Dramione-19

1.8K 157 16
                                    

Menyaksikan Hermione pulas seperti ini membuatku betah berlama-lama memandanginya. Tubuhnya meringkuk dengan selimut tebal yang melingkupi seluruh tubuh hingga batas lehernya. Bibirnya mengatup tipis serta nafasnya yang teratur membuatku ingin sekali menyentuhnya. Aku begitu mencintai Hermione Granger, bahkan sejak kami beradu tatap saat pertama kali menumpang Hogwarts Express.

Dalam benakku tidak berhenti memikirkan cara yang tepat agar pemilik rambut semak itu mengenaliku dengan cara yang tidak biasa. Aku sempat membuat perencanaan untuk menemuinya, berdiri di hadapannya, kemudian mengulurkan tanganku dan mengatakan namaku. Tapi kuurungkan rencana itu saat melihatnya berada di dalam gerombolan murid Gryffindor. Padahal aku berharap dia akan masuk Slytherin bersamaku. Dengan begitu semua akan mudah, bukan?

Sayang, Gryffindor memilihnya dan nasib mempertemukan gadis semakku dengan Harry Potter dan Ronald Weasley.

Geram? Tentu saja. Kecewa? Apalagi.
Rencana yang kususun berbanding terbalik. Akhirnya aku berperan sebagai Draco Malfoy yang menyebalkan. Suka bikin onar, suka pamer, dan suka mengoloknya. Lalu apa yang kudapat setelah melakukan itu? Tidak lain tidak bukan, Hermione menganggapku adalah seorang pengecut ulung. Bukannya malah menarik perhatiannya, justru aku membuatnya membenciku. Hilang sudah harapanku untuk kembali merebut hatinya.

Namun keajaiban terjadi pasca perang, dan dunia sihir kembali normal seerti dulu. Merlin berada di pihakku sekarang. Nasib boleh memisahkanku dengan gadis semak itu saat sekolah, tapi kini Merlin seolah memberiku jalan lagi untuk menyatukan dua hati menjadi satu kembali.

Kulihat lagi wajahnya yang putih mulus dengan rona di pipinya. Aku jadi penasaran, bedak apa yang dipakai Hermione saat sedang tidur? Atau memang seperti ini wajah wanita yang sedang terlelap?

Aku menyapukan telunjukku pada pipinya dan tak tampak noda bedak ataupun krim lengket. Sudah jelas ini wajah aslinya. Tanpa sapuan bedak atau make up. Iseng lagi, aku ingin membangunkannya dengan godaan lain. Kutiup pelan bulu matanya. Berulang-ulang sampai dia kegelian lalu bangun.

Aku tersenyum melihat dia merasa terganggu.

"Apa sih?" erangnya serak.

"Maaf harus membangunkanmu, tapi sarapan sudah siap sejak lima belas menit yang lalu, Nyonya," ucapku senang melihatnya menggeliat.

"Aku sudah mencoba mengatur alarm untuk bangun lebih pagi darimu, tapi kurasa aku tidak mendengar bunyinya." Matanya mengerjap melihat jam dinding tanpa angka.

Aku tersenyum lebar, Hermione tidak tahu bahwa semalam aku mematikan alarmnya hanya agar dia nyaman dalam tidurnya.

"Apa Sniggly yang memasak?"

"Sniggly kuberi cuti sampai kita kembali ke Hogwarts. Jadi aku yang memasak."

Seolah tak percaya dengan ucapanku, Hermione tertawa.

"Yakin masakanmu bisa dimakan?"

"Berhenti meledekku, atau kupaksa kau mandi dengan air dingin," ancamku serius. Hermione mencebik lalu kembali membungkus tubuhnya dengan selimut.

"Hermione, ayolah. Aku sudah lapar."

"Makan saja dulu, jika nanti kau tidak merasakan gagal ginjal atau sesak napas baru aku akan memakan masakanmu."

Jika sudah menyebalkan seperti ini Hermione lebih sadis ketimbang masa kecilku.

"Hermione, bangun atau aku akan ikut masuk dalam selimut dan menyerangmu habis-habisan! "

"Coba saja kalau berani."

Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku. Mengambil sisi satunya, aku ikut bergelung dalam selimut dan merapat. Hermione malah tertawa melihatku.

DRAMIONE-Hogwarts In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang