~nine~

4.5K 353 6
                                    

Niall POV

Aku mengikuti Briana memasuki gedung ini. Aku tidak mengerti mengapa Briana mengajakku ke tempat ini. Sepanjang lorong,  banyak orang yang menyapa Briana. Sepertinya mereka sudah lama mengenal Briana. Aku semakin mempercepat langkahku mengikuti Briana.Dia menghentikan langkahnya di depan pintu dengan nomor 302.

"Hei, Bri. Kau mengenal mereka?" Briana hanya tersenyum. Oh aku sangat menyukai senyum Briana. Senyumnya menenangkan.

Briana mengeluarkan kunci dan membuka pintu kamar itu. Aku melihat seorang pria yang mungkin seumuran denganku masuk ke kamar itu. Tunggu! Dia membawa tasku. Bukankah tas itu tadi masih di mobil? Kenapa sekarang lelaki itu membawanya? Aku langsung masuk ke kamar itu dan aku melihat Briana memasukkan bajuku ke lemari kecil di kamar itu. Apa yang dia lakukan?

"Bri, apa yang kau lakukan dengan bajuku?"

"Sudahlah, Ni. Menurutlah saja. Duduklah santai di kasur itu" Aku melihat kasur yang ditunjuk Briana. Kasur kecil dengan seprei putih, serta satu bantal dan tanpa guling di sana

"Kau gila? Hentikan itu! Apa maksudmu memasukkan bajuku ke sana?" Aku semakin jengkel dengan semua ini

"Ni..."

"Aku tidak mengerti ada apa ini, Bri? Apa yang kau lakukan? Di mana dad dan Greg?" Aku melihat Briana berdiri mendekatiku dan memegang pipiku. Ku lihat matanya memerah. Ada apa sebenarnya?

"Ini semua demi kebaikanmu, Cupcake" Briana mengecup bibirku singkat dan meninggalkanku. Aku mencoba mengejarnya. Tetapi pintu kamar itu telah ditutup kasar olehnya. Aku mencoba membuka pintu itu. Tapi.. Shit! Dia mengunci pintunya. Aku menggedor-gedor pintu kamar itu

"Bri! Katakan padaku tempat apa ini sebenarnya, Bri" Tidak ada sahutan dari Briana. Tetapi aku bisa mendengar isakan yang aku yakin itu adalah Briana

"Aku tahu kau di sana, Bri. Jawab Aku!" aku masih menggedor-gedor pintu itu.

Aku menatap ruangan ini. Menjatuhkan tubuhku ke kasur. Aku masih terus berfikir, tempat apa ini? Apa ini semacam panti rehabilitasi? Aku tidak membutuhkan ini semua. Yang aku butuhkan hanya keluargaku yang kembali utuh.

Aku berdiri dan mencari apakah ada 'obat' yang tertinggal di saku-saku bajuku atau tidak. Tetapi tidak ada. Aku membutuhkannya sekarang. Tetapi tidak ada. Aku ingat jika aku selalu memasukkan pil-pil kecil itu ke dalam dompetku. Ketika aku mencarinya, aku tidak mendapatkan pil itu. Pasti dad sudah membuangnya. Aku sangat membutuhkannya sekarang.

_____________________________________________________________________________

Briana POV

Sungguh aku tidak tega jika harus berbohong kepada Niall. tetapi ini juga demi kebaikannya. Aku tidak ingin keadaannya semakin memburuk. Apa lagi dr. Liam berkata bahwa Niall sudah mengalami gangguan hati akut. Aku tidak mau kehilangannya.

Aku melihat Connor mendekat ke arahku sampil membawa kopi dan teh di tangannya. Ya, Connor adalah sahabatku di sini. Dia sudah ku anggap seperti kakak kandungku sendiri.

"Hey, Bri. Matamu merah. Kau habis menangis? Kenapa? Ceritakan saja padaku" ucap Connor sambil menyerahkan segelas teh kehadapanku

"Kau lihat cowok yang datang bersamaku tadi?" aku melihat Connor hanya mengagguk. Dari mata birunya aku tahu kalu Connor sudah sangat penasaran dengan ceritaku

'Dia adalah temanku"

"Pemakai?" tanya Connor lagi. Aku hanya mengangguk kemudian meminum tehku

"Sudah berapa lama?" tanya Connor lagi

"Entahlah. Aku akan pergi melihatnya" Aku berdiri dan meninggalkan Connor di meja itu sendirian

Aku berjalan ke arah kamar Niall. Aku masih ragu apa aku harus masuk sekarang. Bagaimana jika Niall menyerangku dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuatku tidak kuat menahan tangis ini lagi di depannya? Ah sebaiknya aku menemuinya nanti malam saja, sekalian mengantar makan malam. Ketika aku berbalik, aku melihat Connor sedang tersenyum ke arahku. Dia mengikutiku rupanya

"Kenapa masih di sini? Kau tidak masuk?" tanya Connor

"Entahlah, Con. Aku masih takut" aku menunduk

"Takut? Kenapa? kau aneh sekali" connor tertawa mendengar perkataanku. Apa ada yang lucu? ku rasa tidak

"Aku akan pergi saja. Aku ke sini...." Aku menghentikan kalimatku. Aku mendengar suara benda pecah dari dalam kamar Niall

"Astaga! Niall!" Dengan cepat aku mengambil kunci di saku celanaku dan membuka pintu kamar Niall. Aku segera masuk ke kamar itu dan menguncinya kembali. Aku melihat Niall sedang menatap pecahan gelas itu. Apa yang terjadi? Wajahnya sangat merah. Dia berjalan mendekatiku dan mendorong Connor hingga terjatuh.

"Ni, tenanglah. Ada apa?" aku mencoba bertanya padanya selembut mungkin. Dia mendekat ke arahku, semakin dekat hingga membuatku mundur hingga tembok ruangan ini. Dia mengunci tubuhku dengan kedua tangannya.

"Kenapa kau  berbohong, Bri? Aku sangat kecewa padamu!" Aku bisa melihat mata Niall yang memerah

"A...Apa masudmu?"

"Kau bersekongkol dengan Dad!" teriaknya tepat di depanku membuatku memejamkan mata

"Kau tahu? Aku tidak membutuhkan ini semua. Yang aku butuhkan hanyalah mom dan dad bersama kembali" Niall menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Aku memeluknya dan mencoba menenangkannya. Aku melihat Connor yang berdiri di belakang Niall. Aku tersenyum ke arahnya, begitupun dengan dia

"Aku mengerti, Ni. Sekarang tidurlah. Aku akan menemanimu" Aku menatap Niall. Kami berjalan ke arah kasur.

"Aku ingin pulang, Bri" kata Niall dengan suara seraknya, tentu karena dia baru saja menangis tadi

"Aku akan membicarakannya dengan uncle Bobby besok. Sekarang tidurlah" Aku mencoba menenangkan Niall. Satu kebohongan lagi, yakni akan berbicara dengan uncle Bobby.

"Kau janji?" Niall menatapku, aku hanya tersenyum

Tidak butuh waktu lama, Niall sudah terlelap. Aku dan Connor pergi ke taman

"Niall kelihatan sangat tertekan" aku menoleh ke arah Connor. Ya, dia memang benar

"Ya" Jawabku singkat

"Dia sangat menyayangimu rupanya" ucapan Connor membuatku menghentikan langkahku

"Bagaimana kau tahu?" Connor ikut menghentikan langkahnya

"Kelihatan sekali dari caranya menatapmu" Connor melanjutkan langkahnya. Aku mengejar Connor

"Kami memang pernah berpacaran" kataku singkat

"Lalu?" tanya Connor

"Dia memutuskanku dengan alasan yang tak jelas" Aku menunduk. Aku teringat kenangan-kenangan ketika aku dan Niall masih berpacaran dulu.

"Kau masih mengharapkannya kan?" Hey Connor seperti membaca isi hatiku saja. Aku hanya mernggeleng

"Tidak usah berbohong. Dia juga masih menyayangimu kok" aku hanya bisa diam dengan ucapan Connor

"Aku masuk dulu, Bri. Jaga Niall baik-baik" dia berdiri meninggalkanku sendirian bersama kenanganku ketika berpacaran dengan Niall yang seolah bangkit begitu saja. Sudah lebih dari 3 tahun berlalu. tetapi aku tidak pernah bisa melupakannya

Drunk Cupcake [Niall Horan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang