Hari ketujuh:Naya berada didalam mobil bersama Jevin. Jevin tadi menjemputnya dan berkata akan membawanya ke suatu tempat. Lagi-lagi Jevin tidak mengakatakan tujuannya pada Naya, Dan Naya sudah biasa dengan itu.
Jevin menghentikan mobilnya. "Danau," Ucap Naya saat tahu ia dibawa ke danau. "Danau lima tahun lalu," ucap Naya lagi sambil menatap Jevin.
"Ya, ayo turun."
Naya mengikuti perintah Jevin untuk turun. Naya menghampiri Jevin lalu berdiri disamping Jevin, ikut menatap Danau yang terhampar luas di depan matanya.
"Kamu masih ingat dengan danau ini,"
"Ingat. Sangat ingat."
"Kamu masih ingat saat pertama kli kita kesini,"
"Ya, aku ingat." Naya menerawang kembali ke lima tahun lalu saat Jevin mengajaknya kesini lalu tanpa alasan laki-laki itu memeluknya.
Jevin beralih menghadap Naya, Jevin memegang kedua pundak Naya untuk mengarahkan gadis itu menghadap ke arahnya. Naya hanya menurut, "Dan saat itu aku mulai menyadari bahwa aku mencintaimu,"
Naya hanya menatap Jevin, mendengarkan kalimat yang dikeluarkan oleh Jevin. "Aku tidak tahu kenapa aku bisa mencintaimu, aku juga tidak tahu kenapa aku tidak bisa melupakanmu. Bahkan setelah lima tahun kamu meninggalkanku. Semestinya aku bisa dengan mudah melupakanmua, tapi semakin aku berusaha semakin besar rasa cintaku padamu."
Naya masih menatap Jevin, mencerna setiap kata dari laki-laki itu, "Sekali lagi aku minta maaf padamu karena telah mencintaimu. Karenaku hidupmu seperti ini, hubunganmu dengan Juli hancur karena perasaan tak penting yang aku miliki. Maafkan aku."
Naya menangkup kedua pipi Jevin, matanya mulai berkaca-kaca, "kamu tidak salah dengan semua ini. Semua ini adalah takdir. Takdir yang harus kita terima." Sebulir air jatuh melewati pipinya, Naya berusaha mengambil nafas yang baginya sangat sulit untuk saat ini.
"Jujur, aku juga mencintaimu. Sikapku selama ini hanyalah topengku untuk menyembunyikan begitu lemahnya aku menghadapi rasa cintaku ini. Aku tidak menyalahkanmu atas hubunganku dengan Juli. Dan selama aku disana, aku berusaha dengan keras untuk melupakanmu, semakin aku berusaha, rasa itu semakin besar untukmu. Aku menyerah dengan semua itu, aku lelah karena aku harus merasakan semua itu."
Air mata Naya berjatuhan melewati pipinya, tangannya kemudian membelai halus pipi Jevin, "Tapi satu yang membuatku tidak menyerah dengan semua itu, yaitu Cintaku padamu. Aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu." Naya kemudian memeluk Jevin. Ia membenamkan wajah ke dalam tubuh Jevin. Merasakan ternyata cintanya begitu besar pada laki-laki itu.
Jevin membalas pelukan Naya, rasa haru meliputi dirinya. Matanya terasa panas, ia mengeratkan pelukannya pada Naya.
"Aku tidak ingin meninggalkanmu."
"Jangan tinggalkan aku." ucap Naya di sela-sela tangisannya saat mendengar Jevin mengatakan hal itu.
"Aku tidak bisa." Jevin melepaskan pelukannya pada Naya, lalu menjauhkan dirinya dari Naya. Naya menatapnya dengan air mata yang terus mengalir. "Aku harus meninggalkanmu demi kebahagiaanmu."
"Hari ini adalah hari terakhirku bersamamu, setelah ini kamu bebas dariku. Sesuai janjiku padamu, aku akan meninggalkanmu setelah tujuh hari kita bersama." Naya mematung mendengar ucapan Jevin.
Naya ingat bahwa ia meminta Jevin meninggalkannya setelah tujuh hari mereka bersama.
Jevin berbalik dan menjauh dari Naya, bahkan Jevin pun tak bisa lagi menahan air matanya untuk keluar. Ia menangis.
"Jevin," Naya memanggil nama Jevin saat laki-laki itu benar-benar pergi meninggalkannya. Saat Jevin masuk kedalam mobil lalu mulai melajukannya, Naya mulai berlari mengejar mobil Jevin, "Jevin, aku tidak benar-benar menyuruhmu meninggalkan aku."
Naya menangis saat Jevin benar-benar meninggalkannya. Ia tah tahu harus berbuat apa untuk mencegah Jevin pergi. Kepengecutannya lagi-lagi menguasai dirinya.
************
Naya duduk dengan memeluk kedua lututnya, lampu apartemen sengaja tidak ia nyalakan. Matanya menatap kosong pada tv yang terus menayangkan kartu tom&jerry.
Ting...tong.
Bel apartemenya berbunyi, Naya menatap pintu apartemennya lalu seulas senyum tercetak, "Jevin," Naya segera turun dari sofanya. Dengan sedikit berlari, ia membuka pintu itu.Senyum dibibirnya seketika menghilang saat mengetahui Juli yang berada di balik pintunya itu. "Kamu?" Naya tak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. "Kenapa?"
"Aku kesini untuk minta maaf padamu." Ucap Juli. Naya masih menatapnya tak percaya, "apa kamu tidak ingin mempersilahkan aku masuk?"
Naya lalu sedikit memberi jalan untuk Juli masuk. Lalu Juli menempatkan dirinya duduk di sofa ruang tamu Naya. Naya menghampirinya.
Juli kembali berdiri dan memeluk Naya. "Aku minta maaf atas apa yang aku lakukan selama ini. Aku menyadari kesalahanku padamu,"
Naya diam tak menjawab perkataan Juli. Sikap Juli yang berubah drastis seperti ini membuatnya merasakan hal aneh pada Juli.
"Katakan sejujurnya, apa yang kamu lakukan ini tidak salah?" ucap Naya pada Juli.
Juli kemudian tertawa, "salah. Aku melakukan hal yang salah. Aku tidak benar-benar minta maaf padamu. Jauh dalam lubuk hatiku, aku sangat membenciku sampai aku mati sekalipun."
"Juli, kenapa kamu berubah seperti ini?"
"Aku berubah juga karena kamu. Aku tidak perlu mengingatkanmu lagi tentang semua yang kamu lakukan padaku." Juli membalikkan tubuhnya untuk memunggungi Naya. Juli berusaha meredam amarahnya untuk saat ini, matanya mulai berkaca-kaca, "Kamu dan Jevin telah membuatku seperti ini. Apa salahku pada kalian. Apa salahku padamu. Kamu telah mengambil orang yang aku cintai. Lalu kamu pergi setelah membuatku hancur. Apa kamu tahu?" Juli membalikkan tubunya menghadap Naya.
"Aku hampir mengakhiri hidupku karena mu. Karena aku tidak menyangka sahabatku tega melakukan semua ini padaku. Untung saja tuhan masih memberiku kesempatan untuk membalasmu."
Seulas senyum terukir dibibir Juli,"Kamu tahu kenapa Jevin mau meninggalkanmu? Itu karena aku yang menyuruhnya, aku menyuruhnya pergi meninggalkan dengan iming-iming aku mau memaafkanmu setelah dia meninggalkanmu. Betapa bodohnya laki-laki itu, hanya karena cintanya padamu, ia rela melakukan apapun."
Naya tak bisa lagi untuk tidak menangis, satu tangannya menutup mulutnya untuk menahan isakannya. "Kamu benar-benar bukan sahabatku lagi." Ucap Naya di sela isakannya.
Juli mendekat kearahnya, "terserah kamu mau berkata apa tentangku. Yang penting tujuanku tercapai, tujuan untuk memisahkan kalian." Juli lalu berjalan melewati Naya, "Selamat tinggal sahabat terbaikku, apa yang kamu berikan akan selalu ku ingat." ucap Juli di dekat telinga Naya sebelum benar-benar meninggalkan Apartemen Naya.
Naya langsung luruh saat itu juga bersamaan suara dentuman pintu yang tertutup. Jevin meninggalkannya karena perintah Juli. Air matanya tak lagi mampu ia hentikan, Jevin telah meninggalkannya.
Apa semua ini sudah berakhir begitu saja. Apa ia dan Jevin hanya sebatas ini saja. Tuhan begitu pandai memainkan takdirnya. Tuhan mempertemukannya dengan Jevin, lalu menumbuhkan rasa cinta diantara mereka tanpa menyetujui mereka untuk bersama.
Apa ini salah tuhan? Bukan, ini bukan salah tuhan. Ini adalah salahnya dan Jevin. Mereka terlalu lalai hingga perasaan itu muncul diantara mereka. Membiarkan cinta itu melalang buana, menguasai diri mereka hingga untuk melepaskannya pun menjadi sulit. Sangat sulit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jevinaya (TAMAT)
RomanceSebuah misi mengharuskan Naya untuk menerimanya. Mengikuti seseorang yang untuk saat ini ia benci. Misi yang membawanya kedalam masalah rumit. Misi yang merubah kehidupan cinta dan persahabatannya. Memisahkannya dengan semua impian dan keinginannya...