Kamu

22 3 2
                                    

"Kau adalah aku dan aku adalah kau."

Jevin berdiri mematung menatap sebuah butik besar yang kira-kira terdapat 3 lantai didalamnya, bertuliskan Naya's Collect.

Dengan sedikit ragu, Jevin melangkah masuk dan bertanya dimana ruangan Naya berada. Jevin berbohong kepada resepsionis dengan berkata ia telah membuat janji pada Naya. Lalu perempuan itu menunjukkan letak ruangan Naya. Jevin segera menuju ruangan Naya yang terletak di lantai paling atas butik tersebut.

Jevin berhenti tepat di depan pintu ruangan Naya, lalu ia mengetuknya.

Terdengar suara wanita mempersilahkannya masuk. Jevin membuka pintu itu dan tatapannya langsung menangkap sosok wanita yang telah lama ia rindukan.

Tatapan Naya bertemu dengan mata Jevin yang sekarang ini berdiri mematung di depannya. Seketika tubuh Naya menegang, antara terkejut dan tidak menyangka pria itu kini berdiri nyata di depannya. Bibirnya terkatup rapat tak tahu harus berkata apa.

"Jevin," ucapnya lirih hampir tak bersuara.

Jevin melangkahkan kakinya mendekat kearah Naya, dan langsung memeluknya. Jevin sudah tidak bisa menahan lagi kerinduannya pada gadis itu. Ia memeluk erat Naya, mmembuat wanita itu hampir tak bisa bernafas.

"Aku sangat merindukanmu, sangat merindukanmu." ucap Jevin penuh penekanan dalam setiap katanya. Tersirat ada luka didalam suaranya itu.

Naya berusaha melepas pelukan dari Jevin. "Lepaskan aku, aku hampir tak bisa bernafas."

Jevin langsung melepaskan pelukannya dan melihat wajah Naya dengan penuh kebahagiaan. Ia menangkup tengkuk Naya dengan kedua tangannya. "Benarkah ini kamu?" Ucap Jevin lagi masih tak percaya Naya berdiri nyata di depannya.

Dan lagi-lagi Jevin memeluknya. Ada seulas senyum tercetak dibibir Naya saat Jevin memeluknya, "aku juga merindukanmu," ucap Naya hampir tak bersuara.

Dan Jevin masih bisa mendengarnya dengan jelas dan semakin mengeratkan pelukannya, "sudahlah Jevin, kamu hampir membunuhku."

Jevin melepaskan pelukannya dan tersenyum kearah Naya. Naya merubah tatapannya menjadi tatapan sinis lalu berlalu meninggalkannya. Jevin mengikutinya lalu menempatkan dirinya di sofa depan Naya duduk dan meja menjadi penghalang mereka berdua.

"Jadi, ada perlu apa kamu datang kemari?" Ucap Naya tanpa basa-basi dengan mata masih menatap Jevin.

"Ehem., aku kesini karena aku merindukan gadisku," jawab Jevin penuh keyakinan. Naya hanya menatapnya malas.

"Oh ya, benarkah. Tunggu..," Naya menghentikan sejenak kalimatnya, ia kembali mencerna kalimat Jevin, matanya lalu sedikit ia sipitkan, "kamu bilang tadi gadismu."

"Ya. Ada yang salah?"

"Aku bukan gadismu."

"Tapi bagiku kamu adalah gadisku, kamu adalah milikku."

Naya menatapnya sinis. "Tapi tidak bagiku. Kamu bukan siapa-siapa bagiku."

"Oh ya." Jevin menatap lekat mata Naya dan itu sukses membuat jantung Naya berdegup kencang. Naya lalu berdiri lantas menuju meja kerjanya.

"Aku sedang sibuk. Bisakah kamu pergi dari ruanganku." ucap Naya tanpa melihat Jevin.

Tubuh Jevin menegang mendengar perkataan Naya yang begitu sinis padanya, tersirat ada kebencian di dalamnya. Jevin segera menghilangkan pikiran buruknya tentang Naya.
Ia lantas berdiri dan berjalan menuju pintu. Sebelum membuka handle pintu, Jevin membalikkan bandannya dan berkata pada Naya, "aku akan sering-sering kemari untuk mengunjungimu." lalu Jevin meninggalkan Naya yang masih menatap kepergiannya.

Kemudian Naya langsung merebahkan tubuhnya di kursi kerjanya, "Huh," ia menghembuskan nafasnya dengan berat.

Laki-laki itu, kenapa ia harus bertemu dengannya lagi setelah sekian lama ia menghindar dari laki-laki itu. Naya memejamkan matanya, merasakan kepalanya yang mulai berdenyut karena memikirkan laki-laki itu.

Flashback on

"Ayah, terima kasih karena sudah membantuku berbohong pada Nanda." ucap Naya sambil memeluk ayahnya. Mereka saat ini sedang berada di sebuah ruangan, yang lebih tepatnya adalah ruang kerja ayahnya.

"Sama-sama sayang. Ayah melakukan semua ini karena ayah sayang sama kamu. Anak ayah yang paling cantik." ucap ayahnya seraya mencubit pipi Naya.

"Ayah." ucap Naya lagi kembali memeluk ayahnya. "Maafkan aku ayah karena melibatkanmu dalam masalahku. Karena hubunganku dengan Juli bermasalah, dan aku begitu takut menghadapinya. Mungkin aku adalah orang yang pengecut ayah, tapi sungguh aku sangat takut menghadapi Juli. Maafkan aku ayah..," Ucap Naya mulai menangis dalam pelukan ayahnya. Ayahnya mengelus punggungnya berusaha menenangkan Naya yang masih menangis.

"Sudahlah. Ayah tahu apa yang kamu rasakan dan ayah sangat mengerti itu."

"Terima kasih yah," ucap Naya masih dalam tangisnya.

Flashback Off

Jevinaya (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang