Part #27 Dear Sherlock

209 16 2
                                    

Writer Greetings :

Terimakasih sudah membaca cerita ini, Maaf aku tidak memilki waktu yang banyak untuk menulis. Ku masukan lagu kesukaan ku People Help The People By Birdy untuk menemani kalian membaca cerita ini. Aku sangat senang dan mengapresiasi kalian yang masih menantikan cerita ini, jika kalian berkenan berikan komentar atau saran. Semoga hari mu menyenangkan :)

-Hanna




Ketika pagi datang menghampiri kami, John sudah terbangun dan tergelak melihat paras kami yang seperti pengemis. Aku hanya menatapinya kesal, meskipun tergelak juga dalam hati.

"Tertawa sepuas mu Mr. John Watson! Kau harus melihat rupamu juga." Molly menaikan alisnya.

Mrs. Hudson menerobos dari semak-semak sambil membawa beberapa batang tebu yang sudah dia kemas. "Kita harus bergegas!" perintah Mrs. Hudson sambil mengendong Sophie dan memasukan tebu ke dalam kain yang ia robek dari gaunnya. "Kau tahu kemana kita akan pergi Mrs. Hudson?" tanya John binggung.

"Kita tidak mungkin sampai kesini jika kita tidak tahu Mr. Watson! Sudah kusiapkan tongkat untuk mu dari batang tebu." Jawab Mrs. Hudson lugas, lalu John beberapa kali memandang Mrs. Hudson pada akhirnya wanita tua itu angkat bicara "Tenang bulu halus pada tebu itu sudah ku bersihkan." Tanpa berbasa-basi John langsung bergegas mencoba bangkit dan menggunakan tongkat itu. "Cukup nyaman!" dia berdiri mencoba tongkatnya beberapa langkah.

"Senang mengenal kalian" kata-kata melankolis itu keluar dari mulut Molly Hooper dengan mata yang berkaca-kaca. John melemparkan padangan kearahnya dan mengangkat alis " Ayolah perjalanan ini belum berakhir! Kita masih harus menyelamatkan king lord and your majesty Sherlock Holmes." Mereka semua tergelak dan berpelukan.

"Bagaimana kalian tahu Sherlock berada di daratan Amerika? Bukan kah aku seorang detektifnya?"

"Apakah kami sebagai wanita tampak selemah itu Mr. Watson?" tanya Mrs. Hudson dengan nada bercanda.

" Haruskah ku ungkapkan sekarang? Kau detektifnya John, kau harus memecahkan sendiri teka teki itu, jika sudah memiliki jawabannya aku siap memperlihatkan kunci jawabannya." tanya Molly sambil memperhatikan raut wajah John.

"Baiklah oke! Sekarang kalian meledek ku?"

Mereka tergelak sebelum akhirnya Mrs. Hudson berkata " Kau cukup permarah untuk ukuran seorang pria". John menghela nafas ingin marah namun mencari bahan untuk mencairkan suasana " Inggat aku ayah dan ibu tunggal oke?" dia ingin bercanda, namun semua orang tampak terdiam. John mulai angkat bicara lagi sambil menggaruk kepalanya "Aku baik-baik saja dengan status itu, sungguh! Tidak ada yang salah. Bisakah kita lanjutkan perjalanan?"

Mereka mulai berjalan tanpa ada sepatah kata pun yang terucap. Setelah hampir satu setengah jam berjalan, John menghentikan mereka dengan melebarkan satu lengannya, sedangkan lengan yang lain bersimpuh pada tongkat. "Aku hanya bercanda oke? Yang aku harapkan gelak tawa, lihat aku baik-baik saja." Ketiga wanita itu menatap John sedih. "Daddy!" panggil Sophie lirih. Molly Hooper yang semula diam mulai angkat bicara "John, jangan paksakan dirimu! Matamu berkaca-kaca, tidak mungkin kami sanggup untuk tertawa." John hanya berbalik badan dan terus berjalan. Setelah hampir tiga jam berjalan, mereka sampai ke kota dengan beberapa kendaraan yang melintas. 

Keadaan yang cukup hiruk pikuk membuat mereka cukup kewalahan. Molly cukup binggung "Kemana kita akan pergi?" Tanya Molly sambil melirik ke arah Mrs. Hudson dan John. "Bolehkah kita ke klinik itu? aku harus mengobati kaki ku." dia bertanya sambil menunjuk kearah klinik tua di sebrang jalan. Mereka berjalan kesana dengan hati-hati, awalnya Molly tidak yakin akan masuk kesana. "Apa kau yakin John? Keadaanya cukup tua dan rapuh untuk sebuah klinik" Molly melihat kayu-kayu yang lapuk dengan cat yang mulai memudar.

