"Maaf jika aku terlalu menyakitimu.
Dan aku mohon kamu jangan turuti permintaanku."Jevin semakin mengeratkan pegangannya pada besi pembatas balkon kamarnya. Ia menatap kosong langit yang gelap tanpa bintang berhias disana. Hatinya masih terasa sakit saat mengingat laki-laki yang menemui Naya tadi siang.
"Sayang? tidak akan kubiarkan kau bisa memanggilnya sayang lagi." gumam Jevin semakin mengeratkan genggamannya pada besi pembatas hingga buku-buku jarinya memutih.
Sudut bibir Jevin tertarik hingga mengeluarkan senyum sinisnya, "ini baru awal, aku pastikan aku akan mendapatkanmu walau aku harus bertaruh nyawa sekalipun," batin Jevin lalu membalikkan badannya masuk kedalam kamarnya.
*********
"Oh, jadi dia laki-laki yang kamu hindari selama ini?" tanya Dana yang saat ini tengah duduk di ruang tamu apartemen Naya sambil menatap Naya.
Naya hanya mengangguk. Naya sudah menceritakan semuanya pada Dana.
"Jadi?"
Naya menatap Dana dengan tatapan bertanya, "jadi, apa kita harus berpura-pura di depan Laki-laki itu kalau kita adalah sepasang kekasih?"
"Mungkin itu yang terbaik untuk saat ini." ucap Naya pasrah, kemudian berdiri lalu masuk kedalam kamarnya.
Naya membaringkan tubuhnya, matanya menatap langit-langit kamarnya. Satu tangannya merasakan detakan jantungnya yang berdetak normal, "bahkan hingga saat ini aku masih mencintaimu," batin Naya saat bayangan Jevin ada di otaknya.
Naya kembali mengenang kebersamaannya dengan Jevin saat Naya dengan bodohnya mengiyakan permintaan Juli untuk membuntuti Jevin dan bagi Naya, masa itulah yang menjadi awal ia suka pada Jevin walaupun ia terlambat mengetahui ia suka pada Jevin.
Juli, sahabatnya itu, bagaimana kabarnya sekarang, ah entahlah, Naya tidak mau terlalu memikirkan Juli. Ia masih terlalu takut menghadapi sahabatnya itu yang entah masih menganggapnya sahabat atau tidak.
Naya segera memejamkan matanya untuk menghilangkan dua orang yang memenuhi otaknya saat ini, dua orang yang telah merubah hidupnya menjadi seperti ini. Hingga tanpa Naya sadari, ia kini telah terlelap bersama sejuta mimpi yang setia menunggunya.
**********
"Pagi cantik," Jevin menyamai langkah Naya yang berjalan masuk ke dalam butiknya. Naya hanya melirik sinis pada Jevin. "Hei, cantik-cantik kok sinis benget sih."
Naya menghentikan langkahnya dan mengahadap Jevin. "Kamu itu maunya apa sih."
"Belum jelas ternyata, maunya aku itu kamu."
"Pliss Jev, aku udah punya tunangan dan sebentar lagi aku mau menikah. Jadi pliiss, aku mohon sama kamu, jangan ganggu aku lagi." Naya segera melanjutkan langkahnya.
"Seribu kalipun kamu nyuruh aku pergi, aku nggak akan pergi Nay. Aku cinta sama kamu, dan aku nggak perduli kamu mau menikah atau nggak, aku cuma mau kamu." Ucap Jevin setengah berteriak dan tak menghiraukan pandangan para pegawai Naya yang menatapnya disela-sela langkah kaki mereka, Jevin sudah tak perduli dengan semua itu.Naya menghentikan kakinya, memejamkan matanya sebentar, menahan rasa bersalahnya pada Jevin, lalu kembali mengacuhkan Jevin dan masuk kedalam butiknya.
Jevin menatap punggung Naya yang mulai menghilang masuk kedalam butik itu.
"Sebenci itukah kamu Nay," batin Jevin lalu pergi meninggalkan Butik Naya.
*********
Naya menutup pintu ruangannya dan berdiri bersandar di daun pintu ruangannya. Setetes air mata turun dari matanya. Sakit, itulah yang ia rasakan saat ini, Ia harus membunuh rasa cintanya pada Jevin apapun itu caranya.
Naya luruh dalam tangisnya, kakinya tak kuat lagi menopang tubuhnya yang bergetar karena tangisnya. "Aku ingin bersamamu tapi aku terlalu takut, takut dengan apapun yang akan terjadi." Batin Naya.
*************
KAMU SEDANG MEMBACA
Jevinaya (TAMAT)
RomanceSebuah misi mengharuskan Naya untuk menerimanya. Mengikuti seseorang yang untuk saat ini ia benci. Misi yang membawanya kedalam masalah rumit. Misi yang merubah kehidupan cinta dan persahabatannya. Memisahkannya dengan semua impian dan keinginannya...