Hari pertama:
Naya mengikuti Jevin yang menarik tangannya menuju sebuah gedung pertunjukan Teater. Naya menatap gedung itu lalu beralih menatap Jevin yang berdiri di sampingnya.
"Kenapa kesini?"
"Karena tempat ini adalah tempat pertama aku tahu kamu ngikutin aku." ucap Jevin tanpa menoleh ke arah Naya. Naya mengernyitkan dahinya, berusaha mengingat. Lalu seulas senyum tercetak dibibirnya. "Ayo masuk," Jevin langsung menarik tangan Naya masuk ke dalam area pertunjukan.
Setelah membayar tiket masuk, Jevin sengaja memilih tempat duduk yang letaknya di deretan tengah. Naya duduk di samping Jevin, Naya menatap tangan Jevin yang masih menggenggam erat tangannya.
Ada rasa hangat menyelimuti hatinya dan Naya tak berniat melepaskan tangannya dari tangan Jevin. Sudut hatinya mengatakan biarkan dan Naya menurutinya.
Pertunjukan Teater telah dimulai. Sorak sorai para penonton memenuhi setiap sudut ruangan saat sang pelakon Teater membawakan karakternya sebagai ande-ande lumut dengan sangat apik. Naya menyaksikannya dengan sesekali menatap wajah Jevin dari samping. Naya dapat melihat saat laki-laki itu menyaksikan drama teater dengan sangat fokus.
"Kamu suka banget sama drama teater ya?" Tanya Naya sedikit mengeraskan suaranya.
Jevin yang mendengar suara Naya langsung memalingkan wajahnya untuk menatap Naya. "Ya, aku suka banget."
"Kenapa?"
Jevin kembali mengarahkan matanya menyaksikan drama Teater, "Karena saat menyaksikan drama teater, entah kenapa hatiku selalu merasa tenang, semua beban terasa hilang."
Naya dapat melihat saat Jevin mengukir senyum dikalimat terakhirnya. Lalu Jevin memalingkan wajahnya untuk menatap Naya, "kalau kamu gimana?"
Naya tergagap lalu segera memalingkan wajahnya, "ehmm., suka,"
"Suka sama aku kan maksud kamu," Jevin lantas mengurai senyum centilnya.
"Dasar kepedean," ucap Naya masih tetap menyaksikan Drama teater.
Kemudian setelah itu, Naya merasa tubuhnya tertarik kesamping dan spontan ia segera mengalihkan matanya menuju pundaknya. Belum sempat ia melihat, kepalanya kini sudah bersandar didada bidang milik Jevin.
Spontan ia mendongak dan berusaha melepaskan diri dari Jevin. Tetapi Jevin semakin mengeratkan tangannya pada pundak Naya. "Biarkan seperti ini sampai Drama selesai." ucap Jevin lembut.
Naya menuruti permintaan Jevin dan mulai menyandarkan kepalanya di dada Jevin, begitupun Jevin yang mulai menyandarkan kepalanya di kepala Naya.
Belum pernah Naya merasa senyaman ini. Ia seperti merasa pulang, pulang ke rumah yang telah lama ia tinggalkan. Seulas senyum tercetak dibibirnya, bahkan berada di samping Jevin seperti ini bisa membuatnya melupakan segala masalah.
Drama Teater selesai dengan akhir yang bahagia. Naya melepaskan pelukan Jevin lalu berdiri sambil memberi tepukan pada para pelakon teater. Jevin mengikutinya berdiri.
"Sepertinya untuk hari ini cukup sampai disini," ucap Naya sambil melihat Jevin, lalu matanya melirik sekilas jam tangannya, "Aku capek, mau istirahat." Naya kemudian beranjak dari tempatnya namun langkahnya terhenti oleh cekalan tangan Jevin pada pergelangan tangannya.
Naya menoleh, "Besok aku jemput ke kantormu, pukul 11 siang." Ucap Jevin lantas melepaskan cekalannya pada tangan Naya. Naya mengangguk lalu melanjutkan langkahnya yang langsung disusul oleh Jevin.
Hari Kedua
Jevin menepati janjinya untuk menjemput Naya. Dan sekarang mereka sudah berada di dalam mobil dengan Jevin yang mengemudi melintasi kemancetan kota jakarta.
"Mau kemana kita?" Tanya Naya sambil melihat Jevin yang sedang menyetir mobil.
"Nanti juga tahu,"
"Masih dengan Jawaban yang sama," Naya kembali memalingkan wajahnya menghadap jalanan.
Jevin hanya tersenyum menanggapi perkataan Naya itu.
******
"Nah, sampai.," Ucap Jevin sambil membuka sabuk pengamannya.
Naya mengikuti Jevin dengan membuka sabuk pengamannya kemudian keluar dari mobil. Naya berjalan menghampiri Jevin dan berdiri di samping Jevin.
"Aku yakin kamu pasti suka tempat ini?"
"Ya, suka benget.," Naya langsung berlari masuk ke dalam gedung tempat bermain Ice skating tanpa menunggu Jevin dan Jevin langsung mengikuti Naya berlari.
Mereka kembali mengulang masa-masa mereka lima tahun lalu. Kebahagian, canda tawa dan kebersamaan mereka kembali tertuang selama mereka bermain ice skating.
Jevin sangat menikmati waktu selama ia bersama Naya. Ia akan selalu mengingat setiap detik, setiap menit bahkan setiap jam kebersamaannya dengan Naya dan tak akan pernah melupakannya walaupun sedetik sekalupun.
Saat gadis itu tersenyum manis padanya lalu tertawa bahagia saat berhasil menjailinya, Jevin akan selalu mengingatnya walaupun sekecil apapun kenangan yang diberikan Naya padanya.
Jevin merebahkan tubuhnya di atas papan ice skating. Sisa tawa masih tercetak dibibirnya. Naya mengikuti Jevin dengan merebahkan tubuhnya berlawanan dengan Jevin. Kepalanya ia tempatkan disamping kepala Jevin.
"Andaikan kita bisa seperti ini terus selamanya," ucap Naya tanpa ia sadari.
Jevin menoleh menghadap wajah Naya. Ia mengamati setiap sudut yang ada di wajah Naya lalu seulas senyum terukir dibibirnya. "Aku senang akhirnya kamu mengucapkan hal sederhana seperti itu tapi sangat berarti bagiku,"
Naya spontan memalingkan wajahnya menghadap Jevin.
Degg.., Naya merasakan jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya saat matanya dengan tak sengaja beradu tatap dengan mata Jevin.
Entah sudah berapa detik Naya merasa ia lupa cara bernafas hingga akhirnya ia memalingkan wajahnya dan mengambil nafas sebanyak-banyaknya kemuadian ia kelurkan perlahan.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" Ucap Naya setelah sedikit menetralkan detak jantungnya.
Samar-samar Naya mendengar gelak tawa dari sampingnya, ia menolehkan kembali kepalanya untuk menatap Jevin yang sedang tertawa sambil melihatnya. "Kenapa? Apa ada yang salah?" ucap Naya sambil mengerutkan keningnya.
"Kamu sangat menggemaskan dengan pipi merahmu itu," Ucap Jevin di sela-sela tawanya.
Naya spontan mengelus pipinya. Jevin ikut mengelus pipi Naya, menatap mata Naya sangat dalam lalu beralih ke bibir merah gadis itu. Bibir merah merekah yang begitu menggiurkan bagi Jevin untuk mengecupnya.
Naya memejamkan matanya menikmati hembusan nafas Jevin yang menabrak kulit wajahnya, jantungnya kembali berdetak dua kali lebih cepat saat merasakan nafas Jevin yang semakin mendekat kaarahnya. Ia semakin merapatkan pejaman matanya.
"Aku sangat mencintaimu,"
Naya membuka lebar matanya saat mendengar ucapan Jevin yang masuk ke dalam pendengarannya. Kemudian ia kembali mendengar suara gelak tawa dari Jevin.
Huh, Naya menghembuskan nafas leganya saat tahu apa yang ia bayangkan tidak menjadi nyata. Kemudian ia beranjak dari tempatnya dan langsung menegakkan tubuhnya dengan susah payah.
Naya melihat uluran tangan dari Jevin yang ternyata sudah berdiri tegak di sampingnya. Naya mengamatinya sekilas, lalu kembali menatap wajahnya. Jevin tersenyum kearahnya dan langsung menarik tangan Naya untuk kembali memutari papan ice skating yang begitu licin.
Mereka kembali larut dalam permainan yang telah membuat mereka merasakan kebahagian yang mungkin tidak akan pernah mereka dapatkan dari orang lain.
Kebahagiaan yang terasa begitu sempurna walaupun mereka sadari hanya sementara saja.
*********
KAMU SEDANG MEMBACA
Jevinaya (TAMAT)
RomanceSebuah misi mengharuskan Naya untuk menerimanya. Mengikuti seseorang yang untuk saat ini ia benci. Misi yang membawanya kedalam masalah rumit. Misi yang merubah kehidupan cinta dan persahabatannya. Memisahkannya dengan semua impian dan keinginannya...