"Kau tidak ingin melihat abses di kaki ku bukan?"

Molly menaikan alis, pintu itu tertutup rapat. Mrs. Hudson dengan segala kesopanannya mencoba mencari bel atau lonceng. John mencoba mengetuk pintu itu "Mr. Watson tidak cukup sopan bila" Mrs. Hudson belum selesai bicara dan tampak pria tua, bungkuk dengan kepala botak membuka pintu itu.

"Ada yang bisa ku bantu?" Tanya pria botak itu. Mereka melihat ke segala arah mencoba mencari sumber suara dan pada akhirnya mereka melihat kearah bawah.

"Aku minta maaf kami tidak bermaksud.. hmm kau cukup... tidak terlalu" Molly tidak berani melanjutkan kata-katanya. John segera menyikutnya. "Bisa tolong obati luka ku?" Tanya John sembari tersenyum lebar.

"Apa anda yakin? Baiklah masuk!" Ajak pria botak itu.

Mereka bergegas masuk, namun mata mereka mengamati sekitar. Pria itu menggenakan jas putihnya dan mempersilahkan John untuk duduk. "Perkenalkan aku dr. Barley." Dia menjabat tangannya " dr. John Watson senang bertemu dengan mu".

Pria itu terkejut " Anda seorang dokter? Untuk apa jauh-jauh kemari"

"Kurasa sekarang aku seorang pasien." John tergelak.

"Calvé disease?" Tanpa sadar Molly menanyakan hal tersebut.

"Bisa tunjukan sopan santun mu Mrs. Hooper?" John memicingkan matanya dan tampak tidak senang.

"Dia juga seorang dokter? Senang bertemu kalian. Ya tulang belakang ku mengalami kelainan." Tanya dr. Barley, wajahnya tampak senang. tanpa panjang lebar dr. Barley mengobati luka John dan membersihan jaringan yang mati. Setelah selesai mereka diajak berkeliling didalam klinik itu.

" Well..Senang bertemu dengan mu dr. Barley. Tempat ini cukup sepi dan tidak seperti klinik." Molly cukup penasaran dengan tempat itu. John berkali-kali menyenggolnya.

dia hanya tersenyum lalu mereka semua terkejut ketika Sophie terjatuh, kaki nya mengalami kelainan bentuk, malaikat kecil itu menangis kencang. John  cukup panik dengan tangisan putrinya. " Aku akan menjawab pertanyaan mu setelah menyelesaikan ini dr. Hooper."

Semua tampak panik mendengar jeritan Sophie yang mengisi gedung kecil di pojok kota. "Aku tidak bisa melakukannya karena dia putri ku." John berkata dengan panik dia mengelus kepala anaknya. Molly mengambil posisi memegangi tubuh Sophie agar mengurangi pergerakan. Mrs. Hudson menangis tak berhenti karena merasa bersalah kurang mengawasi. dr. Barley dengan sigap menunduk, tangan sebelah kirinya memegang lutut Sophie dan yang sebelah kanan menarik kearah bawah. Gadis kecil itu menjerit kencang dan dengam mudah ia lakukan closed reduction. " Aku tidak memiliki gips, namun kita bisa membidainya untuk mengurangi pergerakan dalam 1-2 hari ini." setelah selesai dibidai, Sophie masih merintih ketakutan setelah apa yang ia alami. Mereka memindahknnya ke kasur pasien, Sophie masih menggengam tangan ayahnya dengan kuat.

Molly menghampiri dr. Barley yang menghadap ke kaca luar " Maaf atas, pertanyaan ku, aku hanya tidak mengerti dengan keahlian mu mengapa klinik ini cukup sepi."

Sekali lagi dia memberikan senyumannya "Kau sudah memiliki jawabannya dr. Hooper. Walau kita memiliki kemampuan dan potensi hal itu tidak akan terlihat akibat stigma, tidak ada yang percaya untuk berobat dengan ku. Banyak yang bicara dia tidak dapat mengobati dirinya, mengapa berani mengobati orang lain."  Dia melihat keatas mencoba menahan tangis sebelum akhirnya melanjutkan kata-katanya " Senang kalain sudah percaya padaku untuk berobat kesini. Pada akhirnya aku menjadi dokter karena untuk menolong."

Molly menunduk meletakkan lengan dibahu pria itu dan hari itu terasa panjang. Kehidupan selalu memilki cerita, terkadang cerita yang sulit diungkap dan memaksa kita untuk melihat dari kaca mata yang berbeda.


Sherlock Holmes (Dear Sherlock)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang