat, menghampiri Oliver yang masih tak kunjung menjinakkan bludger itu."Bagaimana kesan hari pertama mengajar, Oliver?" tanya Hermione. Oliver yang mendengar suara yang sangat dikenalnya langsung menoleh.
"Menyenangkan bisa bergelut dengan bludger lagi," kekehnya seraya mengancingkan kotak bola. Ia melihat penampilan Hermione dari atas ke bawah. "Kau mau pergi?"
"Ya, ke Hogsmeade."
"Mau kutemani?"
"Tidak, kurasa aku butuh waktu untuk sendiri."Oliver terkekeh, jelas sekali terlihat bahwa wajah perempuan ini tengah kalut. "Aku memaksa kali ini. Aku tidak tahu apa masalahmu, tapi kau terlihat kacau hari ini."
"Apa yang kacau? Aku baik-baik saja."
"Hermione, dengar. Aku hafal dengan semua mimik wajah yang kau miliki. Jangan mengelak dariku. Kau bisa bercerita sambil minum butterbeer padaku."
"Aku sekarang lebih suka firewhiskey dari pada butterbeer, tahu."
Oliver tergelak lagi lalu menyuruh Hermione menunggu sementara ia menaruh kotak quidditch ke ruangannya.
***"Aku cukup terkejut Draco Malfoy memutuskan untuk bertunangan. Kau tahu, ya ... dia seperti bukan pria dengan kebutuhan wanita. Kusangka dia masih anak manja yang tak berani menikah."
"Aku sedang tak ingin membicarakan apa pun." Hermione menenggak firewhiskey miliknya dengan kesal.
"Ups, apa yang terjadi, Mione?"
"Tak ada apa pun."
"Tentang kau dan Malfoy, kuyakin ada sesuatu."
Hermione menatap netra Oliver dengan jengah. Pria itu memang selalu pintar menebak, apa yang tengah dirasakannya.
"Dia adalah pria brengsek. Sudah itu saja."
"Ow ow, kukira ada hubungan yang lebih dari sekedar rekan guru. Ceritalah Hermione."
Hermione menyembunyikan wajahnya di balik tangkupan tangan. Ia bukan tipe yang selalu menceritakan masalah cintanya pada orang lain selain Harry dan Ginny. Tetapi, kali ini yang duduk di depannya dengan suguhan senyum menawan adalah seorang mantan kekasihnya."Entahlah. Sejak kau muncul tiba-tiba di kamarku waktu itu, hubungan kami runyam. Yah, aku dan Malfoy memiliki hubungan khusus."
Ada rasa perih saat mendengat hal itu di dalam hati Oliver. Ia mencoba menenangkan perasaannya dan perasaan gadis di depannya itu."Tunggu, aku tidak mengerti. Aku muncul di kamarmu? Aku bahkan belum tahu kamarmu di mana, Mione. Aku baru datang pagi tadi."
"Kau lupa, kau tiba-tiba masuk dan menciumku. Kau bilang datang dengan menumpang mobil Harry."
"Tidak pernah. Aku datang dengan Hogwarts Express tadi pagi, " jelas Oliver tetap kukuh. Tiba-tiba ia teringat saat terbangun setelah merasakan tidur yang cukup lama saat di rumah. Ia seakan ingat mendapat lecutan mantera hingg membuatnya tak sadarkan diri selama beberapa jam.
"Mione, apa menurutmu ada yang telah menyamar sebagai diriku? Maksudku ... kemarin aku merasa bangun dari tidur yang cukup lama. Entahlah," tukas Oliver.
Hermione tercekat. Merasa tertarik dengan ucapan Oliver barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DRAMIONE-Hogwarts In Love
FanfictionDraco Malfoy tengah mempersiapkan pertunangannya dengan seorang wanita keturunan darah murni yang dijodohkan dengannya Astoria Greengrass. Namun pertemuannya dengan Hermione Granger mengubah hatinya. Hermione lah sekarang tujuannya, prioritasnya, da...