Juli?

25 3 0
                                    

"Sahabat, bagiku kau adalah sahabatku selamanya."

Naya menghirup aroma green teanya yang beberapa menit lalu ia pesan. Harum, itulah yang Naya rasakan dan setidaknya aroma itu bisa membantunya melupakan sejenak masalah percintaannya yang begitu rumit.

Lalu Naya mulai menyesap green teanya. Seulas senyum tercetak di bibirnya saat rasa manis green tea itu memenuhi ruangan mulutnya. Lalu ia meletakkan gelasnya dan memandang sekeliling cafe yang menurut Naya bagus dengan desainya yang bernuansa klasik.

Hari ini Naya terpaksa menyetujui permintaan Jevin untuk bertemu, setelah Jevin memaksa Naya untuk bertemu. Entah apa yang akan dikatakan Jevin padanya, ia bilang ini masalah penting.

"Lama menunggu?" ucap Jevin yang sudah berdiri di samping Naya. Lalu duduk di depan Naya yang hanya berhalangkan meja bundar di tengah-tengahnya.

"Lumayan," ucap Naya sambil mencecap green tea nya lagi. "Apa yang ingin kamu katakan?" tanya Naya tho the point.

"Minum dulu dong, baru datang juga."

"Terserah lah. Tapi inget, aku cuma ngasih kamu waktu 15 menit aja buat kamu untuk mengatakan hal penting itu."

"Iya sayang, aku tahu." ucap Jevin sambil mengerlingkan matanya dan tersenyum manis pada Naya.

"Ihh.," Naya mengalihkan matanya dengan jijik, dan sikap Naya itu malah membuat Jevin terkekeh melihatnya.

Jevin baru saja menyebutkan pesanannya kepada salah seorang pelayang dan tak perlu waktu lama pesanan itu datang dan Jevin mulai mencecap cappucino lattenya.

Naya menatap Jevin yang sedang mencecap capuccinonya.

Sungguh, Naya sangat merindukan sosok didepannya. Merindukan? Naya segera menggelengkan kepalanya pelan, berusaha menjauhkan semua pikiran konyolnya itu. Ada apa dengannya saat ini?

"Ehemm...," Jevin berdehem lalu menatap Naya. "Aku merindukanmu."

"Jadi itu hal penting yang mau kamu bicarakan padaku, buang-buang waktuku saja." Naya segera beranjak dari duduknya dan mulai melangkah menjauh dari kursinya.

"Tunggu," Jevin menahan pergelangan tangan Naya untuk mencegahnya.

Naya menghentikan langkahnya namun pandangannya terpaku lurus kedepan, seketika nafasnya tercekat, tubuhnya kaku dan selama 5 detik ia lupa caranya bernafas. "Juli,,," Naya mengeluarkan suaranya yang hampir mirip gumaman dengan susah.

Jevin mengikuti arah pandangan Naya, dan Jevin sama kagetnya dengan Naya.

Ia spontan mengeratkan tangannya pada pergelangan tangan Naya lalu mulai mensejajarkan dirinya pada Naya. Naya menoleh pada Jevin lalu berusaha melepaskan pegangan tangan Jevin sambil terus menatap Juli yang masih berdiri di tempatnya.

"Hai Naya," Juli mulai melangkahkan kakinya mendekati Naya.

Naya menatapnya bingung. "Apa kau merindukanku sahabatku?" lanjut Juli tanpa ekspresi sedikit pun.

Naya hanya menatap Juli tanpa membuka suara sedikit pun, atau lebih tepatnya ia bingung menjawab apa.

Juli semakin mendekat namun pandangannya tak lepas dari Naya. Lalu melirik ke arah Jevin yang berdiri disampingnya dan hanya menatap Juli seperti Naya.

Lalu pandangannya beralih ke tangan Jevin yang masih menggenggam erat pergelangan tangan Naya. Juli kembali menatap Naya, kini tatapannya berubah menjadi tatapan terluka.

Naya yang mengetahui arti tatapan itu langsung melepaskan tangan Jevin dari pergelangan tangannya.

"Semoga kalian bahagia," ucap Juli dan langsung berbalik meninggalkan Naya dan Jevin yang masih sama-sama mencerna apa yang di katakan Juli.

Naya berlari mengejar Juli yang sudah menjauh dan menghilang di balik pintu coffe itu. Nafas Naya tersengal-sengal saat ia berdiri di tengah-tengah parkiran Coffe dengan matanya menyapu seluruh area parkir berusaha mencari keberadaan Juli.

Juli yang sedari tadi bersembunyi di balik salah satu pohon hanya menatap Naya, lalu sebulir air mata jatuh melewati pipinya. "Perasaanku sama kamu masih sama kayak dulu Nay, dan dengan kehadiranmu lagi itu semakin menambah rasa benciku terhadapmu."

Air mata Juli semakin deras mengalir dari pelupuk matanya. "Gara-gara kamu hidupku hancur, impianku hancur, semua yang ku impikan hancur hanya karena kamu lalu dengan mudahnya kamu lari dari masalah yang kau timpakan padaku Nay," Juli mengeratkan genggaman tangannya hingga memucat.

Sakit, kecewa, sedih, hancur, putus asa, semuanya dirasakan Juli hingga saat ini. Dan bertambah lagi dengan Naya yang kini muncul lagi di hadapannya setelah 5 tahun menghilang darinya.

Menghilang lalu muncul lagi, semudah itukah bagi Naya. Lalu Juli meninggalkan Naya yang masih memanggil namanya di tengah area parkir. Juli tak mau membuat hatinya semakin terluka jika semakin lama melihat Naya.

******

Jevin menghampiri Naya yang mulai terisak lalu menyentuh pundak Naya yang bergetar karena tangisnya. Naya mendongak menatap Jevin.

"Jadi ini yang kamu bilang penting, kamu ingin mempertemukan aku dengan Juli lalu membuat kesalahpahaman yang terjadi 5 tahun lalu kembali terulang. Kenapa? Kenapa kamu lakukan semua ini?" Naya menatap Jevin yang masih menutup bibirnya rapat. "Tolong sekali ini saja kamu menuruti permintaanku, Jauhi aku, lupakan aku, anggap saja kita tidak pernah bertemu atau bahkan tidak pernah kenal. Aku mohon padamu." Lanjut Naya masih dalam isakan tangisnya dengan telapak tangan saling menyatu di depan dadanya.

Jevin menatap Naya dengan sorot mata terluka. "Aku tidak bisa," ucap Jevin masih menatap Naya. "Aku tidak bisa melupakan kamu."

"Kalau begitu jauhi aku." Naya menatapnya tajam lalu berbalik meninggalkan Jevin yang masih terpaku mendengar ucapan terakhir Naya.

Beginikah rasanya mencintai orang namun orang itu malah menyuruhmu melupakan cintamu dan menjauhinya. Jevin menatap langit berusaha meredam gejolak di hatinya.

******

Naya menggenggam erat setir mobilnya hingga jari-jarinya memucat. Ia semakim terisak, terngiang sekali lagi semua kata-kata yang ia lontarkan untuk Jevin tadi.

Ia tidak benar-benar mengatakan semua itu, entak kenapa mulutnya bisa berkata seperti itu, lalu mata Jevin yang menatapnya penuh terluka. Naya semakin terisak dengan tangisannya, tubuhnya bergetar karena isakannya.

Cintanya telah membuatnya seperti ini. Bohong kalau ia tidak mencintai Jevin, 5 tahun ia simpan sendiri rasa cinta itu. Ia ingin bersama Jevin tapi ia juga tidak bisa se egois itu dengan melupakan Juli yang sangat mencintai Jevin.

Naya akui ia telah merebut Jevin dari Juli, tapi itu semua bukan keinginan Naya, Jevin sendiri yang menyerahkan dirinya untuk Naya lalu entah sejak kapan Jevin membuatnya jatuh cinta.

Lalu ia memutuskan pergi dari indonesia untuk menghindari semua, berusaha melupakan cintanya. Ia pikir mudah melupakan Jevin, tapi ternyata sulit, sangat sulit.

Jevin cinta pertamanya sekaligus orang pertama yang telah mengambil hatinya.

Naya memukul kemudi mobilnya dengan tangisannya yang tak mau berhenti. "Aku mencintaimu, sangat mencintaimu Jevin. Tapi keadaan tak memungkinkan kita bersama. Maafkan aku," Ucap Naya di sela-sela tangisannya lalu menjatuhkan wajahnya di kemudi mobil.

Ia lelah dengan semua ini.

*************

Jevinaya (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang