8. Love is..

60 6 14
                                    

Tak terasa sudah sebulan lebih gadis itu berada di sekolah barunya. Semakin hari ia semakin bahagia saja, itu karena ia dan pria-nya semakin dekat saja. Rasa itu makin dalam dan menyenangkan, pikirnya.

Gadis itu sekarang tengah berceloteh ria tentang hari minggu yang ia habiskan di rumah neneknya. Sesekali ia tertawa kecil saat menceritakan tentang dirinya yang dikejar seekor angsa saat memancing atau saat ia terjatuh karena berlarian di pematang sawah.

Sedangkan pria itu mendengarkan semua cerita gadis itu dengan tenang dan sesekali tertawa menyadari betapa semangatnya gadis itu dalam bercerita. Ia bahkan memperagakan bagaimana kisahnya dengan wajah lucu dan menggemaskan. Sampai ia tak menyadari jika ia akan menubruk tiang jika tidak ada telapak tangan yang menutupi keningnya agar tak terantuk.

Gadis itu berhenti bercerita dan menengok ke arah sampingnya. Pria itu menghela napas jengah dan menyentil puncak kepala gadis itu pelan.

"Kau ini, perhatikan langkahmu." Katanya.

Gadis itu bergeming karena dekatnya ia dan pria itu sekarang. Bahkan ia tak merasakan sakit akibat sentilan pria itu. Ia berada tepat di depan wajah prianya. Nafasnya yang berbau mint pun merasuk ke dalam indra penciumannya. Wangi dan segar.

Perlahan rona merah itu mulai menyebar di wajah gadis itu. Ia masih bergeming dengan mata terbelalak lebar dan jantung yang mulai berdisko.

Matang sudah wajahnya. Saat ia sudah tersadar dari keterkejutannya ia mulai menunduk.

"Ma..maafkan ak..aku," gagapnya dengan salah tingkah.

Pria itu masih memperhatikannya dengan tajam. Sampai tangan itu mulai meraih dagu gadis itu agar terangkat. Gadis itu mulai memalingkan wajahnya dengan salah tingkah.

Pria itu menyingkirkan anak rambut yang dengan nakal menempel pada pipi gadis itu. Setelah selesai, dengan gemas pria itu pun menarik kedua pipi gadis itu.

"Aku tak menyangka ternyata kau dapat berubah warna," tawa pria itu pun lolos dari bibirnya.

Gadis itu semakin salah tingkah dan mulai memukul pelan tangan yang sekarang menarik pipinya itu.

"Lwpaskwan kaw mwnyebwalkan." Gadis itu menarik paksa tangan itu.

Pipinya yang sudah memerah sekarang semakin memerah. Bahkan rona itu sekarang sudah mencapai daun telinganya. Tawa pria itu masih berlanjut dan bertambah kencang seiring dengan gadis itu yang mengerucutkan bibirnya.

Tak tahan dengan suara tawa itu akhirnya gadis itu melupakan kekesalannya dan mulai ikut tertawa bersamanya.

Ia selalu berharap tawa itu akan selalu berada di sana, sampai ia tak dapat melihatnya lagi.

***

Love is..

when you pinch on my cheeks at the moment you see them turning reddish.

***

el ♡

Love Is..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang