Pagi-pagi buta, kami meninggalkan klinik itu dibekali beberapa obat-obatan serta makanan, wajah sedih pria itu mampu membuat Sophie kecil kami menangis. Kemurahan hati pria itu, mampu mengizinkan kami untuk menggunakan kreta kudanya beserta kusir.
Molly Hooper mearpihkan baju nya yang kusut, menaiki kereta kuda seolah seorang lady. Ku julurkan tangan untuk membantunya dan dia tetap memilih memegang pintu kereta. "Kau masih malu? marah?" bisik John pelan ketika wanita itu sudah duduk bersebrangan dengannya. "Apa kau bercanda?" tanya nya dengan nada yang ketus. John menjauhkan wajahnya dari wanita itu dan berkata " Harus jujur, yang paling menakutkan dari kehidupan ini adalah ketika seorang wanita marah, benarkan?" setelah perkataannya itu enam mata menatapnya erat-erat. "Oke, aku kalah!" John tersenyum sambil membenarkan topinya.
Sepanjang perjalanan, Mrs. Hudson melihat kearah luar jendela, matanya menerawang jauh keluar. Empat hari berlalu dan mereka hanya berhenti untuk makan dan istirahat sebentar. Pandangan Mrs. Hudson sangat berbeda dari sebelumnya. Molly menatap Mrs. Hudson lalu menggengam tangannya "Apa kau baik-baik saja?" Wanita itu seperti terbangun dari mimpi dan menghela nafas panjang. Mrs. Hudson memalingkan pandangan kerah John " Apa?" tanya pria itu lalu dia menambahkan kata-kata "Baiklah aku tahu, tapi kita memang membutuhan bantuan ini. "
"Aku selalu merasa berhutang padanya Mr. John Watson dan kami bahkan tidak pernah menyelesaikan obrolan. " Dia tetap memandang kearah luar.
"Wow, sepertinya hanya aku yang tidak mengerti. Bantuan dokter itu? Obrolan apa? ku kira kita baru mengenalnya." Molly Hooper bertanya sambil menaikan alis.
"Ayolah Miss. Hooper kau sangatlah tidak peka. Kuda yang sama dengan kereta yang berbeda dari ladang tebu Mr. Dylan. Kurasa dia hanyalah pria baik dan penyayang"
Molly sontak terkaget "Benarkah? bisakah kita berhenti melihat kudanya?"
"Aku selalu merasa di gengaman tangannya. Aku selalu merasa keinginan kuat membawa kalian kesini untuk membantuku menyelesaikan permasalahakn ku. Aku seperti membuat kalian dalam bahaya. Apakah kita harus pulang? Aku bersalah terhadap malaikat kecil yang tertidur ini." dia mengelus kepala Sophie yang sedang tertidur.
Mereka tiba di bar dengan banyak pria bertopi cowboy. Mrs. Hudson mendekati kondektur itu dan berbisik "Jujurlah apakah kau tau dimana Mrs. Adler? kau tidak hanya diberikan misi untuk ke Dallas bukan?"
" Maafkan aku Mam, kau tau selama ini? Mr. Dylan hanyalah pria pemegang janji. Dia berjanji membawa mu kesana dan akan dia lakuan apa pun untuk mu."
Mrs. Hudson terisak-isak dalam tangis. "Aku selalu berhutang padanya."
"Mam maafkan aku, ada sesorang yang harus kalian temui untuk sampai kesana."
Tanpa basa basi, Mrs. Hudson masuk ke bar itu bersama dengan John. Mereka diantar ke lantai dua di meja paling pojok dan gelap. "Kalian ingin bermain?" Teriak pria disudut ruangan itu. Kepercayaan diri yang penuh ditunjukan Mrs. Hudson " Perkenalkan saya Mrs. Dylan!" John hampir terlompat mendengar kata-kata itu. "Persilahkan mereka untuk duduk!" pinta pria dengan jahitan di wajahnya.
"Kau benar-benar ingin kesana? Ketempat paling hitam di negara ini? Aku dapat membuat mu masuk ke dalam sana tanpa perjanjian dapat mengeluarkan anda."
John mulai gugup dilihat dari keringat yang membajiri wajahnya dan tarikan nafas yang mulai tidak teratur. "Well, aku rasa kalian tidak siap. Aku dapat mendengar degup jantung rekan mu Mam".
John sontak berdiri dan jiwa dokter militernya muncul. "Semua hal sudah kami lewati bahkan yang terburuk, aku tidak yakin ada yang lebih buruk lagi. Semua hal akan kami lalui." Dia mengatakan itu tanpa sadar dan langsung terduduk termenung. "Kau tahu? kami ingin membawa anggota keluarga kami pulang, hanya itu dan kami tidak bisa pulang tanpa nya."
"Baiklah Mr. Dylan telah membayar mahal untuk ini. Tapi permainan ini tidak mengikut sertakan mu Mam, itu perjanjiannya. Misinya anda harus tetap hidup."
Mrs. Hudson langsung berdiri dan tatapannya nanar, John menariknya duduk lalu membisikannya "Kau harus bersama Sophie, dia tidak boleh terluka. Biarkan saja aku yang berperan, Ku mohon jagalah Sophie untuk ku." Di kegelapan dia meneteskan air matanya.
Dia menggengam kalung pemberian istrinya dan berbisik dalam hati 'Emma maafkan aku menghancurkan harapan mu untuk menjaga Sophie. Ku mohon lindungi lah aku.' Gambaran yang tidak pernah terbayang akan kembali, tiba-tiba mendekapnya dalam keheningan. Seolah semua hal dapat dilalui. "John kau lah yang terbaik, kau mengajarkan malaikat kecil kita arti pentingnya keluarga dan sebuah pengorbanan. John aku selalu berada di degupan jantung mu jadi Ku mohon tetaplah hidup." tiba-tiba gambaran itu sirna, debaran di jantungnya semakin terasa. Ini seperti awal yang selalu dinanti namun sulit untuk diakhiri.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hello!
Its been a long time, terimakasih bagi yang masih mengikuti cerita ini. Aku sangat berharap dengan kritik dan saran kalian. Maaf tidak dapat update, pandemi ini benar benar menjadi perang yang sesungguhnya bagi kami para frontliners. Ku harap kalian selalu sehat dan please stay at home. Hope God always save us and our family.
- Love
-Hanna-
![](https://img.wattpad.com/cover/107653312-288-k458508.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sherlock Holmes (Dear Sherlock)
FanficOur life looks like puzzles, There's no me or you, but us. Without you I never complete -Irene Adler