Dramione 25

1.4K 153 22
                                    

Kulihat di langit-langit rumah Greengrass, lampu putih tergantung dalam jumlah yang tidak sedikit untuk memeriahkan acara pertunangan kami. Aku mematut diri di depan kaca sejak tadi dan mengabaikan ibu yang sibuk dengan gaunnya.

Pikiranku entah ke mana. Melayang-layang di benak yang terdalam. Mengingat Hermione, Hogwarts, dan ingin melupakan fakta bahwa mantan kekasih Hermione berada di bawah atap yang sama dengan wanita itu.

Memikirkan hal itu membuat hatiku sedikit terluka. Tidak, bukan karena adanya Oliver di sana. Tetapi apa yang telah kulakukan pada wanita itu sebelum aku mengajukan cuti. Tentu tidak akan ada maaf dari Hermione jika saja aku kembali.

Huh, lalu apa yang harus kulakukan?

"Ibu," panggilku akhirnya setelah tak mendengarkan apa yang ia bicarakan sejak tadi.

"Ya?"
"Apa yang akan mereka lakukan jika aku dan Astoria telah menikah?"

Ibu diam, ditaruhnya gaun di atas tempat tidur lalu berjalan ke arahku. Dengan lembut direngkuhnya kedua lenganku dan membuatnya berhadapan.

"Kau terlihat tampan, sama seperti biasanya. Selalu tampan untuk ibu dan ayahmu."

Aku masih diam menatap gurat lelah di wajah ibu. Wanita ini adalah pejuang kebebasan ayah yang berdiri paling depan. Aku tak yakin ia cukup tidur selama berada di luar negeri karena kulihat kantung di bawah matanya yang sedikit menggantung kehitaman

"Katakan, Bu."
"Mengapa kau ingin jawaban?"
"Karena aku tidak mencintai Astoria."

Ibu tidak terkejut kecewa, tidak pula nampak bahagia. Ia justru terlihat bimbang sambil mengalihkan wajahnya dengan membetulkan letak dasiku.

"Kau akan belajar mencintainya suatu saat."
"Apa Ibu mencintai ayah?"
"Itu pertanyaan yang tak pernah ingin kujawab karena hanya ayahmu yang tahu besar cintaku untuknya."
"Bu, tidak adakah cara lain?"
"Sayangnya ini adalah cara terakhir, Draco."

Dengan perasaan kacau balau, kutundukkan kepala. Merasa inilah takdirku sebagai anak yang harus mengorbankan kebahagiaan demi sang ayah.

"Dijodohkan, bukan berarti pilihan terburuk, Draco. Aku dan ayahmu juga bertemu saat perjodohan, dan lihat bagaimana kami saling menguatkan dan mencintai satu sama lain sampai saat ini. Kautahu apa alasannya?"
Gerak tangan ibu beralih pada bagian depan jasku. Dengan sedikit menepuk-nepuknya perlahan berharap debu yang nyaris tak ada di sana tidak merusak penampilanku.

"Aku yang menjadi alasan itu."
"Benar. Kau adalah satu-satunya alasan kami saling mencintai."
"Tapi, mereka akan benar-benar membebaskan ayah, kan, Bu?"
"Mr.Greengrass akan mengusahakannya."
"Mengusahakan? Itu berarti bisa saja dia gagal?"
"Kita harus optimis bahwa ayahmu akan keluar dari Azkaban secepatnya."
"Mustahil, Bu. Kita tidak bisa menembus penjagaan Dementor sekalipun Mr.Greengrass adalah salah satu kartu pembobol Azkaban."

Ibu menatap manikku dengan mata berkaca-kaca. Ia sedikit meremas krah jas yang kupakai lalu melepasnya perlahan.

"Pergilah, Draco. Jika kau tak menginginkan pertunangan ini, maka kau boleh pergi. Aku tahu hatimu tak berada di sini," ucapnya dengan memalingkan muka.

"Ibu ...."
"Pergilah, jika kau tak pernah mengharapkan ayahmu kembali."
Ibuku terisak, mungkin kecewa denganku.

Kuputar tumit dan berjalan ke luar kamar tamu. Di bawah rumah mewah Greengrass telah disulap sedemikian rupa oleh perancang yang didatangkan langsung dari italia. Tak mengherankan, seperti kelas paling mewah yang pernah kutahu.

"Kemarilah, Nak. Astoria akan segera turun. Mana ibumu?" tanya Mrs.Greengrass saat berpapasan denganku di tangga.

"Sedang bersiap-siap. Mmm, omong-omong, rencana apa yang akan dilakukan Mr.Greengrass untuk mengeluarkan ayahku?"

DRAMIONE-Hogwarts In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang