Draco baru saja menyelesaikan kelas siangnya dengan murid tingkat 4 ketika melihat Hermione melintas dengan terburu melewati lorong.
Niat ingin mengejar gadis itu, namun Albus mencegahnya.
"Profesor Malfoy, ruangan anda di sebelah sana."
Bibir Draco mengerucut sebal. Ternyata baik anak maupun ayahnya sama-sama merepotkan.
"Aku harus menemui Bibi Granger mu, Potter Boy." Ucap Draco yang lebih terdengar seperti desisan agar tak terdengar para siswa yang tengah memghambur keluar kelas.
"Detensiku?" Draco menepuk keningnya. Bagaimana ia sampai lupa dengan detensi yang harus diberikan pada klan Potter ini.
"Kau beruntung hari ini. Pergi ke perpustakaan dan cari sebanyak mungkin tentang Salamander." Albus menyeringai mendengar kata perpustakaan.
Ya, perpustakaan. Tempat keramat bagi Albus selama ini. Dia bukan klan Granger yang betah berlama-lama di perpustakaan. Tapi barusan yang dikatakan oleh Draco Malfoy adalah sebuah perintah samar yang intinya seperti 'jangan ganggu aku saat bersama Hermione'.
Albus tahu betul maksud itu. Dan menurut profesor kesayangannya, perpustakaan adalah tempat yang tepat untuk tidak muncul saat mereka sedang ena-ena. (Ahhh narasi seperti apa ini?)
Albus menggaruk kepalanya lalu menggeleng heran dan beranjak pergi saat kelebatan jubah khaki Draco ikut menghilang dari pandangannya.
Tak butuh banyak waktu untuk Draco menyusul Hermione sampai di ruangannya. Wanita itu terburu-buru merapikan kantor dan perkakasnya yang lupa dirapikan.
"Kau darimana?" Hermione menoleh dan menyesal mendapati Draco berada tiga meter di belakangnya.
"Ada perlu apa? Mau menyisir keberadaan ramuan cinta?"
"Ck. Berhenti berpikir buruk tentangku, Semak." Hermione menghela nafasnya. Bukan tak suka karena Draco memanggilnya semak. Tapi lebih kepada mengingat perlakuan manis Draco beberapa hari belakangan ini.
Hermione mengernyit mengingat pandangan memohonnya pada Draco saat pria pirang itu mengambil kendali di bibirnya. Murahan sekali. Sekali lagi dewi batinnya memekik tidak membenarkan. Bahwa Draco memang menggairahkan.
"Kau dapat darimana ini?" Draco menunduk melihat sebuah bola kristal kecil dengan replika santa klaus yang hidup dan salju seolah turun dari langit-langitnya. Benda yang bagus, menurut Draco.
"Hadiah natal." jawab Hermione sekenanya.
"Dari pria?"
"Ya."
"Siapa?"
"Ronald Bilius Weasley." Bibir Hermione menipis menahan tawanya. Ia ingin lihat reaksi Draco saja.
"Jelek sekali. Pasti murahan. Pasti dia membeli di lapak bekas Diagon Alley. Cih."
Hermione berbalik dan tertawa. Benar saja pria pirang itu akan langsung menggerutu menyepelekan. Jika saja Hermione berkata jujur bahwa benda itu adalah hadiah natalnya dari Victor Krum, Hermione tak tahu lagi mantra kutukan apa yang akan dirapalnya untuk membuat benda itu hancur.
"Aku akan mengajar, kau ingin terus berada di kantorku atau keluar?"
"Bisa sedikit lebih sopan untuk mengusir orang?"
"Tidak. Tidak untuk orang sepertimu."
"Kau harus belajar."
"Baiklah."
"Hermione,"
"Apa?"
"Kau cantik. Kau selalu cantik." Meski merona juga tapi Hermione melengos dan memilih melewati bahu Draco.
KAMU SEDANG MEMBACA
DRAMIONE-Hogwarts In Love
FanfictionDraco Malfoy tengah mempersiapkan pertunangannya dengan seorang wanita keturunan darah murni yang dijodohkan dengannya Astoria Greengrass. Namun pertemuannya dengan Hermione Granger mengubah hatinya. Hermione lah sekarang tujuannya, prioritasnya, da...