Dramione- 7

3.4K 540 57
                                    

"Aku bisa memanggil ayahmu sekarang juga jika kau tak mengakuinya, Albus."

Albus Potter, dari balik kacamata botolnya memandang lelah pada Hermione. Sudah berapa kali ia mengatakan bahwa bukan dirinya yang meracuni Draco Malfoy. Tapi tampaknya profesor yang lama dipanggilnya bibi tak mempercayai apa yang diucapkannya.

"Aku benar-benar tidak tahu, Bibi Granger."

"Profesor." Hermione mengingatkan.

"Ya, Profesor. Aku sudah menjelaskan padamu bahwa aku menemukan piala itu di ruang tamu Profesor Malfoy. Sungguh aku tidak menambahkan apapun ke dalamnya."

Hermione menatap anak itu dengan intens. Bibirnya mengerucut. Bukankah ia mengenal Albus sejak masih bayi? Ia tumbuh di keluarga penyihir yang baik, tidak licik. Bocah itu juga mewarisi sifat kejujuran ayahnya. Lantas Hermione sadar, mengapa ia begitu terpengaruh pada kejadian ini. Bukankah itu bagus? Memberi sedikit pelajaran pada Malfoy agar tidak seenaknya mengucapkan benci. Ia tahu Draco membencinya, tapi apa pantas jika mengucapkan kata-kata benci pada orang yang telah menyelamatkan nyawamu dari grindylow?

"Aku percaya padamu, Albus. Maaf, bukannya aku menuduhmu atau membela Prof. Malfoy. Tapi aku tidak ingin mendengar kau terlibat."

Mata hijau zamrudnya menatap Hermione kembali.

"Aku suka Prof. Malfoy, aku suka pelajarannya, aku suka cara dia mengajar. Meski aku tahu dia adalah musuh ayahku."

Hermione tersenyum kemudian berjongkok lebih dekat dengan Albus.

"Aku tahu. Semoga kau sukses pada pelajarannya."

"Sepertinya tidak demikian, Prof. Malfoy selalu memberiku detensi dan memotong angka Gryffindor. Dia tak menyukaiku. Apa karena aku anak Harry Potter?"

"Tidak. Mungkin waktu itu kau melakukan kesalahan."

"Mungkin. Apa jika aku menjadi anakmu, Prof. Malfoy akan menyukaiku?"

Hermione tertawa pelan.

"Apa maksudmu?"

"Karena kurasa Prof. Malfoy menyukaimu."

Hermione terkekeh, lalu mengacak rambut hitam Albus.

"Dengarkan aku anak nakal. Jika Prof. Malfoy menyukaiku dan mendapati kau sebagai anakku, mungkin justru ia akan membencimu. Kau tahu kenapa?"

Albua menggeleng dan hal itu semakin membuat Hermione gemas.

"Ayo kutunjukkan sesuatu."

Hermione bangkit dan disusul oleh Albus. Matanya memandang pigura Profesor Snape. Kenangan-kenangan kejam masa Voldemort langsung terngiang dalam kepala cantik itu. Memang benar langkah Dumbledore memberi kepercayaan penuh pada Snape. Nyatanya semua pelahap maut tidak terkecoh dengan kedoknya sebagai anggota orde, sekalipun Voldemort. Dengan leluasa ia masuk dan keluar dalam markas Pelahap Maut.

Namun dibalik kekejaman Snape pada Harry, semua meninggalkan kisah akhir yang mengejutkan, bahkan bisa dibilang sangat tragis.

"Itu Profesor Snape?"

"Ya. Pahlawan Sihir dari Hogwarts sesungguhnya. Severus Snape."

"Severus? Seperti nama tengahku."

"Jadi kau tidak tahu makna dari namamu? Kau tidak tahu ceritanya? Ayahmu tidak memberitahukannya?"
cecar Hermione. Sementara Albus hanya menggeleng.

"Ceritakan padaku, Profesor."

Hermione memijit pelipisnya. Harry benar-benar...

"Kau tahu mengapa Profesor Snape membenci ayahmu?"

DRAMIONE-Hogwarts In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang