Suga duduk termenung di salah satu bangku di ruang tunggu klinik yang berada di kawasan Dongdaemun malam itu. Terdapat beberapa luka lebam di pelipis dan sudut bibirnya. Meskipun sudah diobati tetapi luka-luka itu masih menyisakan rasa sakit yang cukup menyiksa batinnya. Pikiran Suga kembali membawanya pada ingatan akan wajah ayahnya yang tampak sangat marah setiap kali melihatnya.
Imajinasinya buyar saat ia merasakan sentuhan Eunha di pundaknya. Suga menoleh, Eunha terlihat sangat lelah karena menangis cukup lama. Kedua matanya sembab dan mimik wajahnya masih tampak ketakutan dan khawatir disaat yang sama.
"Kau tau jika dia ayahku?" tanya Suga tiba-tiba. Eunha mengangguk, yeoja itu kemudian membenarkan posisi duduknya dan memandang lurus ke depan.
"Aku melihatnya waktu itu" jawab Eunha pelan. Yeoja itu tampak ragu untuk melanjutkan kata-katanya. Tiba-tiba saja ia seperti merasa ketakutan, jemari tangannya sibuk bermain satu sama lain mencoba untuk menghilangkan kegugupannya.
Flashback
Winter tahun laluSiang itu Eunha bergegas pulang ke rumahnya begitu menerima telpon bahwa penyakit ibunya kembali kumat sesaat setelah ia pergi bekerja. Dengan terburu-buru Eunha turun dari bus dan berlari menuju rumahnya.
Saat tiba di pertigaan jalan menanjak di dekat rumahnya, tiba-tiba langkah Eunha berhenti saat sudut matanya menangkap sosok seorang namja yang menggunakan seragam Hanlim sedang dipukuli oleh seorang pria yang tak lain adalah ayah Suga itu sendiri.
Eunha terkejut bukan main, ia spontan menutup mulutnya agar suara histerisnya tidak terdengar oleh pria itu. Eunha panik, ia melihat ke kanan dan kiri mencari tempat untuk bersembunyi. Saat melihat kotak pos beberapa meter di dekatnya Eunha buru-buru menyembunyikan tubuh mungilnya dan mengintip.
Suga tampak dipukuli dan di tendang beberapa kali, tapi namja itu sama sekali tidak melawan. Bahkan walaupun ia sudah babak belur dan terluka Suga tetap tidak memberikan perlawanan apapun. Eunha sudah hampir menangis, kakinya gemetar, bagaimana jika namja itu tewas? Bukankah situasi saat ini sudah sangat genting?
Eunha kembali melihat ke sekeliling, kenapa disaat seperti ini justru tidak ada satupun orang yang melintas?
"Hentikannnn! Hentikannnn!" terdengar suara seseorang berteriak mencoba untuk melerai perkelahian itu. Eunha kembali mengintip, ia bisa melihat seorang wanita tua yang merupakan nenek Suga berlari dengan susah payah untuk menolong Suga yang hampir tak sadarkan diri.
Nenek Suga dengan sekuat tenaga menahan beban tubuh putranya yang terbakar emosi. Meski didorong hingga terjatuh berkali-kali tetapi nenek Suga tetap tidak menyerah hingga akhirnya ayah Suga lelah dan berhenti.
Nenek Suga menangis melihat cucu kesayangannya itu babak beluk dan terkapar di trotoar. Ia jatuh berlutut dan memeluk Suga penuh rasa sayang dan penyesalan.
"Mr. Min! Ini sudah keterlaluan!" nenek Suga berteriak cukup keras. Ayah Suga masih tampak marah dengan nafas yang tak beraturan, ia mengepalkan tangannya kuat.
"Itu karena ibu selalu memanjakannya! Aku hanya memberinya pelajaran karena sudah menjadi anak kurang ajar!" tunjuk Mr. Min penuh emosi.
Nenek Suga menangis dan terus menggeleng-gelengkan kepalanya, ia sama sekali tidak menyangka putranya akan bertindak hingga sejauh ini.
Eunha yang mengamati dari kejauhan bisa melihat Suga kini sudah tak sadarkan diri, buru-buru ia berlari ke sudut jalan dan mencari bantuan. Beruntung, tak butuh waktu lama bagi Eunha untuk menemukan beberapa pejalan kaki yang kebetulan melintas. Setengah berlari Eunha mengarahkan mereka ketempat dimana Suga berada.

KAMU SEDANG MEMBACA
INVISIBLE LOVE
FanfictionCinta itu tidak buta. Hanya saja tidak semua orang yang memiliki mata mampu melihatnya. Seperti aku yang tidak menyadari perasaanku sudah tumbuh sampai sebesar ini. ---- Umji menjadi bulan-bulanan dikelasnya karena ia dianggap jelek dan buruk rupa...