"Rindu saat aku dan kamu bersama seperti dahulu."
Entah kenapa Naya melajukan mobilnya menuju rumah Nanda. Yang ia pikirkan saat ini hanyalah ia butuh teman mengobrol atau lebih tepatnya ia membutuhkan sahabatnya saat ini. Karena baginya, Nanda adalah satu-satunya sahabatnya saat ini.
"Hai Nay, ayo masuk." Sapa Nanda saat membuka pintu dan menemukan Naya berdiri di sana. Naya mengikuti ajakan Nanda dan mulai masuk dan mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu Nanda. Nanda mengikuti Naya dan duduk di samping Naya. "Ada apa Nay,?" Ucap Nanda kemudian saat melihat ekspresi wajah Naya.
Naya seketika langsung menumpahkan segalanya yang telah mengganggu hatinya, lagi-lagi ia menangis.
Nanda langsung membenamkan wajah Naya dalam pelukannya dan mengelus halus pundak Naya, mungkin dengan cara ini Naya bisa sedikit tenang.
"Aku salah Nan, aku salah." Ucap Naya dalam tangisannya. "Semua terjadi karena kebodohanku."
Nanda bingung dengan apa yang di katakan Naya, apa maksud Naya mengatakan itu? Nanda masih mengelus pundak Naya.
"Maksud kamu apa Nay? Kamu salah apa?" tanya Nanda selembut mungkin. Nafas Naya tersengal-sengal karena tangisnya, pundaknya pun ikut bergetar karena tangisannya.
"Aku salah sama Juli."
"Aku mengerti, sekarang kamu tenangin dulu diri kamu. Jangan pikirin apapun, okey," Nanda mengelus pundak Naya lagi.
Setelah Nanda merasa Naya suduh tenang, ia beranjak dari duduknya untuk mengambil minuman untuk Naya. Selang beberapa menit, Nanda kembali dengan segelas Teh dengan biskuit di atas nampannya."Nah, sekarang minum dulu tehnya," Nanda menyodorkan teh itu ke arah Naya. Naya menyambutnya lalu menenguknya sedikit setelah itu menaruh teh ke atas meja.
Nanda mengamati setiap gerakan Naya, "Kalau kamu mau cerita sama aku, aku siap mendengarkan setiap ceritamu, aku akan menjadi pendengar yang baik khusus untukmu." Ucap Nanda dengan seulas senyum hangat muncul di bibirnya.
Naya menatapnya lalu kemudian menceritakan semuanya. Mulai dari ia bertemu dengan Juli di Cafe itu, saat ia mengejar Juli karena kesalahpahaman Juli terhadapnya, dan kemudian saat ia mengucapkan kalimat menyakitkan untuk Jevin dan juga perasaannya pada Jevin. Naya menceritakan semuanya hingga ia merasakan matanya kembali memanas.
Nanda memandang Naya kaget. Lalu segera mengenyahkan rasa kegetnya. "Aku nggak tahu kalau kamu cinta sama Jevin, aku pikir kamu.," Nanda tidak melanjutkan kata-katanya, karena Naya menyela omongan Nanda.
"Ya, awalnya aku memang berpikir sama sepertimu. Tapi kejadian saat Juli dan Jevin dinner malam itu, dari situ aku baru sadar kalau aku cinta sama dia. Lalu saat Juli marah sama aku dan dia memutus persahabatan denganku,"
Naya kembali meneteskan air matanya, sesaat ia mengambil nafasnya perlahan lalu melanjutkan ceritanya," lalu dengan bodohnya aku menghindar dari masalah itu, aku memilih kabur ke paris untuk menghindari Juli dan Jevin." Naya menatap Nanda yang saat ini lagi-lagi menatapnya dengan mulut hampir menganga karena keterkejutannya. "Yang aku pikirkan saat itu cuma takut."
"Jadi kamu pergi ke Paris bukan karena tugas ayah kamu, tapi karena kamu mau menghindar dari mereka?" Naya mengangguk. "Kenapa kamu nggak cerita sama aku Nay? Kenapa kamu lebih memilih memendam sendiri masalah kamu ini?"
Naya menyeka air matanya, "Awalnya aku berniat cerita sama kamu, tapi kemudian aku berpikir kalau aku cerita ke kamu, aku takut kamu malah marah sama aku dan bersikap sama dengan Juli."
"Mungkin awalnya aku marah, tapi aku bisa ngerti apa yang kamu rasain Nay, kamu nggak salah dengan semua ini. Takdir saja yang sedang mempermainkan kalian."
"Aku lelah dengan perasaanku ini, aku ingin melupakannya, aku pergi ke paris untuk melupakan Jevin dan perasaan sial ini, tapi semakin aku berusaha, entah kenapa perasaanku bertambah semakin besar. Dan saat aku mengingat kenyataannya, hatiku rasanya sakit."
Nanda menatap Naya, mendengarkan dengan seksama setiap kata yang meluncur halur dari mulut Naya.
Kemudian Nanda teringat dengan perkataan Jevin tempo hari, saat laki-laki itu mengatakan padanya bahwa Naya sudah bertunangan. Entah kenapa, mulut Nanda tergelitik untuk menanyakan masalah itu. Dengan hati-hati, ia mulai mengucapkannya, "Lalu bagaimana dengan tunangan kamu Nay?"
Naya menatap Nanda sambil mengerutkan keningnya. Tunangan, Naya mengulangi ucapan Nanda dalam hati. Setelah hampir 2 menit Naya mencerna pertanyaan Nanda, Naya baru ingat kejadian tempo hari diruangan kerjanya.
"Aku belum tunangan, kamu pasti tahu dari Jevin kan." Nanda mengangguk. Naya melanjutkan perkataannya kembali, "Namanya Danu. Dia hanya temanku, kami kenal saat berada di Paris."
"Ohh.., terus kenapa kamu memperkenalkannya sebagai tunanganmu pada Jevin?"
"Saat itu Jevin datang ke kantorku dan disana ia hanya menggangguku, aku yang jengah dengan sikapnya lalu menyuruhnya pergi tapi ia tak kunjung pergi. Tiba-tiba Danu datang dan spontan aku memperkenalkannya sebagai Tunanganku, berharap Jevin menjauh dariku dan melupakan aku. Yang kupikirkan saat itu adalah aku nggak mau Juli sedih."
"Ohh.," Nanda hanya ber oh ria setelah mendengar penuturan Naya. Naya melirik sekilas jam tangannya, pukul 10.30.
"Kenapa Nay? Kamu mau pulang? Kenapa nggak nginep disini aja, udah lama juga kan kita nggak ngobrol-ngobrol kayak dulu."
Naya menatap sekilas sahabatnya itu, lalu seulas senyum tercetak dibibirnya.
"Aku pikir juga gitu, masih bolehkan aku nginep di rumah kamu?"
"Kapan pun kamu mau, kasur aku masih bersedia nampung kamu." lalu mereka tertawa bersama.
"Makasih Nan, kamu masih sahabatku yang sama seperti 5 tahun lalu. Tadi aku nangis-nangis nggak jelas sama kamu dan sekarang malah ketawa nggak jelas sama kamu juga. Aku beruntung punya sahabat kayak kamu." Naya memeluk Nanda dan kemudiam dibalas pelukannya oleh Nanda.
Tak salah ia memilih Nanda sebagai sahabatnya, sahabatnya yang ada saat ia sedih ataupun bahagia. Andaikan saja dulu Naya memilih untuk lebih terbuka pada Nanda dengan menceritakan semuanya pada Nanda, mungkin saja keadaannya tidak seperti saat ini, mungkin saja Juli saat ini sudah memaafkannya.
Tapi Nasi sudah menjadi bubur, dan tidak akan bisa menjadi Nasi lagi walaupun Naya menginginkannya. Kebodohan dan kepengecutannya membuat masalahnya berlarut-larut hingga saat ini. Memang benar kata orang, masalah harus dihadapi bukan malah dihindari.
"Nan, aku kangen deh saat aku, kamu sama Juli tidur bereng lalu kita saling bercanda satu sama lain. Kira-kira masa-masa saat itu bisa terulang lagi nggak ya Nan?" ucap Naya sambil menatap langit-langit kamar Nanda.
"Aku yakin seyakin-yakinnya kita "aku, kamu dan Juli" pasti bisa mengulang masa-masa saat itu."
Kemudian mereka saling tersenyum dan tak lama setelah itu, mimpi menjemput mereka masuk kedalam alam bawah sadar mereka masing-masing.
************
(Theme song : Peterpan - kisah kita)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jevinaya (TAMAT)
RomanceSebuah misi mengharuskan Naya untuk menerimanya. Mengikuti seseorang yang untuk saat ini ia benci. Misi yang membawanya kedalam masalah rumit. Misi yang merubah kehidupan cinta dan persahabatannya. Memisahkannya dengan semua impian dan keinginannya...