Jevin datang menemui Juli. Ia sedang mencari keberadaan Juli di resteran yang saat ini ia pijak. Matanya menatap sekeliling sebelum ia menemukan Juli berada di pojok ruangan. Jevin menghampirinya lalu memposisikan dirinya di depan kursi Juli.
"Bagaimana? Apa kamu sudah meninggalkannya?" tanya Juli tanpa basa basi.
"Sudah, aku sudah mengucapkan selam tinggal padanya." ucap Jevin. Sudut hatinya terasa perih saat mengingat kejadian di danau.
"Bagus."
Jevin menatap Juli, "lalu bagaimana denganmu? Apa kamu sudah menemui Naya dan memaafkannya?"
"Ya. Seperti perjanjian kita. Aku sudah minta maaf padanya, tapi kelihatannya ia tidak mau memaafkanku."
Jevin mengerutkan keningnya, "tidak mau memaafkanmu?"
"Dia bilang dia tidak mau memaafkanku padahal aku sudah memaafkannya." Juli lalu berpangku dagu sambil menatap Jevin. "Perjanjian kita sudah selesai, kamu sudah meninggalkan Naya dan aku sudah memaafkannya. Jadi kita impas."
"Tapi kalian,"
"Itu bukan urusanku. Aku sudah memaafkannya tapi ia tidak mau memaafkanku. Aku sudah menepati janjiku kan. Jadi disini aku tidak bersalah." lalu Juli berdiri dan berjalan keluar dari Restoran.
Jevin menatap kepergian Juli yang sudah menghilang dari balik pintu restoran.
**********
Naya berjalan dari pelataran parkir mobilnya menuju kantornya. Ia menenteng tasnya tanpa semangat. Matanya sembab lengkap dengan lingkaran hitam.
Naya berjalan masuk ke dalam kantornya, lalu masuk kedalam ruangan pribadinya. Naya langsung meletakkan tasnya ke meja kerjanya dan menjatuhkan tubuhnya di kursi putarnya. Ia memejamkan matanya menahan kelelahan di pikirannya.
Kejadian beberapa hari ini sungguh membuatnya lelah hati, lelah pikiran dan lelah jiwa maupun raganya.
Drrttt....drrttt...drrrttt....
Getat ponselnya memaksa Naya untuh membuka matanya lalu meraih ponselnya dan menekan tombol hijau.
Terdengar suara tak asing dari dalam ponselnya. Naya mendengarkan lawan bicaranya di ponsel berbicara, memintanya datang ke bazar dekat kantor Naya, katanya sangat penting.
Naya lalu menutup sambungan telfon. Datang atau tidak, Naya menimbang keputusanya. Setelah beberapa menit berfikir, Naya memutuskan untuk datang. Ia lalu mengambil tasnya dan berjalan keluar dari kantornya menuju bazar.
Naya kembali menghubungi nomor tadi dan menanyakan dimana ia berada saat ini. Naya kemudian berjalan menuju tempat orang itu berada.
Sebuah stand bunga, Naya melihat Jevin berada disana. Naya sangat senang saat bisa melihat Jevin kembali. Naya hendak menghampiri Jevin, tapi terhenti saat seorang gadis menghampiri Jevin dan berdiri di depannya sehingga menutupi keberadaan Jevin. "Juli?" ucap Naya saat tahu gadis itu adalah Juli.
Jevin lantas memajukan kepalanya ke arah wajaj Juli, seperti akan menciumnya. Naya memundurkan langkahnya, "Jevin," ucap Naya pelan.
Jevin lantas menengok dari balik kepala Juli dan betapa terkejutnya ia saat tahu Naya ada disana. Ia melihat Naya berlari. Jevin meneriaki nama Naya dan mengejarnya.
Juli membalikkan badannya dan melihat Jevin berlari mengejar Naya. Juli lantas menyusul mereka dengan berlari.
Jevin terus meneriaki Naya. Naya tak perduli dengan teriakan Jevin.
"Nay, Awaaasss..," Jevin berteriak saat sebuah Truk melaju mendekati Naya yang sedang berlari menuju tengah Jalan. Jevin semakin mengencangkan Larinya. Tapi Naya sudah berdiri ditengah jalan.
Juli yang melihat Naya masih berdiri tanpa menghindar langsung berlari kencang menghampiri Naya dan mendorongnya.
Bruuukkk.,... Ciiiittttt
Truk mengerem mendadak saat tubuh Juli melayang dan terhempas beberapa meter. Naya terguling-guling ke pinggir jalan hingga kepalanya membentur pinggiran trotoar dan pingsan saat itu juga. Jevin berlari menghampiri Naya.
Juli masih setengah sadar dengan tubuh tergeletak dan darah mengalir dari kepala, bibir hingga hidungnya. Matanya melihat saat Jevin berlari menghampiri Naya tanpa melihat ia yang tergeletak lebih parah daripada Naya. Setetes air mata keluar dari pelupuk matanya, sesak didadanya membuncah sehingga ia terbatuk-batuk dengan darah ikut keluar saat ia batuk.
Bahkan saat dirinya berada di posisi paling parah pun, Jevin tak melihatnya sama sekali. Air matanya terus keluar tanpa isakan dari dirinya. Juli tak bisa berbuat apa-apa lagi, darah terus menerus keluar dari kepala, mulut maupun hidungnya. Kepalanya terasa sangat sakit begitupun hatinya. Ia menyerah, menyerah dengan semuanya. Dunianya berubah gelap saat itu juga. Semua kebenciannya ikut bersamanya. Matanya tak mampu lagi ia buka. Tuhan telah menjemputnya.
Jevin menolehkan kepalanya kearah Juli lantas berlari menghampiri Juli dan mengguncang tubuh Juli untuk Memintanya untuk membuka mata. "Jul bangun, Jul" Jevin menepuk halus pipi Juli yang di penuhi darah. Jevin melihat sekeliling yang sudah di penuhi orang, "kenapa kalian bengong saja. Tolong hubungi ambulance sekarang juga," Bentak Jevin pada semua orang yang hanya menyaksikannya. "Jul, bangun, aku mohon." Jevin berteriak sambil terus memanggil nama Juli, air matanya keluar tanpa perintahnya. Ia tak perduli lagi dengan darah Juli yang memenuhi tangan dan baju maupun celananya. Yang ia pikirkan saat ini adalah Juli bangun.
********
Jevin berdiri kaku saat matanya menatap kosong Nisan Juli. Semua ini seperti mimpi baginya. Semuanya berjalan begitu cepat tanpa bisa ia cegah. Matanya berkaca-kaca menatap Nisan Juli lalu beralih pada foto Juli yang diletakkan di depan Nisannya. Fotonya saat ia tersenyum.
"Kenapa kamu pergi secepat ini, hm?" Ucap Jevin pada foto Juli, ia lalu membelai halus pipi Juli pada foto itu. Setetes air matanya keluar melalui pipinya. Jevin lantas menundukkan kepalanya, menahan rasa sesak di dadanya. Isakan halus mulai terdengar darinya.
"Juli sudah bahagia disana," ucap seseorang dibelakang Jevin. Jevin menoleh menatap orang itu, yang tak lain adalah Nanda. Nanda berjalan menghampirinya dan memposisikan dirinya disamping Jevin. "Dia sahabatku, teman terbaikku. Tidak akan ada yang bisa menggantikannya. Senang susah kita jalani bersama, dewasa bersama." Nanda terisak dengan tangisannya. Tangannya ikut membelai foto Juli dengan bergetar.
"Kamu adalah Sahabat terbaikku Jul. Terima kasih telah menjadi bagian dari hidupku. Sampai Jumpa disana nanti, Jul." Nanda memaksakan senyumnya pada foto Juli. Lalu secepat kilat senyumannya kembali berubah menjadi isakan menyedihkan.
Jevin menepuk halus pundak Nanda, berusaha memberi semangat walau ia tahu keadaannya sendiri kurang lebih sama dengan Nanda.
***********
KAMU SEDANG MEMBACA
Jevinaya (TAMAT)
RomanceSebuah misi mengharuskan Naya untuk menerimanya. Mengikuti seseorang yang untuk saat ini ia benci. Misi yang membawanya kedalam masalah rumit. Misi yang merubah kehidupan cinta dan persahabatannya. Memisahkannya dengan semua impian dan keinginannya...