Perjanjian

22 3 0
                                    

"Yang kulakukan semata-mata hanya untukmu."

Juli memandangi sosok yang kini telah duduk di depannya hampir 30 menit lalu. Sosok yang sangat ia cintai melebihi apapun.

Sosok yang membuatnya seperti ini. Dunianya, impiannya, khayalannya, nafasnya, jiwanya, semuanya untuk Jevin. Pengorbanan, kesakitan, dan keputus asaan yang ia alami tidak akan ada apa-apanya dibanding rasa cintanya pada laki-laki itu.

Laki-laki yang telah membuat hidupnya berubah, laki-laki pertama sekaligus terakhir yang membuat hatinya bergetar saat melihatnya dan bahkan hatinya masih bergetar saat melihat laki-laki itu walaupun penghianatan yang dilakukan laki-laki itu telah membuat luka besar di hatinya, semua itu tak mengurangi sedikit pun rasa cintanya itu.

"Hal penting apa yang ingin kamu bicarakan padaku?" ucap Jevin setengah jengah karena Juli hanya memandanginya saja hampir 30 menit sejak ia datang.

Suara berat Jevin membuyarkan semua lamunan Juli lantas memaksanya meninggalkan lamunanya itu untuk menariknya kembali ke dunia nyata. Juli berdehem lalu mengatur nafasnya sebelum mulai berbicara. Ia kembali menatap lawan bicaranya, "aku ingin menawarkan sebuah perjanjian,"

Jevin menatapnya bingung, "Perjanjian?"

"Ya, Perjanjian." jawab Juli sambil mencecap jus anggurnya. Jevin menunggunya melanjutkan kalimatnya, Juli menatap sekilas wajah Jevin lantas meletakkan kembali gelasnya. Matanya kembali menatap Jevin, "sebuah perjanjian yang membuat kita sama-sama tidak untung ataupun rugi."

"Aku tidak mengerti apa maksudmu?"

"Aku akan memaafkan Naya dan menjadikannya sahabatku lagi, dan kamu harus meninggalkan kami berdua setelah kami kembali bersahabat."

"Atas dasar apa kamu menawarkan aku sebuah perjanjian seperti ini?" Jevin tak mengerti sama sekali dengan kata-kata Juli.

"Kamu tahu sendirikan kalau Naya sangat menyayangiku sebagai sahabatnya, dan bahkan dia telah memohon kepadaku untuk memaafkannya. Apa kamu tidak kasihan dengan gadis itu? Ia merindukan sahabatnya." Juli menghentikan kalimatnya dan menatap dalam mata Jevin, "dan kamu tahu, aku tidak akan memaafkannya semudah itu. Dan salah satu dari kalian harus membayar mahal permintaan maafku itu, dan aku memilihmu yang harus membayar mahal semua itu."

"Kenapa harus aku?"

Juli menyunggingkan senyum sinisnya, matanya tak lepas menatap ekspresi Jevin yang mulai mengerti arah jalan pembicaraan ini. "Aku masih ingat saat kamu berkata semua ini bukan salah Naya, jadi aku mengambil kesimpulan semua ini salah kamu. Jadi aku mau kamu meninggalkan aku dan Naya setelah aku memaafkan Naya dan menjadikannya sahabatku lagi. Apa kamu setuju dengan perjanjian ini?"

Jevin mematung mendengar penuturan Juli yang memenuhi seluruh pendengaran dan pikirannya. Meninggalkan Naya, apa ia bisa. Bahkan memulainya saja belum. Jevin sangat tahu bahwa Naya sangat menyayangi Juli.

Disis lain ia ingin melihat Naya bahagia seperti saat sebelum ia datang ke kehidupan gadis itu, tapi apa dengan cara meninggalkan Naya. Sisi egois Jevin berkata ia tak perlu melakukan semua ini. Dan benar apa yang dikatakan Juli bahwa semua ini adalah salahnya.

"Aku akan meninggalkan Naya." Ucap Jevin kemudian setelah menimbang keputusannya itu. Juli menatapnya dengan senyum tercetak dibibirnya. "Tapi sebelum meninggalkan Naya, aku ingin bersamanya selama seminggu."

"Untuk apa?" Jawab Juli heran dengan permintaan Jevin itu.

"Untuk memberinya kenangan sebelum aku pergi dari hidupnya."

"Tidak masalah." lantas Juli mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Jevin.

Jevin hanya memandang sekilas uluran tangan Juli tanpa berniat membalas uluran tangan itu. Juli yang tahu arti tatapan itu, menurunkan perlahan tangannya seraya tersenyum penuh kemenangan, "Senang bekerja sama dengan anda Tuan Jevin" ucap Juli sambil mencondongkan tubuhnya mendekat ke arah Jevin. Juli beranjak dari duduknya, "dan aku harap kamu tidak lupa dengan perjanjianmu itu." Juli segera meninggalkan Jevin yang masih duduk di tempatnya dengan tatapan kosongnya.

Mungkin ini yang terbaik untuk mereka semua.

*******

Jevin melangkahkan kakinya menuju ruang kerja Naya. Seperti biasa, ia mengetok pintu terlebih dahulu, hingga terdengar suara wanita mempersilahkan ia masuk. Lantas ia masuk dan menemukan Naya yang sedang sibuk dengan tumpukan kertasnya yang hampir memenuhi meja kerjanya.

Jevin langsung mengambil tempat di kursi depan meja Naya. Naya hanya menatapnya sekilas, ia sudah mulai terbiasa dengan sikap Jevin yang seperti itu.

Jevin memandanginya lama, hingga terlintas perjanjiannya dengan Juli malam itu. Jevin segera mengalihkan pandangannya. Naya yang mengetahui perubahan sikap Jevin lantas menatapnya dengan kening sedikit berkerut.

"Ada masalah?" tanya Naya saat Jevin memalingkan wajahnya. Tidak seperti biasa Jevin bersikap seperti itu.

Jevin berdehem lalu menampakkan senyum termanisnya pada Naya, "Selama kamu ada di sampingku, tidak akan ada masalah yang akan menghampiriku." ucap Jevin.

Naya memutar malas bola matanya, Jevin kembali bersikap seperti biasanya.

Jevin menatap Naya, "Nay," panggil Jevin saat gadis itu kembali larut dalam kesibukannya.

"Ya," jawab Naya tanpa menatap Jevin.

"Nay, aku mau ngomong penting sama kamu."

Naya menghentikan sejenak kegiatannya membuka lembar-lembar kertas yang ada ditangannya, "ngomong aja." Naya kembali melanjutkan kegiatannya tanpa mau menatap Jevin.

"Nay, please lihat aku." Jevin mulai geram dengan sikap Naya yang tak mempedulikannya.

Naya kemudian mengangkat wajahnya untuk menatap Jevin, "apa?"

"Aku mau kamu kasih aku kesempatan."

"Aku tidak bisa." jawab Naya langsung tanpa berpikir panjang. Ia kembali memusatkan perhatiannya pada lembaran-lembaran kertas itu.

"Kamu mau aku melupakanmu dan meninggalkanmu, iyakan?" Jevin menatap Naya, menunggu gadis itu menjawab. Tapi sepertinya Naya tak berniat menjawabnya.

Jevin menarik nafasnya lalu membuangnya dengan kasar. "Aku akan menuruti permintaanmu. Aku akan meninggalkanmu dan melupakanmu. Tapi aku mohon beri aku waktu 1 minggu saja untuk bersamamu, dan setelah itu, aku akan melupakan semuanya dan meninggalkanmu."

Naya yang mendengar penuturan Jevin, seketika menghentikan kegiatannya, matanya menatap lembaranya, mencerna setiap kata yang keluar dari mulut laki-laki itu. Setengah tak percaya, ia menatap mata laki-laki itu, berusaha mencari kebohongan di mata Jevin.

Nihil, Naya tak menemukan setitik kebohongan di dalam sana. Sudut hatinya merasa tak rela saat laki-laki itu memenuhi permintaannya untuk meninggalkannya dan melupakannya.

"Baiklah." ucap Naya kemudian setelah merasa mungkin ini jawaban yang baik untuk dirinya.

Naya dapat melihat seulas senyum tercetak di bibir laki-laki itu. Dan senyuman itu membuat hatinya menghangat sekaligus perih dalam waktu bersamaan.

Jevin beranjak dari duduknya dengan sedikit membungkukkan tubuhnya sambil mengulurkan tangan layaknya pangeran yang sedang menyambut permaisurinya.
"Mari kita mulai dari sekarang," Jevin mengerlingkan matanya.

Naya menyambut uluran tangan Jevin dengan senyum terukir dibibirnya, senyum yang ia paksa semanis mungkin.

*********

Jevinaya (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang