Part #6 Center of the opera 1

702 41 0
                                    

Writer greeting :
Hello! ini cerita yang sebelumnya tentang kematian Sherlock di center of the opera. Ditunggu kritik dan sarannya. Selamat menikmati! 😄😄

Pagi itu suasana di Backer street tetap sama, terdengar derapan bunyi langkah kuda yang pasti dan berirama. Derapan itu berhenti seketika.

"John ada yang datang!"

"Bagaimana kau tahu?"

"Seorang wanita, bukan wanita biasa, hmm.. sekelas bangsawan"

"Bagaimana kau melihatnya? Kau bahkan membelakangi jendela."

"Harusnya aku tau dari awal Irene Adler!"
Lalu wanita itu masuk dan terkejut ketika namanya disebutkan, mata nya membelak dan mulutnya sulit untuk dikatupkan. Seketika John berdiri dan memberikan tepuk tangan.

"Aku baru tahu rekanku seorang pesulap, bagaimana cara nya?"

"Ayolah kau bukan benar-benar seorang pesulap!"

"Langkah derap tapal kuda yang berhenti dan kuda itu lebih dari satu, itu menceritakan bahwa ia menaiki kereta kuda yang eksklusif, sekelas dengan bangsawan setidaknya pengusaha sukses dan dia datang kesini. Lalu langkah kaki nya yang bersemangat dan berirama. Itu menyatakan dia menggunakan sepatu yang bagus dan seseorang yang bersemangat, punya ambisi. Kita tahu wanita itu adalah Irene Adler."

Sekarang John yang sulit mengatupkan mulutnya, sementara Irene Adler menghampiri Sherlock memberikan jabatan tangannya.

"Kau menantikan kehadiran ku?" Bisiknya.

"Tidak sama sekali. Kau yang tidak sabar bertemu dengan ku." Sherlock hanya memberikan senyuman tipis dan sesegera mungkin Irene Adler menjauhkan wajahnya dari telinga Sherlock, karena mukanya mulai merah padam.

John mencoba memecah ketegangan itu dengan melemparkan pertanyaan "Apa yang membawa anda kesini Mrs. Adler?"

"Tidak bolehkah aku berkunjung?"

Tiba-tiba Sherlock memicingkan matanya kearah pintu "John ada yang datang, dia tidak sendirian!"
"Sherlock? Jangan terlalu tegang itu hanya adik ipar dari mantan suami ku."
"Langkah kaki nya seperti pemburu!"
"Tidak mungkin!" Jawab Irene Adler tegas.

"Maafkan kami Mrs. Adler, wajar jika Sherlock berjaga-jaga karena setiap didekat anda, selalu ada kasus yang harus dipecahkan." Terang John sambil menunjukan senyuman yang lebar. Sherlock membalik badan seolah tidak peduli, sedangkan John tampak seperti melayani seorang putri.

Tiba-tiba dari arah pintu seorang wanita bangsawan dengan rambu blonde dan berwajah seperti boneka muncul.

"Hello, Saya Elizabeth!" Menyapa lalu membungkuk.

"Maaf membuat mu menunggu Elizabeth, perkenalkan ini teman ku John seorang dokter dimedan perang dan detektif kesayanganku Sherlock."

John seketika membungkuk, namun Sherlock tetap pada posisinya tidak berubah sedetikpun.

"Kaki mu baik-baik saja Mrs. Elizabeth?" Tanya Sherlock.

"Sherlock!" Irene Adler mencoba melotot kearahnya.

"Apa? Aku hanya ingin membantu jika ia terluka, tapi sepertinya tidak dia benar-benar tenang sekarang seperti seorang Lady."

"Sherlock!" Panggil Irene Adler yang sepertinya memohon agar dia tetap diam.

Irene Adler memberikan dua tiket pertunjukan opera. John mencoba memberikan kesempatan agar Sherlock mengambilnya, namun pria kaku itu tidak bergerak sedetik pun.

"Boleh ku ambil ini?" Tanya John sopan.

"Silahkan Mr. Watson. Tolong pastikan kalian hadir, terutama Sherlock."

"Serahkan pada ku Mrs. Adler!" Tungkas John.

Dua wanita itu pergi seperti kain indah yang makin lama semakin menjauh. Gerakannya halus dan indah seperti tarian perpisahan.

"Sherlock?"

"Tidak!" Seolah ia tau apa yang akan dipinta rekannya itu.

Tiba-tiba dari arah pintu datang seorang wanita berambut panjang lurus dan tampak sangat cerdas.
"Molly apa yang membuat mu datang kesini?"

"Telpon dari Sherlock tadi pagi."

"Aku bisa ketempat mu besok." Jawab Sherlock santai.

"Besok kau bisa ambil hasil rontgen dirumah ku, aku tidak ke lab."

"Baiklah tolong kau rontgen ini" Molly Hooper mengambil beberapa barang bukti yang harus dia rontgen, tangannya tampak gemetar, senyumannya lebar dan dia terus melihat kebawah. Ia langsung membalik badan dan berlari pergi.

"Wow.. wow apa kau menyihirnya? Kau bahkan tidak menyuruhnya untuk datang? Aku mulai tidak mengenali rekan ku. Tadi tiket opera dan sekarang bantuan pemecahan kasus?" John mencoba mengajak Sherlock bercanda, dia beberapa kali menaikan alis dan menepuk pundak rekannya itu.

"Tadi kau bilang aku pesulap sekarang penyihir?"

"Aku harus belajar beberapa hal dari mu!" Gelak John memaksa Mrs. Hudson untuk datang.

"Apakah kedatangan wanita-wanita itu yang membuat dua lelaki ku tidak menyesap kopi dan memakan pancakenya di meja makan?" Dia berdiri tegap diambang pintu dengan tangan berkacak pinggang, dan memegangi celemek merah yang kusam.

**************

Keesokan harinya Sherlock berjalan menuju rumah Molly Hooper. Dia menekan bel satu kali dan sebelum bunyi bel berhenti, Molly langsung membukakan pintu. Sherlock masuk dengan tenang, tampak sosok cantik sedang duduk menatapinya tenang dan langsung berdiri menghampirinya.

"Mr. Holmes senang bertemu dengan mu kembali." Ia menjabat tangan Sherlock yang sedingin es.

"Mrs. Elizabeth?"

"Kalian sudah kenal? Wow aku bertanya-tanya betapa sempitnya dunia ini."

"Mrs. Hooper maafkan aku, aku harus segera pergi terlalu banyak orang yang harus aku kunjungi. Semoga hari mu menyenangkan." Dia pergi perlahan, langkahnya tenang dan hati-hati kali ini.

"Dari mana kau mengenalnya?" Tanya Sherlock binggung.

"Dia seorang bangsawan yang membeli rumah tepat disebelah rumah ku. Dia baru pindah hari ini."
Sebelum Sherlock sempat menjawab, Molly melanjutkan helaan nafasnya yang panjang dan mencoba meneruskan perkataannya.

"Sherlock? Apakah yang kemarin kerumah mu itu Mrs. Adler? Untuk apa ia kesana?" Molly berhenti bertanya, ia bahkan tidak mampu melihat kearah wajah Sherlock.

"Iya dia Irene Adler." Jawab Sherlock tenang.

"Bukankah dia yang mempermainkan pekerjaan mu? Aku mulai mempertanyakan integritasmu sebagai detektif. Kau akan menangani kasus sungguhan iyakan? bukannya memecahkan permainan dari seorang bangsawan."

"Itu tidak ada hubungannya dengan mu. Bisa kau ambilakan hasil rontgennya?" Suara Sherlock mulai memberat.

"Kau harus berhenti jadi mainan kesayangannya Sherlock. Hidup mu lebih dari itu." Molly mulai menahan tangis, suaranya mulai bergetar.

"Aku harus apa?"

"Kau harus menjadi mainan yang hilang. Permainan kematian mu menghentikannya untuk mengusik mu Sherlock. Aku hanya mencoba menyelamatkan mu."

"Terimakasih untuk rontgennya." Sherlock pergi tanpa berbasa basi. Molly Hooper kehilangan keseimbangan, dia mulai menangis melihat langkah kaki yang semakin jauh dan menghilang. Jauh dilubuk hatinya, kehancuran dan kehilangan harapan yang mendalam hampir membunuh mimpinya untuk tetap bertahan bersama pria dingin yang tak kenal wanita itu.

Sherlock Holmes (Dear Sherlock)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang